Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Benarkah Gen Z Menjadi Generasi Paling Stres? Begini Faktanya

Gen Z menjadi generasi paling stres menurut laporan American Psychological Association yang menyatakan hanya 45% di antaranya yang memiliki kesehatan

4 Mei 2023 | 11.14 WIB

Seorang wanita berpose di dalam bak mandi saat mensimulasikan dirinya memanggil psikolognya di ruang menangis bernama 'La Lloreria' untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di Madrid, Spanyol, 17 Oktober 2021. La Lloreria, atau Ruang Menangis bertujuan untuk menghilangkan stigma di masyarakat yang melekat pada kesehatan mental, menangis dan mencari bantuan. REUTERS/Juan Medina
Perbesar
Seorang wanita berpose di dalam bak mandi saat mensimulasikan dirinya memanggil psikolognya di ruang menangis bernama 'La Lloreria' untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental di Madrid, Spanyol, 17 Oktober 2021. La Lloreria, atau Ruang Menangis bertujuan untuk menghilangkan stigma di masyarakat yang melekat pada kesehatan mental, menangis dan mencari bantuan. REUTERS/Juan Medina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Generasi Z (Gen Z) merupakan kelompok manusia yang lahir antara 1997 sampai 2012. Kehadiran golongan anak muda berusia 18-24 tahun itu telah membawa perubahan di segala lini kehidupan, termasuk dalam dunia kerja. Sayangnya, individu-individu yang erat kaitannya dengan kecanggihan teknologi tersebut dikabarkan mudah menderita penyakit mental. Lantas, benarkah Gen Z menjadi generasi paling stres

Benarkah Gen Z Menjadi Generasi Paling Stress?

Melansir aecf.org, Pew Research Center melaporkan bahwa sekitar 70 persen remaja dari berbagai ras, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan keluarga berbeda mengalami kecemasan serta depresi. Sementara menurut American Psychological Association (APA), hanya 45% Gen Z yang disebut memiliki kesehatan mental baik atau sangat baik. 

Meskipun Gen Z disebut sebagai generasi paling tertekan, anggota kelompok paling muda saat ini cenderung lebih peduli terhadap kesehatan mental. Mereka akan mencari bantuan atau konseling kepada psikolog maupun psikiater dibandingkan rekan-rekan yang lebih tua. Sekitar 37 persen Gen Z mengaku pernah mengunjungi profesional di bidang psikologis. 

Sayangnya, hanya 43 persen remaja berusia 12-19 tahun dengan episode depresi berat yang menerima perawatan pada 2019. Akibatnya, angka bunuh diri pada anak muda juga sangatlah tinggi. Hal tersebut diperkuat oleh data dari Pusat Pengendalian Penyakit dan Pencegahan Risiko Perilaku Pemuda yang menyatakan bahwa laki-laki usia 15-24 tahun menyumbang 80 persen kasus kematian atas inisiatif sendiri. 

Dikutip dari verywellmind.com, generasi muda terpaksa harus menghadapi ketidakpastian pasar kerja dan masa depan keuangan. Mereka juga mempunyai kekayaan yang jauh lebih sedikit daripada generasi sebelumnya saat memasuki usia yang sama. Gejolak ekonomi yang berkelanjutan terus mengambil korban finansial dari kaum muda, misalnya PHK massal oleh banyak perusahaan. 

Penyebab Gen Z Rentan Mengalami Depresi

Alasan Gen Z menghadapi stress kronis diakibatkan oleh sejumlah faktor, meliputi perundungan (bullying) dan kejahatan di sekolah, termasuk penembakan seperti di Amerika Serikat, terlilit utang, pengangguran, dan gejolak politik. Sementara itu, teknologi juga berperan besar terhadap perasaan terisolasi dan kesepian intens pada remaja. 

Berita negatif yang datang silih berganti, rasa takut ketinggalan segala sesuatu yang terbaru atau FOMO (fear of missing out), serta malu karena gagal memenuhi standar sukses di media sosial juga menjadi beberapa pemicu timbulnya stress pada anak muda. Dalam laporan Wall Street Journal, dijelaskan bahwa satu dari tiga gadis remaja mengalami krisis citra diri akibat Instagram. 

Penyebab Gen Z menjadi generasi paling stress juga berhubungan dengan diskriminasi berdasarkan ras, etnis, orientasi seksual, serta identitas gender. Kurangnya layanan kesehatan mental, kesenjangan etnis, dan kepemilikan akses asuransi kesehatan ikut berperan dalam rendahnya jumlah anak muda yang memperoleh bantuan. 

Efek pandemi Covid-19 juga berpengaruh besar terhadap kesehatan mental Gen Z. Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Boston menunjukkan bahwa angka depresi meningkat hampir 33 persen pada 2021. Artinya, satu dari tiga pemuda 18 tahun atau lebih di AS mengalami depresi. 

Survei Nasional Kesehatan Anak juga menemukan anak usia 3 sampai 17 tahun hidup dengan kecemasan hingga menyentuh 1,5 juta jiwa pada 2016-2020. Data Biro Sensus AS menetapkan bahwa 59 persen pemuda (usia 18-26 tahun) menjadi pengangguran. Dari jajak pendapat Gallup Mei 2020 menghasilkan bahwa 45 persen pelajar mengalami gangguan emosional lantaran perpisahan sementara dari guru dan teman selama pandemi. 

Demikian penjelasan mengenai pertanyaan, benarkah Gen Z menjadi generasi paling stress? Berbagai kondisi menjadi pemicu utama kenapa kelompok penerus bangsa tersebut harus menghadapi berbagai tekanan hingga mengganggu kesehatan mental. 

Pilihan editor: Penyakit OCD dan Perawatannya

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus