Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tren kecantikan dan perawatan kulit menimbulkan dampak lingkungan.
Mayoritas kemasan produk kosmetik berakhir di tempat pembuangan akhir.
Komunitas Lyfe With Less mengajak konsumen bijak dalammengkonsumsi produk kecantikan.
Sebulan sekali, Fitriani, 34 tahun, rutin belanja 4-5 produk perawatan kulit (skincare) dan kosmetik. Ini belum termasuk barang kebutuhan harian, seperti sabun dan sampo. Tak jarang pula karyawan swasta asal Jakarta itu membeli produk perawatan kecantikan baru dengan alasan sekadar ingin mencoba. “Bukan karena memang make-up atau skincare yang ada sudah habis, tapi penasaran atau ternyata tidak cocok dengan kulitku,” ujarnya, Selasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak mengherankan jika di meja rias di rumah Fitri terdapat tumpukan botol dan kemasan kosmetik dan perawatan kulit. Untuk mengurangi jumlah “koleksinya” itu, Fitri punya cara tersendiri. Jika ada produk kecantikan yang baru dipakai 1-2 kali dan tak cocok dengan kulitnya, ia akan memberikan ke temannya atau menjual kembali di lokapasar barang bekas daring dengan harga lebih murah. “Ada saja yang mau beli. Lumayan ketimbang dibuang.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan hanya Fitri yang punya pola konsumsi produk kosmetik dan kecantikan semacam itu. Malah, diperkirakan, lebih banyak konsumen yang terbiasa membeli produk baru kendati barang serupa yang sudah dimiliki belum habis terpakai dan membuang produk tak terpakai itu begitu saja.
Pola konsumsi ini, menurut inisiator komunitas gaya hidup minimalis Lyfe With Less, Cynthia S. Lestari, didorong oleh kemudahan pembelian produk kecantikan di era lokapasar daring. “Belum lagi banyaknya promosi harga murah dan pengiriman cepat sampai membuat konsumen semakin mudah untuk mengkonsumsi produk kecantikan secara berlebihan,” ujar Cynthia dalam diskusi daring yang digelar Lyfe With Less, Jumat dua pekan lalu.
Inisiator komunitas pelaku gaya hidup minimalis, Lyfe With Less, Cynthia S Lestari (kedua dari kanan). Dok. Pribadi
Sayangnya, ia menambahkan, pola konsumsi semacam itu, jika tidak dibarengi dengan sikap keberlanjutan, akan menghasilkan tumpukan produk (clutter) di rumah serta limbah yang tidak terhitung dan tak terkelola dengan baik.
Lyfe With Less melaporkan, diperkirakan setiap tahun ada 120 miliar unit kemasan kosmetik diproduksi di seluruh dunia. Dari jumlah sebanyak itu, 79 persennya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Sebanyak 12 persen dibakar dan menimbulkan polusi. Dan hanya 9 persen yang didaur ulang menjadi produk lain. Karena itu, Lyfe With Less mendorong gaya hidup kecantikan berkelanjutan alias sustainable beauty.
Untuk mencapai kecantikan berkelanjutan ini, ujar Cynthia, kita tidak bisa hanya mengandalkan produsen yang harus berinovasi pada produk mereka. “Tapi konsumen juga harus mendukung melalui sikap bijak dan bertanggung jawab.” Lyfe With Less menggaungkan kampanye #PakaiSampaiHabis untuk meningkatkan kesadaran itu, dari sisi konsumen.
Kampanye ini bertujuan mengedukasi dan mengajak masyarakat bijak dalam konsumsi dengan menggunakan produk yang dibelinya hingga habis, lalu memilah kemasan produk itu, dan memastikan limbah produk tersebut sampai di tangan yang tepat guna untuk diolah kembali. “Gerakan #PakaiSampaiHabis diharapkan dapat membangun kebiasaan baru bagi konsumen dan produsen untuk lebih bertanggung jawab atas limbah produk kecantikan.”
Pexels/Engin Akyurt
Tidak sekadar berkampanye, komunitas Lyfe With Less pun mencoba berperan dengan menjadi sistem pendukung dalam gerakan ini. Mereka membuka kantong pengumpulan kemasan kosmetik dan produk kecantikan kosong (empties) untuk kemudian didistribusikan ke pusat daur ulang yang tersebar di beberapa lokasi di sejumlah kota. “Saat ini ada enam titik pengumpulan yang dikelola enam empties volunteer kami. Nanti mereka mengirim hasil pengumpulan empties ke enam mitra pendaur ulang kami.”
Supaya gerakan ini disambut dan dijalankan konsumen, Lyfe With Less menggandeng sejumlah merek produk kecantikan, seperti Hale, Wardah Beauty, Jarte, Yagi Natural, SustaiNation, Syca, The Body Shop, Noola, dan Rei Skin. Merek-merek ini berkontribusi dengan memberikan imbalan kepada konsumen yang berpartisipasi. Imbalannya berupa diskon dan potongan ongkos kirim jika konsumen hendak membeli produk baru setelah mereka mengirim kemasan kosong ke kantong pengumpulan.
Cynthia memaparkan kampanye ini akan berjalan selama tiga bulan hingga Oktober mendatang. Hingga 25 Agustus lalu, Lyfe With Less telah mengumpulkan hampir 2.000 unit kemasan kosong dari konsumen. “Kami menyebut konsumen yang mengirimkan kemasan kosong sebagai empties heroes karena mereka telah berkontribusi menyelamatkan lingkungan dari timbunan sampah.”
Melalui gerakan ini, Cynthia berharap hal ini dapat menjadi langkah awal untuk hal yang lebih besar, yakni tercapainya kesadaran akan sustainable beauty secara luas dan berkurangnya limbah produk kecantikan di TPA.
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo