Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PADA pertengahan 1990-an para peneliti kanker berhasil menemukan gen yang disebut BRAC1 dan BRCA2. Ini temuan penting. Dari sini diketahui bila gen itu mengalami mutasi yang pada beberapa wanita akan memicu kemunculan kanker payudara.
Maka seorang warga Virginia, Amerika Serikat, Staci Mishkin resah ketika pada usia menjelang 40 tahun, hasil tes darahnya menunjukkan adanya mutasi pada gen tersebut. Ia merasa harus segera melakukan sesuatu. Merujuk sejarah keluarganya, Mishkin pun mengambil keputusan drastis: mengangkat payudaranya sekalian melalui operasi mastektomi preventif (prophylactic mastectomy). Baginya lebih baik dibedah selagi sehat daripada ketika payudaranya sudah digerogoti kanker.
Tindakan yang berlebihan? Tidak. Menurut penelitian Mayo Clinic, AS, yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine 14 Januari 1999, bagi wanita yang mempunyai sejarah keluarga berpenyakit kanker payudara, mastektomi preventif terbukti mengurangi risiko berkembangnya kanker sampai 90 persen. Kesimpulan itu diperoleh dari studi retrospektif terhadap 639 wanita, yang mempunyai sejarah keluarga berpenyakit kanker payudara. Mereka itu menjalani prophylactic mastectomy di Mayo Clinic, AS, selama 1960-1993.
Meski terbukti efektif, tentu ini bukan pilihan yang mudah. Tak semua wanita rela kehilangan buah dadanya, apalagi yang masih sehat. Yang sudah mempunyai indikasi atau bahkan yang positif terkena kanker pun tak mau payudaranya diangkat. Yulia Suryakusuma, misalnya. Pada awal 1977 aktivis ini mengaku terserang kanker payudara. Ia bukan hanya tak sudi dadanya ditoreh pisau operasi, tapi juga ia memilih pengobatan alternatif dengan memadukan meditasi, chikung (semacam olahraga pernapasan), dan diet makanan yang sangat ketat. Yulia mempercayakan diri kepada ahli pengobatan oriental dan alamiah dari Austria, Dr. David Schweitzer.
Dengan terapi itu, menurut Yulia, benjolan di dadanya mengempis dan ia merasa terbebas dari kanker. Tapi, tak ada bukti medis yang bisa mendukung itu, sehingga mengundang keraguan. "Kalau memang benar demikian sungguh merupakan berkah untuk kita semua dan harus disebarluaskan. Tetapi bila tidak benar, sangat menyesatkan," kata Dr. Ario Djatmiko, ahli kanker lulusan European School of Oncology di Milan, Italia. Kekhawatiran Ario beralasan. Sebagai pengelola Klinik Onkologi Surabaya (KOS), ia sering mendapatkan pasien yang datang sudah dalam keadaan terlambat--setelah mencoba bermacam-macam pengobatan alternatif--sehingga sulit ditangani. Padahal, dengan peralatan khusus stereotactic2--seperti yang dimiliki KOS--kanker payudara sudah bisa dideteksi bahkan sebelum teraba (nonpalpable mass), yakni yang ukurannya baru beberapa milimeter saja.
Bila ukuran kanker sebelum mencapai 1 sentimeter segera diobati, kemungkinan penderita hidup bebas dari kanker selama 20 tahun, bisa 95 persen lebih. "Bahkan bila kanker masih berukuran kurang dari 5 milimeter dan masih terbatas dalam saluran susu, kanker payudara itu dapat dikatakan sembuh," kata Ario.
Menurut Prof. Dr. A. Haryanto Reksodiputro, Kepala Sub-bagian Hematologi dan Onkologi R.S. Ciptomangunkusumo, Jakarta, tak seperti kanker usus atau tenggorokan, kanker payudara memang termasuk yang dapat disembuhkan. Tapi penyembuhannya bukan dengan pengobatan alternatif. Di RRC yang terkenal dengan pengobatan alternatifnya pun, tidak ada kanker yang diobati dengan pengobatan alternatif. "Di RRC rumah sakit kanker memberikan pengobatan Barat dengan ditambah ramuan tumbuhan untuk mempercepat penyembuhan," katanya.
Yang sering dikhawatirkan, pengobatan Barat mengharuskan penderita kehilangan payudaranya. Padahal tak selalu begitu, bergantung pada stadium dan lokasi kanker. Kalaupun terpaksa harus dibedah, para ahli bedah kini cukup canggih mereparasi, yaitu dengan transfer jaringan yang diambil dari punggung, perut, atau pantat untuk membentuk payudara. Cara ini makin populer di AS karena dapat menyembunyikan bekas luka operasi.
Yusi A. Pareanom, Agus S. Riyanto, dan Jalil Hakim (Surabaya).
Kenali Risiko Anda
Kanker payudara seringkali terjadi pada wanita yang:
- Berusia 50 tahun atau lebih
- Mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit sama (ibu, saudara perempuan, nenek, bibi)
- Pernah terkena kanker payudara sebelumnya
- Pernah memiliki sel yang rusak pada biopsi payudara sebelumnya
Faktor lain yang meningkatkan risiko:
- Tak pernah melahirkan
- Melahirkan anak pertama pada usia di atas 30 tahun
- Terlahir sebagai orang Amerika Utara atau Eropa Utara, ras yang paling banyak terkena
- Terlambat memasuki masa menopause
- Mendapatkan menstruasi sebelum usia 12 tahun
- Kegemukan, 40 persen di atas berat normal
(sumber: situs Mayo Clinic)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo