Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Cuci Sperma Gaya Baru

Dr. Eddy Karundeng dari Univ. Sam Ratulangi, menemukan cara baru mencuci sperma. Cairan sperma kotor diganti dengann bww atau hamsf-10 dan spermatozoa unggul diseleksi. Untuk mengatasi kemandulan. (ksh)

20 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANDUL bukan cuma urusan wanita tapi juga pria. Karena itu, ilmu baru, andrologi, yang mempelajari seluk-beluk daya reproduksi pria - terutama kemandulannya, dan usaha mengatasinya makin populer. Telah ada sejumlah teori, bahkan cara, untuk mengatasi "kegersangan" pria itu. Belakangan, muncul lagi sebuah cara. Dijuluki "cuci sperma" oleh penemunya: dr. Edi Karundeng, peneliti pada bidang andrologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado. Dua tahun ia melakukan penelitian di universitasnya, kemudian setahun di FK Universitas Airlangga, Surabaya, di bawah bimbingan Dr. Arief Adimoelya. Untuk mendapat sertifikat keahliannya, Edi dikirim ke Amerika Serikat. Mei lalu percobaannya dinyatakan berhasil oleh Universitas Washington, Seatle. Bulan-bulan ini Edi - di bawah pengawasan Dr. Arief - memulai penerapan percobaannya: Unggulkah cuci sperma gaya baru yang ditemukannya? Pada prinsipnya, cuci sperma adalah meningkatkan kualitas sperma sehingga mampu menunaikan tugasnya menembus sel telur dalam rahim wanita untuk mengadakan pembuahan. "Istilah cuci sekadar terjemahan karena kami di Seatle menggunakan istilah whasing," ujar Edi. Kalau perlu dicuci, apakah artinya sperma itu kotor? "Kurang lebih memang begitu," kata Edi. Penyebabnya antara lain akibat penyakit kotor, seperti sifilis dan gonorhu. Edi menjelaskan, pada dasarnya air mani terdiri dari dua unsur: spermatozoa (sel-sel sperma), yang bertugas melakukan pembuahan dan berbentuk seperti kecebong, serta cairan sperma, yang dihasilkan kelenjar-kelenjar tertentu pada tubuh. Air mani menjadi kotor terutama akibat tidak bersihnya cairan sperma yang merupakan cairan tambahan itu. "Akibatnya, sperma berkualitas jelek," ujar Edi. "Dan bila sperma jenis ini tidak diapa-apakan, ia tidak akan mampu berproduksi, paling-paling cuma bisa menempel di dinding rahim." Pangkal penyebab kotornya cairan tambahan ini adalah kelainan kelenjar yang memproduksinya. Misalnya, akibat infeksi - karena penyakit kotor itulah. Mencuci sperma pada prinsipnya adalah mengganti cairan sperma yang kotor itu, disamping sekalian menyeleksi spermatozoa yang unggul dikerahkan, yang zwak dibuang. Cairan sperma diganti dengan cairan BWW atau HAMS F-10. Cairan ini, menurut Edi, komposisinya mirip lendir serviks yang terdapat pada mulut rahim. Lendir ini secara alamiah berfungsi sebagai filter, mencegat spermatozoa yang zwak tadi. Cairan BWW dan HAMF-10 ini dalam andrologi sudah dikenal lama. Cairan BWW, umpamanya, ditemukan di tahun 1971 oleh J.D. Biggers, W.K. Witten, dan D.G. Wittingham. Nama-nama merekalah - BWW - yang diabadikan pada nama cairan itu. Namun, cairan itu biasanya tidak digunakan untuk memurnikan air mani, melainkan untuk keperluan pembuahan di luar kandungan. Sedangkan Edi menggunakannya untuk menggantikan cairan sperma, sekaligus pembuahan - inseminasi. Prosesnya: mula-mula sperma dikeluarkan, umpamanya melalui masturbasi. Lalu dalam tempo tak lebih dari dua jam sperma diperiksa di laboratorium dengan menggunakan sinar laser, memakai alat yang disebut stroboscopy. "Di situ kita lihat bagaimana kemampuan gerak spermatozoa, bentuknya, kecepatannya, dan juga indikasi lainnya," ujar Edi. Hasil pemeriksaan menentukan apakah sperma perlu dicuci atau tidak. Kalau kotor, ia segera dicuci. Setelah pencucian, sperma diteliti lagi apakah menjadi lebih baik atau tidak. Dengan cara Edi, hasil pencucian senantiasa baik. "Dari apa yang saya lakukan di Seatle, selalu terlihat ada perubahan menjadi lebih baik," kata Edi. Bila sperma telah sehat seperti yang diharapkan, dilakukanlah inseminasi. Sperma dimasukkan ke rahim istri. Dan pembuahan pun diharapkan terjadi. Secara teoretis, hal itu seharusnya terjadi, dalam arti sperma yang sehat pasti bisa melakukan pembuahan. Apakah percobaan Edi pernah berhasil sampai membuahkan anak? Ternyata, belum. "Ini masih merupakan penelitian invitro, dalam arti belum dicoba penerapannya," jawab Edi. "Waktu di Amerika saya kehabisan waktu, dan harus kembali ke tanah air." Namun, penerapan inilah yang kini akan dicobakan di Surabaya. Dr. Arief Adimoelya, yang mendampingi Edi, mengutarakan bahwa penemuan Edi memang tergolong baru dan belum pernah dicoba di mana pun. Khususnya dalam soal waktu. Proses pemeriksaan dengan stroboscopy sampai pemurnian sperma cuma makan waktu antara 15 menit dan 30 menit. "Bagaimanapun juga, hal ini harus kita sambut sebagai kemajuan teknologi yang bisa membuka era baru dalam mengatasi kemandulan," ujar Arief. Cara yang konvensional, menurut Arief, bertele-tele dan makan waktu sangat panjang. "Alatnya bukan satu," ujar kepala Bagian Andrologi FK Unair itu. "Ada mikroskop, ada alat pengecat sperma, alat pengukur kecepatan, dan lain-lain." Di samping itu, menyehatkan cairan sperma secara konvensional adalah mengobati kelenjar-kelenjar yang memproduksi cairan sperma. Maka, "Kita pun tentunya tidak bisa mengetahui dalam waktu singkat apakah ada peningkatan kualitas atau tidak," katanya. Dengan penemuan Edi, apa kehamilan bisa dijamin? "Pada prinsipnya, kalau sperma itu baik, kehamilan pasti terjadi," ujar Arief. Jim Supangkat Laporan Jalil Hakim (Ja-tim)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus