Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKAN rahasia lagi bahwa Jakarta merupakan tempat berbaurnya berbagai suku dan ras. Maklum, sebagai ibu kota dan pusat perekonomian negara, Jakarta adalah tujuan hidup yang menjanjikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak ratusan tahun lalu, Jakarta—atau saat itu masih bernama Batavia—sudah menjadi tujuan pendatang. Salah satunya bangsa Arab yang datang sejak abad ke-14 hingga 19. Saat itu kebanyakan para pendatang Arab berasal dari Hadramaut, sebuah lembah di Yaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuan mereka datang ke Batavia tak lain untuk berdagang dan berdakwah. Sejak abad ke-17, Batavia memang dikenal sebagai salah satu pelabuhan perdagangan terbesar di kawasan selatan Asia.
Pada awal abad ke-19, pemerintahan kolonial Belanda sempat memusatkan permukiman para pendatang arab di daerah Pekojan, yang berjarak tak sampai 2 kilometer dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Di Pekojan, para leluhur orang Arab di Jakarta beranak pinak dan membentuk komunitas atau yang kerap disebut Kampung Arab.
Permukiman Arab di Pekojan masih terjaga hingga Indonesia merdeka. Namun, sejak 1990-an, Kampung Arab Pekojan mulai ditinggalkan. Seperti spora pada tanaman jamur, pecahan penghuni Pekojan berpindah mengisi daerah lain di sekitar Jakarta.
Wilayah Condet, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur, salah satunya. Sejak 1990-an, kawasan yang terkenal dengan tanaman salaknya itu kebanjiran warga Arab yang sebelumnya tinggal di Pekojan.
Pesatnya perkembangan permukiman warga Arab di Condet bahkan ikut menarik minat warga keturunan Arab lain yang jauh dari Jakarta, seperti beberapa kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kini permukiman keturunan Arab sudah menyebar luas di berbagai lokasi di Jakarta, bahkan hingga ke Kota dan Kabupaten Bogor.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo