Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Diet ini bernama "Ketogenic Diet" atau diet Keton, yang bekerja dengan membakar zat Keton hasil dari pemrosesan lemak di dalam tubuh sebagai sumber energi, berbeda dengan sumber energi yang berasal dari pembakaran glukosa.
Cara ini dinilai lebih aman karena bisa mengurangi kadar insulin dari pembakaran glukosa di dalam tubuh.
Baca juga:
8 Jurus Menghalau Penyakit di Musim Hujan
Riset Baru: 3 Hal Ini Tanda Bahwa Gadget Sudah Mengancam Si Kecil
Dilema Penampilan di Dunia Karier, yang Cantik Tak Kompeten?
Seorang praktisi diet Keton, Annas Ahmad mengutarakan bahwa diet ini merupakan sebuah revolusi dalam dunia kesehatan dan tidak sulit untuk dilakukan.
Sejatinya diet Keton telah ada sejak tahun 1920 sebagai media pengobatan bagi penderita epilepsi, namun baru populer dan praktiknya merebak pada tahun 2015.
Diet ini mengedepankan konsumsi makanan kaya lemak dan protein seperti daging, telur, keju, sayur-mayur, kacang-kacangan dan buah jenis beri.
Sedangkan yang dihindari atau dikurangi ialah porsi asupan tinggi karbohidrat dan gula seperti roti, nasi, manisan, pasta, jagung, dan susu.
Secara keseluruhan, asupan lemak dalam diet tersebut mencapai 70 persen, protein 25 persen, dan karbohidrat lima persen, tutur pria yang telah menjalani diet Keton selama tiga tahun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini