Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Dukun Atau Dana Sehat

Puskesmas-puskesmas di kab. Asahan, Sum-Ut, sebagian besar masih sepi pengunjung. Masyarakat lebih senang ke dukun dari pada obat modern. Dana sehat yang diselenggarakan dinas kesehatan nampaknya berhasil.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUSAT-PUSAT kesehatan masyarakat di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, belum seluruhnya dimanfaatkan masyarakat sebagaimana harapan pemerintah yang membangunnya. Gedung-gedung yang berharga lebih Rp 5 juta sebuah itu sebagian besar (semuanya berjumlah 18), menjadi lengang. Menurut dugaan para petugas kesehatan di sana keadaan ini disebabkan oleh fasilitas yang ada di puskesmas itu. Seperti adanya dokter dan obat-obatan dianggap sebagai sesuatu yang asing, karena selama ini penduduk hanya berkenalan dengan dukun. Ini terutama di kampung-kampung yang jauh dari kota. Untuk membuat puskesmas itu lebih ramai dikunjungi pasien, sebelumnya dinas kesehatan di sana berusaha menumbuhkan kesadaran hidup sehat dengan menyelenggarakan asuransi kesehatan, yang dinamakan "Dana Sehat". Sekali lirik "Dana Sehat" ini nampaknya berupa asuransi kesehatan yang dibiayai oleh penduduk dengan kewajiban menyetor sejumlah uang. Di balik kearifan bergotong royong tersebut, usaha ini ditujukan oleh para petugas untuk menumbuhkan kesadaran kesehatan. Usaha itu nampaknya begitu lambat datangnya, sementara gedung puskesmas sudah dibangun menggebu-gebu. Dana Sehat (DS) ini sebenarnya bukan murni fikiran orang-orang di Asahan. Karena memang sudah jadi jalan keluar yang ditempuh Departemen Kesehatan, setelah kepergok dengan kenyataan adanya puskesmas yang belum bisa menarik minat masyarakat DS dikerjakan dengan agak hati-hati. Tidak semua daerah menyelenggarakannya, karena harus pula dilihat kemampuan keuangan masyarakat. Dan di Asahan DS mula-mula diadakan dalam sebuah proyek percobaan di Kampung Siumbut-Umbut, Kecamatan Kisaran, sejak April 1976. Berbeda dengan puskesmas yang dipimpin oleh seorang dokter, DS ini dipimpin oleh kepala kampung dan ketua Lembaga Sosial Desa setempat. Sedangkan dokter puskesmas dalam kepengurusan hanya duduk sebagai pembina merangkap pelindung. Tiap kepala keluarga dipungut Rp 100 per bulan, yang kemudian dibelanjakan untuk membeli obat dan keperluan lain. Para angota dapat kartu tanda pengenal. Setiap pemegang kartu anggota, termasuk anak mereka, dapat pengobatan gratis. Jika ada yang sakit berat dan perlu mendapat perawatan di rumahsakit, DS akan menanggung seluruh biaya pengobatan. Yang menentukan perlu tidaknya seseorang diobati di rumahsakit, adalah para dokter atau tenaga kesehatan lain yang sehari-harinya bertugas di puskesmas. Tetapi sambil jalan petugas-petugas kesehatan yang memang sudah trampil itu, punya kewajiban pula untuk mendidik dua orang pengurus DS dalam bidang pengobatan. Maksudnya kalau para petugas sedang dinas ke daerah lain, maka pengurus DS sendiri dapat mengatasi penderita, terutama untuk penyakit-penyakit ringan. "Jadi kalau ada yang celaka, luka misalnya, tak perlu memanggil dokter", kata dr Lodewik Sitorus, pimpinan Puskesmas Sidorejo, Kisaran, yang membina DS di Kampung Siumbut-Umbut. Pertumbuhan DS di Kampung Siumbut-Umbut nampaknya membanggakan hati, terutama bagi dr TM Panjaitan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan. "Ketika didirikan anggota dana sehat itu hanya 8 kepala keluarga, tapi setelah berumur 6 bulan sudan 210 keluarga yang ikut", katanya. Itu berarti hampir separuh dari 557 kepala keluarga di kampung itu ikut DS. Lagi pula uang iuran yang terkumpul sudah mencapai Rp 100.000. Berkat bantuan anggota-anggota yang dermawan, kini DS Siumbut-Umbut sudah punya kantor sederhana. Spuit (alat suntik), stetoskop dan seperangkat meja-kursi sudah pula dimilikinya. Tidak Pelit Petugas-petugas kesehatan di Asahan boleh bangga dengan proyek percontohan dana sehat tersebut. Ketika rombongan ahli dari WHO yang terdiri dari Karalliyada, NHC de Silva dan Alagoda, mereka juga nampaknya terkesan dengan proyek Siumbut-Umbut ini. "It's good ...", komentar salah seorang anggota rombongan. Melihat hasil yang dicapai di Siumbut-Umbut itu, Bupati Asahan H. Abdulmanan sejak awal tahun ini punya rencana untuk melebarkan dana-sehat ke daerah lain. Seperti Teluk Nibung, Bagan Asahan, Tanjung Tiram, Pangkalan Dodek, Pulau Rakyat, Kampung Aras dan Kampung Antara. Di antara daerah tadi ada yang dapat bantuan modal sebesar Rp 300.000. Sedangkan daerah selebihnya dibiarkan membiayai diri sendiri "Kebijaksanaan ini ditempuh untuk melihat mana yang berhasil. Yang dapat modal atau yang memodali diri sendiri", kata dr Panjaitan. Mana di antara mereka yang berhasil akan dikembangkan. Sebab untuk mengeluarkan uang sebesar Rp 303.000 lagi, pemerintah daerah Asahan nampaknya tidak begitu pelit. Kalau usaha itu memang untuk mempertinggi kesehatan dan kesadaran kesehatan di daerah yang sering dapat serangan malaria, muntah berak dan tetanus itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus