Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - 20 Maret diperingati sebagai Hari Mendongeng Sedunia atau World Stroytelling Day. Dilansir dari situs globalstorytellingday.org, peringatan Hari Mendongeng Sedunia ini dirayakan dengan mendengarkan dan mendongengkan berbagai macam cerita dongeng dari berbagai negara serta dengan berbagai bahasanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehadiran dongeng sebagai wadah edukasi sekaligus hiburan bagi anak-anak memang mulai bergeser dengan hadirnya perkembangan teknologi (gagdet). Tidak sedikit anak-anak yang dibiarkan menghabiskan waktu dengan teknologinya sehingga tidak mengetahui esensi atau kesenangan dari mendengarkan dongeng. Baca: Koleksi 300 Sneakers, Gading Marten Alami Shoes Fetish? Apa Itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fanny Haurissa, pedongeng asal Maluku, juga mengungkapkan realita bahwa meskipun saat ini dongeng masih eksis, namun topik modernitas menjadi pilihan cerita-cerita yang akan dibawakan. Akibatnya, anak-anak Indonesia saat ini mulai kurang mengetahui sejarah atau cerita-cerita rakyat dahulu yang merupakan warisan budaya Indonesia.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat para pendongeng yang hingga sampai saat ini masih terus menampilkan dongeng sebagai hiburan anak-anak. Salah satunya adalah pedongeng Rona Mentari. Ia mengaku memang sedari kecil sangat suka mendengarkan dongeng. Menurutnya, dongeng memberikan pendidikan kepada anak namun dalam bentuk yang mereka senangi. “Tapi lebih dari itu. Alasannya (menjadi pedongeng) adalah karena pengalaman pribadi saya, yang tadinya tidak percaya diri karena mendongeng di depan orang banyak menjadikan saya lebih percaya diri,” kata Mentari saat dihubungi Tempo pada Selasa 20 Maret 2018 melalui whatsapp. Baca: Chef Harada Tutup Usia, Ini Perjalanan Kariernya di Indonesia
Pendiri Dongeng Rumah Mentari dan Dongeng TV ini juga memberi komentar terhadap pengaruh perkembangan teknologi dan internet dianggap menggeser hiburan tradisional anak-anak. Menurutnya, generasi saat ini, khususnya anak-anak terlihat asyik di depan gagdet bukan karena mereka tidak suka dongeng. Namun, karena mereka tidak punya kesempatan atau pengalaman mendengar dongeng yang menyenangkan. “Perkembangan teknologi memang nggak bisa dihindari, apalagi anak adalah peniru ulung. Tapi jika kita kasih pilihan bahwa ada, loh, aktivitas menyenangkan lainnya yang bisa dinikmati, yaitu dongeng,” tulisnya. Mentari yakin bahwa anak-anak pasti akan tertarik dengan dongeng.
Front Page Cantik. Pede dengan Mendongeng. TEMPO/Aisha Shaidra
Berdasarkan pengalamannya selama ini menjadi pedongeng, ia jarang sekali menemukan anak yang tidak suka didongengi. Setidaknya, mereka akan mengubah pikiran setelah mendapatkan pengalaman mendengar atau menikmati dongeng tersebut. Tidak ada perbedaan khusus dalam cara berdongeng baik untuk anak-anak zaman dahulu dengan saat ini. Karena pada umumnya anak-anak memang senang mendengarkan dongeng, “Ndak ada cara khusus.” Baca: Ini Dia Acara Alay yang Dimaksud Deddy Corbuzier
Salah satu yang penting untuk diketahui para pendongeng saat ini adalah tema favorit anak-anak sebelum memulai berdongeng. Hal itu membantu Mentari masuk ke dunia anak-anak saat ia mulai bercerita. “Dengan mengetahui apa yang sedang mereka suka, itu bisa dijadikan sebagai pintu masuk ke dongeng yg akan kita sampaikan,” katanya.
AISHA SHAIDRA | ANASTASIA PRAMUDITA DAVIES