Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Hati-hati dengan 'Kereta Lewat'

Mengorok saat tidur kerap dianggap sepele. Padahal bisa mengganggu kesehatan, dari menurunkan libido sampai menyebabkan kematian.

1 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU sedang menginap bersama kerabat atau teman, Santosa kerap malu. Musababnya, mereka sering meledek kebiasaan tidurnya yang mendengkur. Santosa, yang sadar suara ngorok-nya nyaring, cuma bisa nyengir atau tersipu. "Mereka bilang suara ngorok-nya kayak kereta lewat," kata laki-laki 41 tahun ini tergelak, Rabu pekan lalu.

Santosa tentu tak mendengar sendiri suara dengkuran "kereta lewat"-nya itu. Ulah dalam tidurnya ini diketahuinya karena istrinya kerap protes. Pendamping hidupnya ini juga mengeluhkan kebiasaannya yang sering tiba-tiba terduduk saat tidur. Padahal saat itu kondisi Santosa sedang tak sadar. "Saya baru sadar setelah dibangunkan istri," kata warga Jakarta Utara ini.

Karena khawatir dengan kebiasaannya yang tak lazim itu, Santosa menjalani tes tidur. Hasilnya, selain ia mengorok, ternyata napasnya juga kerap berhenti lumayan lama. Bisa lebih dari satu menit. Dokter menyebutkan penyakit yang diderita Santosa ini bernamasleepapnea. Reaksi terduduk tanpa disadari itu adalah ikhtiar tubuh menormalkan jalan napasnya.

Sleepapneaadalah kelainan dengan gejala berhenti napas berulang-ulang ketika sedang tidur. Biasanya napasnya berhenti 10 sampai 120 detik dan terjadi puluhan bahkan ratusan kali dalam satu malam. Jenisnya ada tiga macam:obstructive sleep apnea, central sleep apnea, dan campuran keduanya.Obstructice sleep apneamerupakan tipe yang paling banyak diderita. Ini ditandai dengan dengkuran, tidur gelisah, dan rasa kantuk pada siang hari.

Coba perhatikan orang yang mengorok. Di antara suara dengkuran, tiba-tiba penderita bisa terdiam beberapa detik. Tapi kemudian, dengan mata yang masih terpejam dan mulut terbuka, ia seperti tergagap-gagap mencari tambahan udara. Berikutnya, akan muncul suara seperti tersedak atau bahkan terbatuk-batuk. Lalu dia akan mengorok lagi dengan normal.

Saat terdiam inilah sebenarnya orang yang mendengkur ini mengalami henti napas. Biasanya proses terdiam-tersedak ini berlangsung berulang-ulang. Dikatakan normal bila frekuensinya nol sampai lima kali per jam. "Tapi, kalau lebih dari lima kali dalam satu jam, itu termasuk penyakitsleepapnea," kata Rimawati Tedjasukmana, dokter spesialis saraf.

Rima, yang berpraktek di Klinik Tidur Rumah Sakit Medistra Jakarta, menguraikan proses terjadinyasleepapnea. Saat tidur, otot-otot melemah, termasuk otot pernapasan bagian atas. Pada orang mendengkur, pangkal lidah jatuh sehingga saluran napas bagian atas menyempit. Penyempitan ini menyebabkan getaran pada bagian-bagian lunak saluran napas yang kita dengar sebagai suara ngorok.

Pada penderitasleepapnea, saluran napas yang sudah sempit tadi bisa tiba-tiba tertutup sehingga udara sama sekali tak bisa masuk.

Beruntung, tubuh memiliki sensor bernamachemoreceptor,yang bertugas membaca kadar karbon dioksida dan oksigen. Jika karbon dioksida terlalu tinggi, sensor tersebut akan mengirimkan sinyal ke otak untuk bangun. Walhasil, tanpa disadari, tubuh akan terbangun berkali-kali.

Sleepapnea bisa menimpa siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki, dari bayi hingga lansia. Sleepapneapada anak biasanya disebabkan pembesaran amandel atau adenoid.Pada orang dewasa, terutama orang Barat, mereka yang berpotensi adalah orang yang memiliki berat badan berlebih. Timbunan lemak menyebabkan saluran napas tertekan sehingga menyempit.

Tapi, untuk orang Asia, semua ukuran badan bisa menderita penyakit ini. Anatomi leher yang pendek, rahang kecil, dan dagu yang ke belakang membuat saluran napas menjadi sempit. "Jadi, meski kurus atau gemuk sedikit saja bisa saja mengalamisleepapnea," kata Rima. Diperkirakan 20 persen orang Indonesia menderita penyakit henti tidur ini.

Namun tak semua orang yang mengorok pasti mengidapsleepapnea. Meski mendengkur, bisa jadi napasnya lancar tanpa ada sumbatan. Tapi bukan berarti orang yang tak terdengar mengorok bebas dari penyakit ini. Pada wanita dan anak-anak, dengkurannya biasanya lebih halus, tapi tetap bisa terjadi henti napas. Napas yang berhenti ini bisa menimbulkan masalah serius. Karena terbangun-bangun terus sepanjang malam, bangun tidur jadi tak segar dan terasa masih capek.

Kekurangan oksigen saat henti napas ini juga menimbulkan masalah emosi. Rima mengatakan, otak bagian lobus frontal yang terletak tepat di belakang dahi bisa mengalami masalah. Akibatnya, memori jadi terganggu, kepribadian agak kaku, gampang frustrasi, kesulitan mengendalikan emosi, depresi, atau bisa jadi gampang cemas.

Dalam jangka panjang, sleep apnea juga membahayakan bagian tubuh lain. Andreas Prasadja, dokter yang berpraktek di klinik tidur Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta, mengatakan henti napas saat tidur menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes mellitus tipe dua, dan penurunan gairah seksual. Lantaran terlalu mengantuk, para penderita biasanya tertidur saat diajak berhubungan intim oleh pasangan. "Orang kalau sudah ngantuk disenggol-senggol istri tetap saja tidur."

Untuk penyakit lainnya, karena pasokan oksigen yang menurun karena berkali-kali bangun, orang bisa mengalami hipoksia atau gejala kekurangan oksigen dalam tubuh. Keadaan ini bisa membuat kadar karbon dioksida meningkat. Akibatnya, darah mengalami stres oksidatif sehingga membuatnya lebih gampang mengental. Darah yang mengental berisiko menyumbat pembuluh darah. Kalau terjadi pada jantung, bisa menyebabkan serangan jantung. Jika terjadi di organ lain, dapat mengakibatkan kegagalan organ, seperti stroke.

Karbon dioksida yang menumpuk dan berkali-kali terbangun juga berdampak pada gangguan lonjakan tekanan darah pada malam hari. Lama kelamaan tekanan darah pada siang hari juga ikut meningkat. Jadilah hipertensi.

Berbagai masalah ini berpotensi menyebabkan kematian. Banyak penderitasleepapneameninggal karena serangan jantung saat berolahraga atau melakukan aktivitas lain. Tapi ada pula orang yang meninggal saat tengah tertidur karena kekurangan oksigen, jantung bisa ikut berhenti. Menurut Rima, angka kematian mendadak saat tidur pada penderita sleep apnea 50 persen lebih tinggi dibandingkan pada mereka yang tak mengidap penyakit ini.

Profesor Moh Hasan Machfoed menduga hal inilah yang menjadi penyebab kematian Panji Hilmansyah, putra sulung Menteri Susi Pudjiastuti. Menurut Hasan, Panji, yang meninggal saat tidur, bukan mengalami gagal jantung seperti yang dikira keluarga. Menurut Pak Profesor, Panji terlihat sehat, kondisi fisiknya baik, masih muda, dan sebelumnya tak memiliki riwayat penyakit jantung. "Saat siang hari, almarhum normal," kata dosen neurologi Fakultas Kesehatan Universitas Airlangga-Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya ini.

Apakah sleep apnea bisa diobati? Menurut Rima, dalam keadaan ringan, gejala ini bisa diatasi dengan cara konservatif. Penderita, misalnya, diminta menurunkan berat badan dan menghindari minuman beralkohol, yang menyebabkan otot-otot makin lemas.

Kalau dengkurannya disebabkan karena tidur terlentang, dengan tidur miring sudah cukup membantu mengatasi masalah ini. Penderita juga bisa diberi alat bantu oral atau dilakukan pembedahan. Tapi, kalau masalahnya sudah berat, jalan satu-satunya hanya menggunakan alat bernamacontinuous positive airway pressure(CPAP). Alat ini akan membantu melonggarkan pernapasan bagian atas dan mencegah turunnya jaringan lunak.

Nur Alfiyah


Mendengkur pada Anak Menyebabkan

  • Daya tahan tubuh rendah
  • Gangguan tumbuh kembang
  • Hiperaktivitas
  • Konsentrasi buruk

    Indikasi Sleep Apnea

  • Mendengkur
  • Istri atau suami melihat ada henti napas saat tidur
  • Sesak atau tersedak atau terbatuk
  • Sering terbangun
  • Merasa tidur tak nyenyak

    Setelah Bangun Pagi

  • Merasa tak segar
  • Sakit kepala
  • Tenggorokan sakit atau kering
  • Lelah sepanjang hari, capek
  • Mengantuk berlebihan
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus