Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ikhtiar Menjaga Sambal Nusantara

Tidak hanya pedas, sambal juga merupakan jembatan keberagaman masyarakat Indonesia.

 

29 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kenduri Rasa menggelar festival sambal dalam bagian perayaan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023. 

  • Perlu mencatat resep sambal-sambal Indonesia agar tidak punah. 

  • Sambal punya peran penting sebagai pemersatu masyarakat Indonesia. 

JAKARTA – Sepuluh cobek batu berdiameter sekitar 30 sentimeter tertata rapi di atas meja besi di sudut gedung-gedung Produksi Film Negara, Jakarta Timur, pada Jumat, 27 Oktober 2023. Setiap cobek berisi sambal beraneka macam. Karena ada sepuluh cobek, ada sepuluh jenis sambal yang dihidangkan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada sambal bajak, sambal hijau, sambal terasi, sambal kecap, dan sambal soto Banjar yang jarang terdengar. Kesepuluh sambal itu merupakan suguhan dari "Kenduri Rasa: Dapur Bangsa" yang menjadi bagian dari perayaan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023. Adapun acara icip-icip sambal itu diberi nama Festival Cocol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak Senin lalu, saban sore, tim dari Kenduri Rasa menyajikan sepuluh macam sambal untuk pengunjung yang datang. Jenis sambalnya pun berbeda-beda. Dari sambal tipikal pedas asin, pedas manis, sampai sambal buah. 

Pada Jumat sore lalu, panitia Kenduri Rasa: Dapur Bangsa menyediakan beberapa jenis kerupuk dan ikan asin sebagai teman cocol sambal. Bahkan salah satu kelompok penggerak acara, Kitchenlab Jogja, menyuguhkan nasi goreng ayam kecombrang. 

Pengunjung pun dipersilakan menyantap puluhan porsi nasi goreng yang bisa dikombinasikan dengan aneka kerupuk dan sambal. Tampak puluhan pengunjung antusias menjajal nasi goreng ayam kecombrang dan aneka sambal yang disediakan gratis oleh panitia. 

Saphira Prameswari, salah satu pengunjung, mengaku puas setelah mencoba aneka sambal Festival Cocol. Di atas piring kertasnya, terdapat satu porsi nasi goreng, beberapa potong kerupuk, dan tentunya aneka sambal. Uniknya, tampak piring kertas mungil milik perempuan 26 tahun itu dipenuhi sambal. 

Saphira menjajal lima macam sambal, yakni sambal terasi, sambal bajak, sambal dasar merah, sambal hijau, dan sambal kecap. "Sambal bajak paling enak. Ada manis-gurih, pedasnya pas, dan ada rasa khas dari kacang tanah sangrai," kata Saphira. 

Sejumlah kaleng kerupuk yang disiapkan dalam acara Dapur Bangsa, Pekan Kesenian Nasional 2023 di Jakarta, 26 Oktober 2023. Tempo/Indra Wijaya

Ada pula Rahma Rizky Novita yang kesengsem pada sambal terasi. Ia sampai bolak-balik mengambil kerupuk kemplang dan udang untuk dimakan dengan cocolan sambal terasi. Menurut perempuan 31 tahun itu, sambal terasi adalah varian sambal yang paling enak. 

"Aroma terasi dan gurihnya nendang banget. Pedes juga, sih. Untung saya bawa air putih dingin cukup banyak," kata Rizky sambil tertawa. 

Koordinator Kenduri Rasa, Rhea Laras, mengatakan pergelaran tahun ini mengambil tema pedas dan aromatik. Walhasil, sambal menjadi salah satu hidangan yang ditonjolkan. Menurut Rhea, sambal Nusantara memang sangat layak dibedah dan dipelajari. Musababnya, di Indonesia terdapat ratusan resep sambal dari berbagai daerah. 

Menurut penelitian yang dilakukan pakar kuliner dan pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, pada 2017, tercatat ada 212 jenis sambal yang jelas asal-usulnya di Indonesia. Ada pula 43 jenis sambal yang tidak jelas asal-usulnya.

Selain itu, menurut Rhea, sambal sejatinya bukan sekadar teman makan. Sambal merupakan salah satu hal yang bisa menjadi pengikat bangsa. Maklum, mayoritas masyarakat Indonesia merupakan pencinta makanan pedas. Walhasil, meski punya keragaman budaya, agama, dan watak, masyarakat Indonesia masih bisa bertemu di satu meja makan sembari berbagi sambal. 

Rhea mencontohkan sambal lu'at yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sambal tersebut kini sudah akrab di lidah masyarakat yang tinggal di Jawa karena berkembangnya olahan daging sei dari Nusa Tenggara Timur di Jawa. Meski sejatinya olahan daging sei sudah mengalami modifikasi ketika sampai di Jawa. Maklum, versi asli di Nusa Tenggara Timur, sei dibuat dari daging babi. Kini sei versi daging sapi dan ayam sudah menjamur di Jakarta dan kota lainnya. 

"Daging boleh beda, tapi sambalnya tetap sama. Semua orang merasa nyambung dengan sambal lu'at," kata Rhea. 

Belum lagi aneka sambal lain yang menyeberang dari satu pulau ke pulau lain, seperti sambal matah dari Bali, sambal dabu-dabu dari Manado, dan sambal colo-colo dari Maluku. Uniknya, rasa sambal-sambal itu lebih mudah diterima oleh masyarakat dari pulau lain ketimbang lauk-pauk yang justru menjadi makanan utama. 

Kolega Rhea di Kenduri Rasa, Fajar Abadi Ramadan Dwi Putra, mengatakan sambal punya posisi spesial di hati masyarakat Indonesia. Terlebih masyarakat di kelas menengah ke bawah. Betapa tidak, dengan minimnya lauk karena keterbatasan ekonomi, sambal menjadi pilihan utama yang terjangkau untuk memperkaya rasa hidangan. 

"Jadi biasanya masak nasi banyak, tapi lauknya sedikit. Jadi biar nikmat makannya ya pakai sambal yang banyak," kata Fajar. 

Fajar pun berharap acara Festival Cocol bisa menyadarkan masyarakat tentang berharganya sambal. Sebab, faktanya sambal bukan sekadar pelengkap makanan, tapi juga sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. "Perjalanan orang terdahulu dalam menciptakan satu jenis sambal saja luar biasa," kata Fajar. 

Fajar dan Rhea juga berharap masyarakat mulai peduli terhadap upaya mengarsipkan sambal-sambal di Indonesia, terutama yang masih jarang dikenal. Harapannya, keragaman sambal Indonesia masih terjaga. Sebab, upaya pelestarian dari mulut ke mulut saja tak cukup. 

Bahkan, menurut Rhea, mencatat resep sambal keluarga juga perlu dilakukan. "Khawatirnya, kalau sampai generasi cucu-cucu tidak lagi membuat sambal nenek, takutnya resep keluarga itu hilang begitu saja," katanya. 

Pengunjung gelaran Dapur Bangsa, Pekan Kesenian Nasional 2023, di Produksi Film Negara, Jakarta, 26 Oktober 2023. Tempo/Indra Wijaya

Rhea dan kawan-kawan berharap kekayaan sambal Indonesia semakin berkembang mengikuti zaman. Sama halnya dengan budaya sambal yang berkembang sejak ratusan tahun lalu di bumi Indonesia hingga kini. 

Rhea dan Kenduri Rasa sudah mengarsipkan sejumlah sambal khas dari beberapa daerah. Sebagai contoh, pada Juli lalu, mereka sempat menyambangi tiga lokasi, yakni Samosir, Sumatera Utara; Mamuju, Sulawesi Barat; dan Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Di sana mereka menjajal dan mengarsipkan sejumlah resep makanan daerah, salah satunya sambal. 

Menurut Rhea, sambal di Indonesia sudah ada jauh sebelum negara ini berdiri. Bahkan lebih jauh sebelum bangsa Eropa datang untuk mengambil rempah-rempah Indonesia. Rhea mengatakan awalnya sambal dibuat tanpa cabai. Maklum cabai yang saat ini dikonsumsi masyarakat Indonesia sejatinya datang dari luar Nusantara. 

"Dulu nenek moyang kita membuat sambal dari rempah pedas, seperti jahe, cabai puyang, dan kencur," kata dia. 

Rhea juga tak sependapat dengan anggapan bahwa sambal berasal dari Cina yang dibawa masuk bersama olahan pangan lain yang kini menjadi ciri khas makanan lokal. Menurut dia, jenis sambal dari negeri Cina berbeda dengan sambal asli Indonesia. 

"Kalau dari Cina cenderung seperti saus atau chili oil," kata dia.

INDRA WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus