Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahaya Facebook bagi Orang Rendah Diri
Penggunaan Facebook ternyata berbahaya bagi orang dengan rasa percaya diri yang rendah. Sebuah penelitian di Kanada menyebutkan akun Facebook yang dimiliki orang rendah diri akan dibanjiri dengan teman-teman yang memiliki perspektif negatif tentang hidup.
Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science pada 7 Februari 2012 ini menyebutkan setiap orang dengan rasa percaya diri yang rendah merasa tidak nyaman berbagi perasaan secara langsung. Namun Facebook memungkinkan mereka melakukan interaksi ini di dunia maya.
"Facebook bisa menjadi tempat yang fantastis bagi orang untuk memperkuat hubungan mereka," ujar peneliti Amanda Forest dari University of Waterloo, Ontario, Amerika Serikat. Lalu apa bahayanya bagi orang yang rendah diri? Penelitian ini membuktikan bahwa orang dengan rasa percaya diri yang rendah mudah sekali curhat di Facebook hingga ke bagian yang sensitif.
Masalahnya, orang dengan rasa percaya diri yang rendah ini tidak melihat reaksi secara langsung pengguna Facebook yang menanggapi curhatan-nya. Padahal, berdasarkan fakta yang didapat para peneliti, cerita yang dipajang orang dengan rasa percaya diri rendah pada dinding Facebooknya kebanyakan dalam perspektif yang negatif, dan ini berbahaya bagi kehidupan sosialnya karena hanya berlaku komunikasi satu arah.
"Jika Anda curhat kepada seseorang dan curhatan itu berindikasi terhadap ketidaksukaan seseorang, mereka akan muak dengan curhatan Anda, dan itu ada timbal baliknya" kata Forest. "Namun, di Facebook, curhatan negatif yang ditulis oleh seseorang dengan rasa percaya diri rendah hanya disimpan untuk dirinya sendiri, dan dia tidak dapat melihat reaksi orang lain."
Cheta Nilawaty (HealthDay News)
Berhenti Napas Ketika Tidur Memicu Stroke
Sleep apnea atau gangguan yang ditandai dengan berhentinya napas sesaat ketika tidur adalah salah satu gejala meningkatnya risiko stroke. Menurut sebuah penelitian terbaru, sleep apnea dikategorikan sebagai stroke yang tidur atau silent stroke. Ini karena adanya jaringan otak yang mati akibat napas yang berhenti sesaat ketika tidur. Rusaknya jaringan otak ini tidak didahului gejala apa pun. Penelitian lain menyebutkan banyaknya memori otak yang hilang saat terjadi sleep apnea mempercepat terjadinya stroke.
Dokter Jessica Kepplinger dari Dresden University of Technology, Jerman, meneliti 56 pasien stroke guna membuktikan kaitan erat antara sleep apnea dan stroke. "Sudah ada investigasi yang membuktikan adanya kaitan erat antara sleep apnea dan gejala yang secara klinis diidentifikasikan sebagai stroke tidur," ujarnya.
Dalam penelitian ini, 91 persen pasien stroke mengalami frekuensi sleep apnea yang cukup sering. Para peneliti juga melakukan studi pencitraan otak, yang menghasilkan kesimpulan sama. Semakin sering pasien mengalami sleep apnea, semakin sedikit kerja otak yang dihasilkan. Para peneliti menemukan bahwa sleep apnea lebih sering terjadi pada perempuan berusia di atas 67 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo