Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana Melawan Jet Lag
Musim liburan anakanak sekolah telah tiba. Namun yang bepergian tentu saja bukan hanya anakanak, melainkan juga orang tua dan kakekneneknya. Bepergian jauh melintasi batas negara, benua, dan waktu tentu menjadi rencana menyenangkan bagi keluarga.
Selain mempersiapkan baju dan bekal, juga harus diperhitungkan akibat bepergian melintasi batas waktu: jet lag. ”Pusat penyakit itu di otak, karena ada gangguan ritme biologis,” ujar dokter ahli jiwa, Prayitno. Gangguan itu merupakan kondisi psikologis yang terjadi akibat perubahan ritme circadian, irama biologis yang mengatur respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Penyakit tersebut sering juga disebut sindrom perbedaan zona waktu. ”Biasanya bepergian ke satu tempat minimal berbeda waktu delapan jam,” ujar guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta itu. Tubuh manusia memiliki irama biologis, yang mengatur saat terjaga, tidur, kondisi terang, dan gelap. Saat tubuh dihadapkan pada lingkungan baru dengan perbedaan waktu yang jauh, tubuh akan kesulitan menyesuaikan diri. ”Kondisi itulah yang disebut jet lag,” kata Ketua Perhimpunan Kesehatan Wisata Indonesia, Profesor Kisyanto, dalam acara simposium Aerospace Medicine di Jakarta, awal bulan ini.
Seperti halnya pendapat Prayitno, menurut Kisyanto, terdapat bagian kecil di dalam otak, yaitu hipotalamus, yang bertugas seperti alarm untuk fungsi organ tubuh, seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk. Bagian itu jugalah yang mengatur temperatur tubuh, tekanan darah, level hormon, dan gula darah dalam darah. Tubuh merespons waktu melalui saraf pada mata untuk mendeteksi waktu terang dan gelap, lalu diteruskan ke hipotalamus. Ketika mata menerima rangsangan cahaya yang lebih cepat atau lebih lambat dari biasanya, hipotalamus akan merespons dengan cepat. Sedangkan organ tubuh belum siap, terjadilah yang sering disebut jet lag.
Dalam ilmu kesehatan jiwa, menurut Prayitno, gejala itu juga disebut sleep disorder, penyakit gangguan tidur, serupa dengan insomnia. Simptom jet lag bisa bermacammacam, seperti dehidrasi, kelelahan, kepala pusing, hidung berair, sulit tidur (insomnia), mengalami disorientasi, bertindak irasional, atau bahkan depresi ringan. Setiap individu memiliki efek jet lag berbedabeda. Orang yang berusia lebih muda biasanya paling lama empat hari, sedangkan pada orang tua di atas 40 tahun, gangguan bisa terjadi sepekan. ”Biasa pada usia di atas 40 tahun daya tubuh sudah berkurang, belum lagi berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes dan jantung koroner, yang biasanya mengikuti usia,” ujar Prayitno. Perempuan juga lebih berisiko mengalami jet lag dibandingkan pria, karena faktor hormon estrogennya.
Untuk mengatasi masalah itu, bekas Direktur Kesehatan TNI Angkatan Laut berusia 75 tahun yang sering bepergian ke luar negeri ini menggunakan tidur dalam penerbangan. ”Minimal tidur delapan jam, sampai di tempat badan sudah terasa sehat,” ujarnya. Selain itu, orang dapat melakukan senam kecil, yang biasanya ada dalam buku petunjuk di penerbangan atau tayangan di televisi pesawat. ”Jika transit, gunakan waktu untuk jalanjalan, jangan duduk saja,” kata Prayitno.
Mengatasinya dengan obat juga bisa, seperti dengan obat antihistamin atau antialergi. ”Karena udara kering di pesawat, agar tak kena dehidrasi atau kekurangan cairan,” ujarnya. Ada juga dokter yang menggunakan suplemen melatonin, untuk merangsang hormon yang diproduksi di otak oleh kelenjar pinela. Melatonin berasal dari hasil pengolahan asam amino triptofan. Proses sintesis dan pelepasan melatonin distimulus kegelapan dan produksinya ditekan oleh cahaya.
Dokter Prayitno tak menyarankan penggunaan obat dan suplemen. ”Lebih baik mengatasi secara alamiah,” ujarnya. Prayitno merujuk pengalaman mantan Presiden Amerika Serikat George Bush (senior), yang terkena berbagai penyakit karena selalu menggunakan obat tidur untuk mengatasi jet lag dalam perjalanan jauh. Selamat berlibur.
AT, Ismi Wahid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo