Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah produsen tas tradisional mampu bertahan dengan terus berinovasi.Â
Menjaga kualitas produk juga menjadi hal wajib dilakukan produsen tas tradisional agar tidak ditinggal pembeli.
Tekad kuat para produsen tas tradisional berjaya di pasar lokal dan ekspor.
BAGI mereka yang bergelut dengan dunia kerajinan tradisional, inovasi menjadi kata kunci penting untuk bisa terus bertahan. Maklum, selera pasar yang dinamis tak sejalan dengan hal berbau tradisional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti produsen tas tradisional, Mam Nich dari Surakarta, Jawa Tengah, yang berinovasi dengan mengawinkan tas berbahan karung goni dengan wastra Nusantara. Ya, kedua bahan yang dipakai itu memang terdengar tak lazim. Karung goni yang dianggap remeh dipadukan dengan wastra yang sifatnya cenderung kaku dan kuno.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun berkat polesan Fransiska, pemilik Mam Nich, kombinasi karung goni dan wastra bisa menjadi tas cantik. Mulanya, ia punya ide mengkombinasikan tas karung goni dengan kain tenun Maumere. Tak disangka eksperimennya itu banyak diminati pembeli. Kini ia sedang menggabungkan tas karung goni dengan kain tenun Sumba dan Pahikung untuk produk terbarunya.
Fransiska merasa bangga sekaligus senang kreasinya bisa diminati banyak orang. Adapun ia mendapat perasaan bangga dari keberhasilannya menarik minat anak muda memakai wastra untuk kegiatan sehari-hari lewat produk tasnya itu.
"Kami ingin mengubah stigma bahwa tas wastra bisa dipakai untuk kegiatan sehari-hari dengan tampilan tetap modern dan fashionable," kata Fransiska.
Selain enak dilihat, ia memberi jaminan tas karung goninya itu mudah dirawat. Cara membersihkannya cukup dengan direndam air dan sabun kemudian dibilas serta diangin-anginkan hingga kering.
Tas Ecoprint, yang memiliki motif daun berbagai jenis tanaman yang dihasilkan dari proses pewarnaan menggunakan bahan alami, ditampilkan dalam Festival Tas Nusantara di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu-Minggu, 22-23 Juni 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Inovasi juga menjadi resep rahasia Jogjavanesia Craft, jenama produsen tas dan kerajinan tangan asal Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, tersebut. Jogjavanesia Craft dikenal sebagai salah satu pembuat tas berbahan anyaman daun gebang atau agel yang diprakarsai oleh Susmirah.
Kerajinan ini dibuat dari lembaran tenun yang berasal dari serat daun gebang yang sebelumnya dipintal menjadi benang. Adapun pohon gebang merupakan tanaman sejenis palem-paleman dengan nama latin Corypha utan. Hebatnya, usaha kerajinan serat agel sudah digeluti Susmirah sejak lebih dari 40 tahun lalu. Dari tangan Susmirah, kini terdapat 13 perajin besar di Desa Salamrejo dengan melibatkan hingga ribuan orang warga.
Susmirah mengatakan, sebagai pengusaha kerajinan tangan, daya kreatifnya tak boleh berhenti. Setidaknya, para perajin harus bisa mengikuti selera pasar agar tidak ditinggalkan pembeli. "Ini tantangan juga bagi yang muda-muda," ujarnya.
Tak kalah pentingnya, perempuan 64 tahun itu menyinggung konsistensi menjaga kualitas produk sebagai kunci sukses bertahan hingga puluhan tahun. Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi adalah keterbatasan bahan baku serat agel.
Walhasil, Susmirah tak bisa lagi sekadar mengandalkan pasokan daun gebang dari wilayah Kulon Progo. Ia bahkan harus berburu bahan baku hingga ke wilayah Madura dan Banyuwangi.
"Di timur, saya melihat daun gebang banyak, tapi belum termanfaatkan. Harapan saya agar bisa dioptimalkan lagi."
Tas etnik berbahan serat alam dipamerkan dalam Festival Tas Nusantara atau Festara 2024 di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu-Minggu, 22-23 Juni 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Pendiri produsen tas cantik asal Semarang, Jawa Tengah, Rorokenes, Syanaz Nadya Winanto, menilai tas tradisional buatan lokal punya masa depan cerah. Namun tetap saja butuh kerja sama lintas unsur untuk bisa memaksimalkan potensi yang ada, baik pasar dalam negeri dan luar negeri ataupun ekspor.
"Indonesia itu pasar terbesar di Asia. Kalau bisa menguasai pasar Indonesia, artisan sudah bisa hidup," kata Syanaz.
Demikian juga untuk kebutuhan riset dan pengembangan produk, pengusaha harus menggandeng intelektual. Tujuannya agar upaya riset dan pengembangan berjalan lancar.
Sementara itu, Direktur Festival Tas Nusantara Heru Mataya mengatakan, pada dasarnya, tas adalah sahabat setia masyarakat yang telah berkembang sepanjang sejarah yang mencerminkan budaya dan kebutuhan setiap zaman. Dari wadah primitif hingga karya desainer kontemporer, sejarah tas adalah perjalanan menakjubkan melintasi waktu yang mengungkap banyak hal tentang masyarakat dan mode pada setiap periode.
Menurut Heru, di balik tas terdapat pengetahuan yang tersimpan pada masyarakat lokal Indonesia, yang dalam proses pembuatan tasnya menggunakan bahan lokal berupa tumbuhan dari alam lingkungan tempat mereka tinggal. Tidak ada sekolah untuk hal tersebut. Mereka melakukannya secara autodidak.
Pengetahuan yang dilakukan berulang-ulang (repetisi) akan mengkristal menjadi keterampilan yang tersimpan dalam memori kolektif. Mereka juga berinovasi membuat tas dengan bahan daur ulang dan bekas pakai. "Mengelaborasi tas hingga batas terjauhnya yang bertujuan mempromosikan produk tas lokal Indonesia."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Indra WIjaya dari Jakarta dan Septhia Ryanthie dari Surakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini.