Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Interval Puncak Kasus DBD Semakin Pendek, Ini Imbauan Kemenkes

Kemenkes mengatakan interval puncak peningkatan kasus DBD yang awalnya setiap 10 tahun sekali kian pendek menjadi lima tahun.

28 Juni 2024 | 10.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG, menyebut puncak musim kemarau adalah Juli dan Agustus 2024. Karena itu perlu waspada karena nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan demam berdarah dengue (DBD) menggigit 2,5 kali lebih sering saat suhu meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Kesehatan mengatakan interval puncak peningkatan kasus DBD yang awalnya setiap 10 tahun sekali kian pendek menjadi lima tahun, bahkan tiga tahun, karena perubahan cuaca yang semakin tidak menentu. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, mengatakan DBD pertama ditemukan di Indonesia pada 1968 dan dulu peningkatan kasus setiap 10 tahun bersamaan dengan terjadinya El Nino.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bahkan kalau di Jakarta itu tidak ada (intervalnya), setiap tahun pasti ada kasus demam berdarah. Jadi, inilah yang saya kira perlu diwaspadai," ujar Imran dalam ASEAN Dengue Day 2024, Kamis, 27 Juni 2024.

"Apalagi nanti yang kami khawatirkan kalau hujannya seperti sekarang di Batam. Hujan sebentar cukup deras pada pagi hari kemudian tiga hari atau seminggu enggak hujan lagi maka genangan-genangan air ini yang akan menjadi breeding places," tambahnya.

Intervensi kurang optimal
Menurut Imran, perubahan iklim tidak dapat dicegah namun yang terpenting adalah cara menghadapinya. Setiap ada puncak kasus ada intervensi sehingga kasusnya turun. Kemudian kasus naik lagi, yang menandakan cara intervensi yang lama tidak lagi optimal.

Karena itu dia menilai perlunya upaya-upaya inovatif dalam mengatasi DBD. Selain melakukan upaya pemberantasan nyamuk, pemerintah daerah juga perlu melakukan evaluasi mulai dari ketepatan aktivitasnya, frekuensi, sasarannya, bahkan sebersih apa tempat mereka dari jentik nyamuk untuk memastikan efektivitas upaya-upaya tersebut.

Imran mengatakan nyamuk adalah serangga paling ganas karena menjadi pembunuh nomor satu di dunia. Hal tersebut tidak seperti pemikiran orang bahwa binatang seperti ular atau harimau yang paling banyak membunuh manusia.

"Nyamuk itu ternyata setiap tahun membunuh sekitar 1 juta orang di dunia," ungkapnya.

Di Indonesia, angka kematian akibat DBD sejauh ini atau minggu ke-25 2024 adalah 869 kasus. Sedangkan total kematian pada 2023 adalah 894 kasus. Adapun untuk kasus DBD sejauh ini terdapat 146 ribu pada 2024 dan pada 2023 sekitar 114 ribu kasus. Sementara itu, sebaran kasus DBD terbanyak pada 2023 dan 2024 di wilayah padat penduduk seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, dan Bali.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus