Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Jajanan Pembawa Maut

Tiga kasus keracunan massal anak sekolah terjadi dalam sepekan. Para orang tua diminta lebih mewaspadai jajanan anak sekolah.

7 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keringat masih mengucur di dahi Sucita Amalia. Sabtu dua pekan lalu, usai latihan olahraga, murid kelas empat SD Negeri 05 Lebak Bulus, Jakarta Selatan, ini bergegas menuju kantin sekolah. Tapi langkah si upik dan kawan-kawan tertahan oleh tiga perempuan dan seorang lelaki. ?Mau minum? Ini saja. Enak, segar, sehat lagi. Harganya juga murah kok, cuma seribu,? kata seorang perempuan itu. Mereka rupanya rombongan sales yang mempromosikan minuman sereal instan.

Sucita dan kawan-kawan sempat merasa ragu. Maklum, dia tak kenal si penjaja minuman. Tapi rasa haus, bujukan, serta janji hadiah rupanya bekerja lebih kuat. Anak-anak itu pun berebut memesan minuman. Penjaja sibuk meladeni, membuka bungkus sereal, kemudian menyeduhnya dengan sedikit air panas. Agar cepat diminum, sereal itu dicampur air dingin. Srup..., srup..., segar.

Baru berselang satu jam, keceriaan bocah-bocah itu berganti kepanikan. Semua anak yang minum sereal mengeluh kejang di perut dan mual-mual. Beberapa murid mulai muntah-muntah, bahkan ada yang sempat pingsan. Curiga muridnya keracunan, pihak sekolah bertindak cepat. Anak-anak dibawa ke puskesmas terdekat. Karena kondisi yang parah, 17 anak terpaksa dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan.

Ini bukan kasus pertama. Tiga hari sebelumnya, Rabu pekan yang sama, sebelas pelajar SD Negeri 10 Cipinang Melayu, Jakarta Timur, dirawat di rumah sakit. Mereka keracunan setelah memakan permen cokelat yang dijual murah seorang pedagang di sekolahnya. Sehari sebelumnya, dari Surabaya dilaporkan, 40 murid SD Negeri Barata Jaya II dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut dan Rumah Sakit Haji Sokolilo. Mereka keracunan setelah berebut minuman sari buah kemasan (Ribena) yang dibagikan cuma-cuma di sekolahnya.

Dalam tiga kasus terakhir, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) bertindak cepat. Sampel minuman sari buah di Surabaya diambil. Hasil pemeriksaan awal di laboratorium, kadar keasaman (pH) minuman itu sangat tinggi, yakni 2,8. Secara teoretis, dalam kadar seasam ini, bakteri dan mikroba lainnya sulit hidup. Jadi, menurut Kepala Badan POM, Sampurno, kemungkinannya tinggal dua. Pertama, minuman itu tercemar bahan kimia. Kedua, lambung anak-anak itu sedang kosong dan tak tahan asam.

Adapun untuk kasus keracunan sereal di Jakarta, Badan POM menduga minuman itu telah tercemar mikroba. ?Kesimpulan kami belum final. Uji laboratorium masih berlanjut,? kata Sampurno. Yang pasti, menurut dia, Badan POM sudah meminta perusahaan menarik semua produk dengan nomor batch yang sama.

Selagi menunggu hasil final, Sampurno mengingatkan ada segunung risiko keracunan yang setiap hari menghadang anak-anak. Belum lama berselang, Badan POM menggelar survei yang cukup komprehensif. Survei melibatkan ratusan sekolah SD dari Banda Aceh sampai Jayapura. Ada 550 jenis makanan dan minuman, termasuk bakso, siomay, martabak, es doger, yang diambil sebagai sampel pengujian.

Hasilnya? Sangat mencemaskan. ?Lebih dari 60 persen jajanan anak sekolah tak memenuhi syarat mutu dan keamanan,? katanya. Sampurno memerinci: 56 persen sampel jajanan terbukti dicemari bakteri beracun seperti Escherichia coli dan Salmonella sp. Lalu, 50 persen sampel mengandung zat pewarna Rhodamin B yang hanya diizinkan untuk mewarnai tekstil. Kemudian, 33 persen mengandung bahan pengawet berbahaya boraks.

Memang, jajanan yang mengandung E coli dan Salmonella tidak serta-merta memicu keracunan yang akut. Namun problem jangka panjang bakal muncul bila santapan tak bermutu ini terus saja dikonsumsi. Aneka penyakit, mulai dari gangguan pencernaan, tifus, sampai gangguan sistem saraf, bisa terjadi. Bukan mustahil pula, bocah-bocah ini tumbuh dewasa dengan serangkaian keluhan yang mengganggu produktivitas.

Benar, survei tersebut terfokus pada jajanan hasil industri rumahan. Tapi bukan berarti makanan olahan produksi pabrikan bebas dari masalah. Pemantauan rutin Badan POM menunjukkan, sekitar 10 persen makanan olahan terbukti tidak memenuhi mutu dan keamanan kesehatan. Fakta yang terbaru, itu tadi, tiga kasus keracunan anak sekolah yang disebabkan minuman olahan. ?Ini lebih dari cukup sebagai peringatan,? kata Sampurno.

Profesor Ali Khomsan, ahli gizi dan kesehatan makanan dari Institut Pertanian Bogor, memberikan penjelasan. Bakteri dan zat kimia bisa mengancam dan mencemari makanan di berbagai titik. Rantai yang perlu diwaspadai mulai dari proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran.

Kemasan yang utuh, Ali menambahkan, bukan berarti menandakan makanan tersebut sepenuhnya aman. Ada jenis bakteri berbahaya, yakni Clostridium botulinum, yang justru lebih betah hidup di kaleng yang hampa udara. Kawanan bakteri yang menyerang saraf ini terbawa pada saat pembuatan makanan yang tidak dipanaskan secara optimal (lihat boks Pasukan Penabur Racun).

Makanan yang siap disajikan pun belum tentu luput dari jarahan bakteri. Kali ini yang berulah adalah koloni Staphylococcus aureus, yang tergolong kebal panas. Kawanan bakteri ini tetap bandel bertahan biarpun sudah dipanaskan dengan suhu 60 derajat Celsius selama 30 menit.

Lalu, bagaimana cara mengurangi risiko keracunan? Ali Khomsan membagikan sejumlah kiat. Paling utama, konsumen harus memperhatikan fisik makanan beserta kemasannya. Perubahan bau dan warna, serta adanya lendir, merupakan ciri datangnya racun tak diundang. Alarm tanda bahaya bisa juga berupa kaleng yang penyok atau menggelembung. Waspada pula dengan tanggal kedaluwarsa. ?Lebih baik tinggalkan makanan yang tanggal kedaluwarsanya sudah mepet,? kata Ali. Pada kasus keracunan di Surabaya, misalnya, minuman sari buah itu kedaluwarsanya tinggal sebulan lagi.

Persoalannya, kerap kali makanan beracun tidak disertai tanda perubahan fisik. Jangankan Sucita, orang dewasa yang paling awas pun bisa saja kecolongan. Di negara semaju Amerika pun kasus keracunan makanan tetap tinggi. Tiap tahunnya ada 6 juta sampai 33 juta orang AS yang keracunan. Di Indonesia, seperti biasa, tak tersedia angka pasti tetapi bisa diperkirakan jumlahnya juga melimpah. ?Yang penting, jangan panik jika Anda keracunan,? kata Utomo Dewanto, ahli toksikologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Asal tak terlambat, Utomo menambahkan, kasus keracunan makanan jarang berujung pada kematian. Jika belum sempat dibawa ke dokter, korban keracunan bisa diberi Norit. Tablet arang (karbon, C) ini cukup ampuh menggelontor racun dan aman diminum dalam dosis besar. Korban yang muntah-muntah atau diare juga perlu dijaga jangan sampai kehilangan cairan terlalu banyak. ?Ini hanya pertolongan pertama. Lebih amannya, carilah klinik terdekat,? saran Utomo.

Jajang Jamaludin


Pasukan Penabur Racun

Ada banyak mikroba yang jadi biang keracunan. Tapi kelima jenis pasukan bakteri inilah yang paling nakal.

Campylobacter jejuni.
Ditemukan pada unggas sehat, burung, lembu, lalat, selokan, dan kolam. Ini paling sering meracuni balita. Gejala umumnya diare?bisa berair, lengket, atau berdarah?yang muncul 2 sampai 5 hari.

Clostridium botulinum.
Ini hanya bisa tinggal pada ruangan tanpa oksigen. Bakteri ini paling berbahaya karena menyerang sistem saraf. Gejala keracunan muncul setelah 18-36 jam. Kelopak mata pasien memberat, penglihatan kabur, pusing, perut kram, dan napas jadi sulit. Kelumpuhan bisa muncul serta menjalar pada tubuh bagian bawah. Jika pasien terus kekurangan oksigen, keracunan bisa berujung kematian.

Escherichia coli.
Bakteri ini banyak ditemukan pada daging sapi, susu, dan keju. Bakteri ini memicu kram berat dan diare dalam waktu 1-3 hari tanpa disertai muntah dan demam. Diare menjadi berdarah dalam waktu 24 jam dan bisa bertahan sampai seminggu.

Salmonella sp.
Biasa ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan, misalnya kuning telur ayam, daging mentah, ikan, udang, atau keju. Gejala keracunannya tampak pada waktu 12 sampai 72 jam dan bertahan 2 sampai 5 hari.

Staphylococcus aureus.
Bakteri ini betah tinggal di debu, udara, comberan, dan menyebar lewat tangan-tangan kotor. Susu, saus salad, dan aneka makanan siap saji juga dia incar. Gejala keracunan muncul mendadak, biasanya 2-6 jam, dan berlangsung kurang dari 12 jam.

JJ, berbagai sumber

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus