Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Jarang Minum Air Putih, Dampaknya Bisa Cuci Darah di Usia Muda

Kebiasaan jarang minum air putih dapat memicu faktor risiko orang harus terapi cuci darah atau hemodialisis meski berusia muda.

18 Oktober 2023 | 15.51 WIB

Pasien tengah melakukan perawatan cuci darah di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Dengan cara ini, BPJS berharap ada kemudahan bagi pasien JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat) mengakses layanan cuci darah. TEMPO/Tony Hartawan
Perbesar
Pasien tengah melakukan perawatan cuci darah di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Dengan cara ini, BPJS berharap ada kemudahan bagi pasien JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat) mengakses layanan cuci darah. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, RA Adaninggar Primaria Nariswari, menyebut kebiasaan jarang minum air putih dapat memicu faktor risiko orang harus terapi cuci darah atau hemodialisis meski berusia muda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Biasanya pasien muda yang melakukan cuci darah karena tidak suka atau jarang minum air putih," katanya dalam temu wicara terkait kebiasaan yang menyebabkan cuci darah, Rabu, 18 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter yang akrab disapa Ningz itu mengatakan kebiasaan jarang minum air putih dapat menyebabkan peradangan pada ginjal dan merupakan risiko awal diabetes, yang kelak juga akan berdampak pada fungsi ginjal. Ginjal yang sudah kehilangan fungsinya mengakibatkan orang harus terapi cuci darah untuk mengembalikan kualitas hidup karena darah yang kotor dan tak tersaring melalui ginjal dapat menurunkan kualitas hidup.

"Kalau ginjal tidak berfungsi maka akan mengganggu metabolisme tubuh. Sampahnya tidak keluar dari tubuh, jadi kayak keracunan," ujarnya.

Meskipun fungsi ginjal dalam menjernihkan darah dapat diganti terapi hemodialisis, Ningz menekankan fungsi ginjal lain seperti pembentukan hormon dan enzim yang baik untuk tubuh tidak dapat tergantikan oleh alat.

"Jadi, meskipun bisa bekerja lagi tetap tidak seoptimal orang yang tidak melakukan cuci darah," jelasnya.

Tak sadar ginjal rusak
Ia juga mengungkapkan kerusakan pada ginjal umumnya tidak bergejala sehingga banyak yang tidak sadar ginjalnya sudah berada pada kerusakan stadium akhir. Umumnya, kerusakan ginjal diakibatkan diabetes dan hipertensi yang tidak terkontrol akibat sejumlah faktor risiko seperti gaya hidup yang tidak sehat, pola makan dan jenis makanan yang tidak benar, komposisi makanan yang tidak seimbang, jarang melakukan aktivitas fisik, dan merokok.

Untuk itu dia mengimbau masyarakat agar waspada kondisi ginjal agar jangan sampai rusak serta mewaspadai diabetes dan hipertensi dengan mengenali faktor risikonya agar tubuh tetap sehat dan tidak harus terapi cuci darah.

"Usia muda jangan jumawa karena yang berpenyakit juga banyak. Jadi, jangan mentang-mentang masih muda merasa bebas dari penyakit, itu tidak benar," tutur Ningz.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus