Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lomba lari masih menjadi tren tahun depan. Olahraga lari sepintas sederhana dan sangat mudah dilakukan. Namun spesialis kesehatan olahraga dari Rumah Sakit Premiere Bintaro Tangerang, dr. Hario Tilarso, SpKO, menjelaskan, ada banyak hal yang harus diwaspadai saat lari.
Baca juga: Ini Penyebab Kenapa Olahraga Lari Membuat Kita Bahagia
Di antaranya, risiko terkena penyakit jantung dan heat stroke. Hario menjelaskan, serangan jantung yang terjadi saat lari tidak dapat dideteksi dengan mata telanjang.Pelari mengikuti Borobudur Maraton 2018 di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Ahad, 18 November 2018. Borobudur Maraton 2018 melombakan tiga nomor yaitu Full Marathon 42,195 kilometer, Half Marathon 21 kilometer, dan 10 kilometer (10K). ANTARA/Anis Efizudin
"Memang butuh pemeriksaan jantung. Risiko lain yang juga mengancam nyawa, heat stroke atau sengatan panas. Ini bisa dilihat dengan mata telanjang. Gejalanya antara lain larinya gontai, saat mendekati fisik ia mengigau, kemudian pingsan. Celakanya, panitia, peserta, atau awam sering menduga peserta yang kena heat stroke kesambet saat melintasi pemakaman menuju garis finis," urai Hario dalam wawancara empat mata dengan tabloidbintang.com di Jakarta, belum lama ini.
Jika sengatan panasnya sangat kuat, peserta bisa meninggal. Saat badan memanas dan penderita mengigau, Hario menyarankan agar peserta segera celupkan di bak berisi air dingin untuk menurunkan suhu badan. Lalu bawa penderita ke rumah sakit untuk diinfus. Lebih lanjut Hario menambahkan cuaca Jakarta yang panas dan lembap kurang cocok untuk lari jarak jauh. Cuaca dingin dan kering direkomendasikan khususnya suhu 20 sampai 25 derajat celsius.
Baca juga: Lari Lebih Sehat daripada Jalan Kaki? Cek Untung Ruginya
TABLOIDBINTANG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini