Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEBERAPA jari kakinya sudah rontok. Sekujur tangan dan mukanya
kelihatan dibalut tonjolan kulit berwarna merah kehitaman dan
berair. Cacat tersebut membuat wanita yang bernama Guni itu
malu untuk muncul ke tengah tetangga. Dia hanya bergerak dari
tempat tidur ke dapur.
Dokter menyebutkan kuman lepra yang membuat dia menderita
begitu. Tapi ayahnya, Pak Tember punya versi lain: "Sebelum
sakit begitu dia digunagunain. Ada jarum, rambut, benang dan
macam-macam di perutnya. Ini jelas dibikin orang," kata orang
tua yang berusia 70 tahun dan sehari-hari bekerja sebagai
tukang sampah.
Keluarga besar Pak Tember menempati sebuah rumah kecil di daerah
Prumpung Tengah, Jakarta Timur. Sebuah daerah yang dikelilingi
rawa-rawa, empang dan selokan yang berbau busuk. Di rumah itu
Pak Tember dan istrinya menampung 6 anak, 20 cucu dan 2 buyut.
Rumah bilik 4 x 8 meter itu nampaknya sudah menjadi sarang
penyakit. Tiga tahun lalu, seorang cucunya meninggal karena
lepra. Lantas anaknya yang bernama Guni kena serangan. Sekarang
istrinya pun dapat giliran. Wajah nenek tua itu bergeronjal.
Bibir, kuping dan pipinya menebal. "Wah ini bagaimana? Mau
lebaran, masih sakit begini. Tak punya uang lagi," keluh Pak
Tember.
Tidak hanya Pak Tember yang cemas menghadapi ponyakit yang
mengelilinginya. Juga masyarakat luas pada minggu kedua bulan
Ramadhan ini terkejut membaca berita-berita koran tentang
meluasnya penderita lepra di daerah bagian ibukota itu.
Berita itu bermula dari wartawan yang datang menyaksikan
peragaan bagaimana menangù kap pencuri, menggerebek penjudi,
mengepung perkelahian massal dan pemabuk, yang diselen,
garakan pihak kepolisian setempat. Tiba-tiba mereka melihat
seorang anak perempuan yang menderita semacam penyakit kulit
dengan jarijarinya yang sudah putus. Berita yang muncul keesokan
harinya berhasil memancing petugas kesehatan. Faridah, 15 tahun,
beserta kedua saudaranya diangkut dari rumah mereka dan dikirim
ke Rumah Sakit Kusta Sitanala, Tangerang.
Di daerah Prumpung Tengah yang masuk Kelurahan Cipinang itu
penyakit kulit kelihatannya memang mewabah, terutama di antara
anak-anak. Ini akibat lingkungan yang kotor. Untuk mandi,
penduduk setempat banyak yang memanfaatkan selokan berair keruh
dan bau. "Gara gara berendam di kali itulah badan saya jadi
begini," ujar si Maun. Anak muda berusia 21 tampak cepat menjadi
tua karena rongrongan kpra. Wajahnya bengkak-bengkak, tangan dan
kakinya mengelupas dan kisut.
Para penderita lepra tingkat dini berbaur dengan mereka yang
menderita penyakit kulit. Menurut ahli penyakit lepra, pada
tingkat dini penyakit ini mirip-mirip panu. Tapi kalau ditusuk
pakai jarum tak merasa sakit. Bercak-bercak putih itu bisa
ditemukan di belakang kuping, ketiak dan pantat. Sedangkan pihak
petugas kesehatan menurut penduduk setempat, tidak pernah
melakukan penelitian untuk mencari penderita lepra tingkat dini
di antara orang yang menderita penyakit kulit.
Menanggapi meluasnya penderita leyra di Prumpung itu, Kepala
Dinas Keshatan DKI, Sudarso menghimbau masyarakat setempat untuk
jangan panik. "Karena penularannya tidaklah mudah. Sedang yang
terjadi bukan merupakan wabah," katanya. Menurut dunia
kedokteran penyakit itu hanya bisa menular melalui kontak yang
lama. Sedang masa inkubasi kumannya antara 3 sampai 5 tahun.
Masyarakat yang hidup dengan lingkungan bersih dan gizi cukup
menurut perkiraan 90% kebal terhadap penyakit tersebut.
Radiur 100 m
Dalam seminggu dari RW 04, Kelurahan Cipinang Besar yang jadi
pusat perhatian, berhasil ditemukan 21 penderita. Tidak jelas
apakah mereka penderita baru atau pernah mendapat pengobatan
karena kemauan sendiri ke sebuah balai pengobaun di Cawang.
"Dalam radius 100 meter sudah ditemukan pula penderita," kata
Timbang Subroto, Peltu Polisi yang menjabat Ketua RW 04. Anak
buahnya kewalahan karena pihak keluarga menyembunyikan
anggotanya yang kena lepra.
Di Departemen Kesehatn, Andy A. Louhenapessy yang rnenangani
masalah lepra secara nasional menyesalkan sikap masyarakat yang
masih takut. "Penyakit ini bisa disembuhkan. Dan janganlah
khawatir terhadap para penderita yang berkeliaran apalagi mereka
sudah mendapat pengobatan yang teratur," katanya.
Menurut Louhenapessy 92% penderiu diobati di luar rumah sakit.
Sebab pengucilan penderiu selama ini (sampai 1972) dianggap
kurang tepat. "Karena penyakitnya tidak gampang menular dan
obatnya pun murah. Yang terpenting bagaimana menemukan penderita
sedini mungkin. Tambah cepat ditemukan, lebih singkat masa
pengobatannya," katanya.
Pihak Dep-Kes sekarang ini sedang giat-giatya mencari penderita
baru. Anan Charoen Pakdi, ahli lepra dari kantor WHO di New
Delhi yang sedang berkunjung ke Jakarta, kepada TEMPO
mengatakan: "Di Indonesia diperkirakan ada 233.000 penderita,
yang ditemukan baru 52%."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo