Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Jatuh Cinta Baik buat Kesehatan dan Jantung, Bagaimana bila Sebaliknya?

Jatuh cinta bisa terasa seperti candu dan menjalaninya bisa bermanfaat bagi kesehatan. Bagaimana dengan putus cinta, apa kata kata sains?

26 Februari 2024 | 12.30 WIB

Ilustrasi pasangan kencan. Foto: Unsplash.com/Nathan Dumlao
Perbesar
Ilustrasi pasangan kencan. Foto: Unsplash.com/Nathan Dumlao

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Jatuh cinta bisa terasa seperti candu dan menjalaninya bisa bermanfaat bagi kesehatan pula. Theresa Larkin, pengajar sains medis di Universitas Wollongong, Australia, kepada ABC News mengatakan oksitosin atau hormon cinta memiliki efek antiperadangan dan membantu meredakan stres dan memperbaiki fungsi kardiovaskular.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pelepasan oksitosin bisa merangsang hormon peptida natriuretik atrial yang mengontrol tekanan darah dan bisa mencegah penebalan otot jantung. Penelitian juga menyebutkan jatuh cinta meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi depresi, dan tidur lebih nyenyak buat sebagian orang. Sebagian lain mungkin merasa lebih mudah marah dan cemas. Terkadang emosi yang terlibat membuat orang melupakan olahraga, pekerjaan, dan teman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dampak putus cinta
Apa yang terjadi sebaliknya, bila orang kehilangan cinta? Sekali lagi, hormon berperan saat kita merasa muram dan kehilangan cinta.

"Oksitosin mengikat kita, mengubah orang asing menjadi kekasih. Setelah melewati fase awal, yang butuh waktu enam jam sampai dua tahun, hubungan bisa berubah menjadi kurang menyenangkan dan pasangan mulai menjauh atau berkembang menjadi ikatan pertemanan dan kepercayaan yang stabil," papar pakar biologi Dr. Liat Yakir.

Sedangkan menurut Larkin, proses biologis utama kehilangan rasa cinta adalah berkurangnya hasrat, motivasi, dan koneksi pada pasangan.

"Tak ada lagi efek dopamin dan rangsangan oksitosin pun tak sebanyak saat masih ada ikatan emosional dan fisik," tuturnya.

Dan saat putus cinta, hormon pun kembali menyerang. "Ketika orang putus cinta yang membuat stres, dampak utamanya adalah meningkatnya hormon stres kortisol. Mungkin hanya berlangsung sebentar tapi bisa juga berlanjut menjadi situasi stres kronis. Penting untuk menguranginya dengan cara terhubung dengan orang lain dan menemukan motivasi untuk melakukan aktivitas lain untuk terus merangsang produksi dopamin dan oksitosin," papar Larkin.

Putus cinta bisa terasa seperti pukulan di kepala dan hal itu bukan hanya sekedar metafora. Luka emosional akibat putus cinta bisa sangat menyakitkan dan terus terasa di tubuh secara fisik, bukan hanya psikologis. Tubuh juga akan menunjukkan gejala kehilangan seperti mendambakan sentuhan dan kehadiran pasangan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus