Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kembali ke Pola Makan Nenek Moyang

Eating clean tak hanya membuat berat badan menjadi ideal, tapi juga bisa mengatasi banyak penyakit, termasuk kanker dan autoimun.

4 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jenahara Nasution, 33 tahun, terlihat berbeda dua tahun belakangan. Badannya lebih langsing, pipi montoknya pun menghilang. “Beratku turun dari 61 kilogram menjadi 49 kilogram,” ujarnya pada Kamis, 18 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perancang busana muslim yang akrab disapa Jena itu menganggap kondisinya saat ini sebagai bonus setelah ia mengubah pola makan dan rutin berolahraga empat kali sepekan. Padahal ia melakoni semua itu gara-gara ogah minum obat terus-menerus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putri dari aktris, penyanyi, dan perancang busana Ida Royani ini memiliki endapan kristal di ginjal sejak bocah lantaran malas minum. Masalah ini juga membuat kolesterolnya melonjak jauh melebihi batas normal 200 miligram per desiliter. Karena emoh tubuhnya menimbun penyakit akibat efek samping obat, ia bertekad memperbanyak minum. Jena, yang pada dasarnya tak suka menenggak minuman, mengakalinya dengan rutin berolahraga. “Kalau berolahraga, mau tak mau harus banyak minum,” katanya.

Jena juga mengubah pola makannya yang sembarangan. Dulu tiap hari ia menyantap burger, nugget, nasi goreng pinggir jalan, makanan ringan yang terbuat dari terigu, dan gorengan. Ia pun kerap meminum Thai tea. Sejak bertekad menjadi lebih sehat, ia beralih ke makanan dari bahan alami seperti buah dan sayuran. Ia juga menghindari makanan yang diproses berlebihan dan mengandung bahan kimia, tepung terigu, serta gula pasir. Istilahnya makan bersih (eating clean atau clean eating). “Kalau terpaksa atau kepingin banget, sekali-sekali saya masih minum Thai tea atau minuman kemasan. Tapi itu sangat jarang, paling beberapa bulan sekali,” tuturnya.

Kembali ke Pola Makan Nenek Moyang/Tempo

Menurut dia, dua cara tersebut manjur. Sudah lama ia lepas dari obat. Kolesterolnya pun menjadi normal. Manfaat lain yang ia rasakan adalah tubuhnya menjadi langsing dan segar, kulitnya makin kinclong, jarang sakit, serta tak mudah capek.

Pola makan dengan memilih bahan alami seperti yang dilakoni Jena ini makin banyak digemari seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat menjalani gaya hidup sehat. Kini banyak orang menjadikan pola makan ini sebagai pilihan, seperti aktris Meghan Markle, pembawa acara Oprah Winfrey, dan mantan ibu negara Amerika Serikat, Michelle Obama. Mereka juga mengadopsi pola makan eating clean.

Michelle, misalnya, selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk mengkonsumsi sayur dan buah setiap kali makan. Namun sesekali ia masih menyantap kentang goreng favoritnya. “Boleh juga makan pizza atau es krim sesekali. Yang jadi masalah adalah ketika itu menjadi kebiasaan,” ucapnya seperti dikutip Everyday Health.

Pola makan eating clean, menurut praktisi pola makan ini, Inge Tumiwa-Bachrens, adalah cara makan nenek moyang. Manusia pada zaman dulu memakan apa pun ciptaan Tuhan yang tumbuh dengan alami, kaya nutrisi, dan tak banyak diproses. Tumbuhan dibudidayakan tanpa pestisida dan obat penyubur, binatang ternak pun diberi makan rumput atau biji-bijian serta dibiarkan bebas berlarian. “Pola makan ini kembali ke zaman dulu, yang dilakukan semua nenek moyang kita, juga Rasulullah,” kata pelatih bersertifikat dari lembaga pelatihan yang dibentuk pelatih kenamaan, Tony Robbins, itu.

Dengan konsumsi makanan paling alami dan tak banyak diproses, otomatis asupan vitamin, mineral, dan zat-zat penting lain yang dibutuhkan tubuh menjadi lebih tinggi. Selain sebagai sumber energi, makanan digunakan tubuh antara lain untuk mereparasi sel, melawan penyakit, dan menyembuhkan diri sendiri. “Banyak ahli menyebutkan makanan natural tinggi nutrisi bahkan lebih manjur daripada obat-obatan,” ucap Inge, yang mempraktikkan eating clean sejak sepuluh tahun lalu lantaran diberondong banyak penyakit, termasuk kanker tiroid dan adrenal fatigue.

Menurut ahli gizi, Tan Shot Yen, makanan sehat adalah makanan yang sangat minim proses. Ada tiga tahap pemrosesan makanan. Pertama, pengolahan agar makanan bisa dimakan, misalnya mengupas kacang atau memotong ayam. Makanan yang hanya melewati proses ini dianggap sebagai makanan utuh. Kedua, pemrosesan lebih kompleks, seperti memasak, membekukan, dan mengalengkan. Ketiga adalah ultraproses, yakni makanan ditambahi gula, pengawet kimia, rasa, dan sebagainya. “Makan sayur bayam tentu lebih sehat daripada makan mi rasa bayam,” ujarnya.

Cara makan makanan dari sumber alami ini mulai berubah pada masa Revolusi Industri. Pabrik makanan bermunculan, juga teknologi untuk mempercepat pertumbuhan hewan dan tanaman serta memanjangkan umur makanan. Bahan pangan yang diproses dengan bahan kimia menjadi lumrah terhidang di meja.

 

Dengan konsumsi makanan paling alami dan tak banyak diproses, otomatis asupan vitamin, mineral, dan zat-zat penting lain yang dibutuhkan tubuh menjadi lebih tinggi. Selain sebagai sumber energi, makanan digunakan tubuh antara lain untuk mereparasi sel, melawan penyakit, dan menyembuhkan diri sendiri.

 

Yoghurt rasa stroberi yang diklaim sehat, misalnya, kalau kita teliti membaca label kemasan, isinya adalah soya bubuk, bubuk susu, gula, sirop jagung, zat pengental, zat pewarna, zat pengawet, dan zat perasa. Yoghurt tersebut sama sekali tak mengandung buah stroberi. “Susunya pun dari sapi perah yang dicekoki pakan jagung, hormon, dan antibiotik,” ucap Inge, yang sudah menerbitkan lima seri buku tentang eating clean.

Semua bahan tambahan pangan, seperti penyedap rasa, gula buatan, pengawet, penstabil, pengental, dan pewarna, yang dimasukkan ke makanan akan meracuni tubuh kita dan berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Banyak hasil penelitian menyatakan konsumsi makanan yang diolah secara massal bisa menyebabkan penyakit seperti jantung, diabetes, dan kanker. Juga penyakit yang berhubungan dengan kesehatan mental seperti alzheimer dan depresi.

“Dengan makan makanan alami dan bernutrisi, kita seperti punya asuransi untuk kesehatan kita,” tutur pelatih kesehatan bersertifikat dari Institute for Integrative Nutrition, Gwendoline Winarno. Sama seperti Inge, Gwen lebih memperhatikan makanan yang diasupnya setelah diserang beberapa penyakit autoimun.

Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular, Kasim Rasjidi, segala macam penyakit yang datang adalah reaksi tubuh terhadap apa yang masuk ke dalamnya, termasuk makanan. Dari sekian banyak obat, obat pencernaan dan darah tinggi adalah dua jenis yang paling banyak dikonsumsi. “Lambung itu salah satu alat pencernaan paling depan yang mengolah makanan. Kalau makanan yang masuk enggak benar, kira-kira dia terima enggak?” tuturnya.

Baik Tan, Kasim, Gwen, maupun Inge menganjurkan pengubahan pola makan agar tubuh tetap sehat atau lebih sehat. Menurut Inge, pola makan bersih ini akan mudah dijalani kalau kita sadar untuk apa kita makan, apa fungsi makanan untuk tubuh, jiwa, otak, saraf, dan pikiran. Dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, tak susah mencari bahan pangan alami saat ini. “Di Instagram banyak yang menjual bahan pangan organik,” katanya.

Adapun Gwen menyarankan agar kita peka dan mulai rajin memperhatikan label makanan dan komposisinya sehingga bisa menentukan apa yang baik untuk tubuh. “Kalau tak baik, sebaiknya sama sekali tidak dikonsumsi.”

 NUR ALFIYAH

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus