Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Imran Pambudi, mengatakan kewaspadaan orang tua adalah kunci keberhasilan dalam penanganan kasus demam berdarah dengue (DBD) pada anak. Menurutnyanya, orang tua perlu memahami perubahan yang dialami anak agar apabila anak mengalami perburukan DBD maka penanganan dari tenaga medis yang tepat bisa lebih cepat didapat dan mencegah fatalitas DBD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Orang tua itu harus paham betul sama anaknya. Kadang dia tidak bisa mengungkapkan sakitnya apa. Padahal dalam diagnosis dokter sering mengandalkan anamnesis (wawancara medis). Lewat wawancara penyakit bisa terjawab dan tidak harus menggunakan hasil laboratorium. Dengan pertanyaan, hampir 60 persen bisa diduga sehingga ketika anak DBD orang tua harus tahu kondisinya," kata Imran dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta, Minggu, 23 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam data Kemenkes per 5 Mei 2024, dalam hal distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur selama tiga tahun terakhir (2022-2024) kasus paling banyak ditemukan pada kelompok umur 15-44 tahun dengan persentase 43 persen dari seluruh kelompok umur. Namun apabila dilihat dari distribusi kematian DBD sesuai kelompok umur, dalam tujuh tahun terakhir justru paling banyak ditemukan pada kelompok umur 5-14 tahun dengan persentase 53 persen dari seluruh kelompok umur.
Hal ini menunjukkan meski DBD menjangkiti kelompok usia yang produktif, fatalitasnya paling banyak terjadi di usia kelompok anak-anak, yaitu 5-14 tahun. Imran mengatakan kematian pada usia anak akibat DBD disebabkan imunitas anak tidak sebaik kelompok usia produktif. Di samping itu, hal tersebut turut dipengaruhi gejala-gejala perburukan sulit ditemukan pada anak DBD karena ia tidak dapat mendeskripsikan dengan tepat gejala yang dialami sehingga yang ditemukan kerap kali anak sudah dalam kondisi kritis.
Pentingnya komunikasi
Karena itu, ketika anak terlihat mengalami gejala DBD atau sudah mengalami, ada baiknya orang tua ataun pihak yang bertanggung jawab merawat anak melakukan komunikasi yang intens dengan anak mengenai perubahan yang dialami hingga apa yang dirasakan.
"Karena sering ditemukan kalau di Jakarta misalnya, yang ngurusi anak baby sitter. Ketika anaknya sakit yang bawa orang tuanya tapi enggak tahu kondisinya. Sementara baby sitter yang paling tahu kondisi anak malah tetap tinggal di rumah enggak ikut pemeriksaan. Jadi memang sangat penting komunikasi dibangun orang tua dan yang merawat anak di rumah untuk mengetahui kondisi anaknya," papar Imran.
Adapun beberapa gejala yang menjadi penanda bagi orang tua bahwa anak mengalami perburukan saat DBD di antaranya tidak ada perbaikan kondisi setelah suhu tubuh menurun, anak terus menolak makan dan minum, nyeri perut hebat, lemah, lesu, hingga ingin terus tidur. Lalu, perlu juga diperhatikan saat anak mengalami perubahan perilaku seperti suka marah-marah, terlihat pucat, dan tangan serta kaki dingin, perdarahan, hingga tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam.
Pilihan Editor: Kebiasaan Masyarakat yang Ikut Memicu Penyebaran Demam Berdarah