Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kratom Melawan Citra Negatif

Kratom menjadi kontroversi. Dimanfaatkan sebagai jamu oleh masyarakat, tapi dinyatakan sebagai narkotik golongan I oleh BNN. 

4 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Pertanian mendukung ekspor kratom, yang dinyatakan sebagai narkotik golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

  • Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia menjadikan kratom sebagai jamu dengan bermacam khasiat.

  • Budi daya kratom membawa manfaat ekonomi sekaligus lingkungan.

Dukungan Kementerian Pertanian terhadap ekspor kratom (Mitragyna speciosa) menjadi angin sejuk bagi warga Kalimantan Barat. Sebab, selama beberapa tahun belakangan, mereka cemas karena tanaman yang banyak tumbuh di sekitar tempat tinggal dan dimanfaatkan sebagai jamu itu disebut sebagai narkotik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan kratom, yang dikonsumsi daunnya, mengandung senyawa alkaloid yang berefek stimulan dan, pada dosis tinggi, berefek sedatif narkotik. Efek serupa, demikian tertulis dalam dokumen BNN, ditemukan pada kokain dan morfin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faktanya, masyarakat di berbagai belahan Indonesia telah memanfaatkan kratom secara turun-temurun. Dari untuk sakit perut dan kepala di Bengkulu sampai untuk buang air besar berdarah di Sulawesi Barat.

Eka, warga Pontianak, didiagnosis endometriosis. Kondisi ini membuatnya merasakan sakit karena ukuran dan letak mioma ovari yang sampai mengganggu kinerja organ lain. Gangguan dinding rahim itu belum ada obatnya, sehingga dokter hanya dapat meresepkan pereda nyeri, dari parasetamol, ibuprofen, anti-inflamasi non-steroid, sampai opioid.  "Saya tidak cocok dengan opioid, sementara obat pereda nyeri lain mulai tidak berefek seperti awal dikonsumsi,” kata Eka.

Petani kratom di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, 2019. TEMPO/Aseanty Pahlevi

Oleh teman yang kenal petani, Eka diberi kratom yang disebut bisa meredakan nyeri. Karena segala obat tak lagi berpengaruh, Eka mencobanya setelah mencari tahu soal konsumsi kratom dari komunitas di Internet.

Awalnya, dia mencampurkan tumbukan daun kratom dengan teh. Tapi Eka tidak suka rasanya. Suatu waktu, dia sampai tidak bisa tidur sekian hari karena kesakitan. Eka pun sekali lagi mencoba mengonsumsi kratom. Satu sendok makan dilarutkan dengan air hangat plus madu.

“Setengah jam kemudian, saya merasa sangat mengantuk," ujar Eka. Perempuan itu seumur hidup tak pernah menyentuh alkohol ataupun narkoba. Jadi, Eka tak bisa menjawab saat ditanya apakah dia saat itu mabuk. "Yang jelas, saya merasa mengantuk, lalu tidur setelah susah tidur selama beberapa hari. Rasa sakit pun hilang.” 

Meski manjur, Eka ogah gegabah. Dia terus mendokumentasikan konsumsi kratom agar tahu berapa banyak, kapan, dan efeknya. Sesuai dengan saran para pengguna lain di komunitas, pantang konsumsi kratom lebih dari 7 gram per hari—10 gram termasuk kategori dosis tinggi. 

Suatu ketika, Eka kembali diserang nyeri perut akibat endometriosis dan meminum larutan satu sendok makan kratom, tapi tak lagi berefek. "Saya coba dua sendok, tapi saya malah muntah,” katanya.

Akhirnya, dia memilih mengonsumsi kratom secara rutin, entah sedang sakit atau sehat. Setelah dokter mengangkat jaringan endometriosisnya lewat operasi, Eka tak lagi minum kratom. “Jadi, bagi saya, kratom tidak membuat ketagihan," ujar dia.

Petani Hidup dari Kratom

Kalimantan Barat merupakan daerah penghasil utama kratom. Data Dinas Pertanian Kalimantan Barat menyatakan terdapat 44,5 juta pohon kratom di sana pada 2021. 

Riset menyatakan budi daya tanaman herbal itu meningkatkan pendapatan petani. Dalam jurnal Lingkungan Hutan Tropis edisi September 2022, Rendi Kusnadi, Sudirman Muin, dan Emi Roslinda menuliskan pendapatan rata-rata dari usaha kratom mencapai Rp 1,8 juta per bulan dan berkontribusi 48 persen dari total pendapatan petani di Desa Ulak Pauk, Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu.

Ibrahim, Ketua Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri), menyebutkan potensi ekspor kratom di Kalimantan Barat mencapai 3.000 ton per bulan. Angka itu melampaui separuh kebutuhan pasar dunia yang berkisar 5.000 ton per bulan. Purik merupakan nama lokal kratom.

Adi Dharma, pengusaha retail kratom asal Kapuas Hulu, mengirim 20-50 kilogram kratom per bulan melalui udara. Harganya Rp 340-450 ribu per kilogram—jika lewat laut, kurang dari Rp 150 ribu. Adapun Isnainil Fahmi dari PT Borneo Titian Berjaya mengekspor 5-6 ton kratom ke Eropa dan Amerika setiap bulan seharga Rp 380-415 ribu per kilogram.

Adi mengatakan, beberapa tahun terakhir, pasar kratom kian sesak. Dampaknya adalah persaingan harga dan praktik curang. Misalnya, mencampur tulang daun serta tepung pada bubuk kratom. "Akibatnya, produk jadi berkualitas rendah," kata dia.

Petani kratom di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, 2019. TEMPO/Aseanty Pahlevi

Bermanfaat bagi Lingkungan

Kratom tak hanya bermanfaat bagi ekonomi, tapi juga lingkungan. Ibrahim mengatakan hal mendasar yang membedakan purik alias kratom dari jenis perkebunan lain adalah tidak menyebabkan degradasi hutan atau deforestasi. Pohon kratom rata-rata bertinggi 4-9 meter dan banyak tumbuh di daerah aliran sungai. "Artinya, memberikan daya dukung lingkungan yang baik bagi ekosistem sungai dan sekitarnya," kata Ibrahim.

Selanjutnya, petani hanya memanfaatkan daun dan memelihara pohon agar tetap tumbuh. "Sehingga bisa jadi penyerap emisi karbon," ujar warga Jongkong, Kapuas Hulu, tersebut. Lebih dari 50 persen wilayah Kapuas merupakan lahan basah atau selalu tergenang air. Riset menyatakan kondisi tersebut sangat menunjang kehidupan pohon kratom. Sementara itu, Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan kratom merupakan tanaman yang potensial untuk menahan abrasi sungai dan rehabilitasi lahan rawa pasang-surut. 

Ibrahim mengakui ada sebagian orang yang menyalahgunakan kratom dengan mengonsumsinya secara berlebihan. Hal itu dapat dicegah lewat perangkat aturan dan hukum. "Bukan serta-merta melarang kratom," kata dia.

ASEANTY PAHLEVI (PONTIANAK, KAPUAS HULU)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus