Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mabuk Gaya Manado

Tingkat kecanduan alkohol di sulawesi utara cukup tinggi.(ksh)

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CAP tikus ternyata bukan merk. Tetapi minuman keras khas Minahasa dengan kadar etanol rata-rata 17%. Minuman itu disebut cap tikus sebagai kenangan untuk tikus-tikus hutan yang sering disantap para peminum ketika menenggak minuman keras itu. Para peminum di sana punya semboyan: "Satu seloki tambah darah. Dua seloki tanda pergaulan. Tiga seloki tumpah darah." Dan para peminum di daerah Sulawesi Utara kelihatannya cenderung memilih semboyan terakhir. Sebab, berdasarkan penelitian yang dilakuKan pemerintah daerah setempat, di tiap desa di sana rata-rata terjadi 12 kejahatan pada tahun 1982, yang terjadi karena minuman keras. Menurut Antara, pertengahan bulan lalu, kejahatan itu antara lain perkelahian (27%), penganiayaan (12%), pembunuhan (7%), dan perkosaan (4%). Kekerasan demi kekerasan itu dilakukan baik oleh anak-anak muda maupun orang dewasa. Tingkat kecanduan alkohol di daerah itu cukup mencemaskan. Daerah dengan penduduk sekitar 2 juta jiwa itu mengkonsumsikan minuman keras 2,1 juta liter per tahun. Karena itu, cukup alasan bagi Gubernur Mantik untuk menertibkan pembuatan dan penjualan minuman yang dibuat dari enau itu sejak pertengahan 1983. Pabrik yang tidak memllikl izin dilarang bekerja. Demikian juga warung-warung pengecer. Para pecandu jadi sempoyongan untuk membelinya, karena harganya kontan naik dari Rp 200 menjadi Rp 1.000 per botol ukuran 700 cc. Yang paling menderita adalah Sangir Talaud dan Bolaang Mongondow, karena penduduknya kurang mahir membuat cap tikus. Para pedagang menyelundupkannya dari Manado. Kelihaian mereka sempat membikin mabuk pihak keamanan. Sebab, minuman keras itu mereka selundupkan dengan memasukkannya ke dalam slang plastik sepanjang 40 sampai 50 meter. Sebelum terbongkar, semula pihak keamanan menyangka gulungan selang itu peralatan kapal. Pengaruh minuman keras tradisional itu terhadap kesehatan masyarakat setempat, menurut sumber di kantor dinas kesehatan setempat, tampak dari jumlah pasien pada rumah sakit jiwa yang terdapat di Kota Manado. Sepanjang tahun 1982, penderita ketergantungan pada alkohol yang dirawat di situ mencapai 1.500 orang. Penderita yang entengan, yang berobat jalan, tercatat 3.000 orang. Angka penderita yang harus dirawat itu kemudian meningkat menjadi 1.600 pada tahun 1983. Sedangkan yang berobat jalan jumlahnya tetap. Menurut dr. Hidayat dari Rumah Sakit Jiwa Manado, banyak penderita penyakit jiwa yang masuk rumah sakit jiwa itu karena minuman keras. Ada yang bisa disembuhkan, tetapi banyak juga yang tak tertolong. Mereka ditangani sama halnya seperti penderita penyakit saraf. "Dengan tambahan, harus menghentikan kebiasaan minuman keras secara berangsur-angsur," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus