KERACUNAN tempe bongkrek suda rutin terjadi, korban berjatuhan tanpa bisa dicegah. Musibah ini tiap kali terasa begitu tragis, karena memang suli dipisahkan dari masalah kemiskinan. Mungkin karena itu pemerintah daerah sampai kini tidak juga melarang pembuatan tempe bongkrek, atau tidak berkampanye melarang rakyat memakan pangan beracun itu. Namun, semestinya ada sesuatu yang dilakukan, agar musibah bongkrek tidak terulang. Inisiatif datang dari dunia ilmu. Dr. Sabikis, ahli biokimia Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, belum lama ini menyelesaikan penelitiannya. Percobaan laboratorium dengan tikus menunjukkan hasil positif, air kelapa hijau memang manjur. "Pada masyarakat tradisional air kelapa hijau ini sudah lama dikenal sebagai antidotm atau penawa racun," ujar Sabikis. Seperti diketahui, air kelapa hijau juga ampuh untuk menurunkan panas badan. Pada awal penelitiannya, Sabikis menemukan bahwa air kelapa itu mengandung asam tanin yang bisa menangkal racun logam berat, misalnya timah dan arnin. "Prinsipnya, asam ini mengikat logam berat dalam darah, dan membentuk garam tanat," ujar sang peneliti. "Reaksi ini membuat jumlah logam berat dalam darah terus berkurang." Di samping itu, protein air kelapa hijau juga spesifik karena mampu mengendapkan racun logam berat dalam darah dan mengubahnya menjadi proteinat, yang dalam ilmu kimia dikenal berbentuk molekul. Lalu, "Dalam bentuk molekul, logam berat jadinya tidak berbahaya lagi," kata Sabikis. "Tapi penelitian saya ini bersifat kualitatif," kata ahli yang kini berusia 52 tahun itu. "Jadi, saya tidak bisa menghitung secara persis berapa kadar tanin dalam air kelapa hijau." Penelitian sarjana kelahiran Klaten itu pada dasarnya memang hanya pembuktian adanya antidotum pada air kelapa hijau. Sedangkan untuk memproduksi penawar racun, diperlukan penelitian kuantitatif. Namun, Sabikis memperkirakan, kadar protein penawar racun pada air kelapa hijau 0,25-0,50 %. Maka, untuk penawar racun kira-kira satu gelas air kelapa hijau berumur 4 bulan bisa diandalkan. Penelitian Sabikis dimulai sejak tahun 1985. Bersama asistennya, Darsono, ahli biokimia yang juga dosen, ia mulai meneliti dan mencari penangkal racun tempe bongkrek. Menurut Sabikis, racun bongkrek berasal dari racun bakteri pseudomonas cocovenenas - bakteri yang berkembang biak pada ampas keiapa, yang digunakan untuk membuat tempe bongkrek. Racun ini merusak, karena mengganggu re?ksi-reaksi seluler (terjadi pada sel-sel jaringan). Akibatnya yang paling fatal adalah terganggunya produksi senyawa yang dikenal dengan nama ATP (Adinosin Tri Phosphat). "ATP ini sangat penting karena merupakan senyawa penyimpan energi," kata Sabikis. Energi sel ini diperlukan untuk berbagai proses penting, seperti metabolisme dan pembelahan sel. "Terganggunya ATP menimbulkan kematian," kata Sabikis. Sabikis dan Darsono menemukan, protein air kelapa hijau ternyata mengandung gugus sulfhidril (SH). Inilah antidotum bagi racun tempe bongkrek. Dalam percobaan laboratorium terbukti SH mengikat racun yang diproduksi pseudomonas cocovenenas. "Jika sudah diikat SH, racun tidak lagi mengganggu produksi ATP, " ujar Sabikis. Untuk pertolongan pertama, air kelapa hijau ini, kata Sabikis, bisa diandalkan. Kelapa harus dipetik dari pohonnya, dan jangan sekali-kali dijatuhkan. "Guncangan yang terjadi karena jatuh bisa mengubah keseimbangan protein yang ada pada airnya," Sabikis menjelaskan. Selanjutnya, agar air kelapa mudah larut ke dalam darah, Sabikis menganjurkan, "ketika diminum tambahkan garam dapur." Dalam uji in vitro dengan tikus ditemukan bahwa tanpa bantan air kelapa hijau, binatang itu mati dalam waktu dua jam setelah diinjeksi dengan asam bongkrek. Tapi setelah disuntikkan air kelapa hijau setengah jam kemudian tikus bertahan selama 7 jam. Bila asam bongkrek disuntikkan bersamaan dengan air kelapa hijau, tikus percobaan bertahan sampai 24 jam. "Percobaan ini menunjukkan, protein air kelapa hijau adalah antidotum bagi racun tempe bongkrek," kata Sabikis meyakinkan. Jis, Heddy Lugito (Yogyakarta)