Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ajak anak ke sekolah agar mereka bisa merasakan suasananya.
Penting untuk menyiapkan mental dan kemampuan kemandirian anak.
Perlu pula berlatih di rumah seolah-olah mereka akan pergi sekolah.
Dalam waktu dekat, dua putra kembar Firmandani (bukan nama sebenarnya) akan segera masuk taman kanak-kanak (TK). Sedangkan kakaknya, si sulung, sudah duduk di sekolah dasar. Selain mesti menabung cukup lama karena biayanya cukup besar, Firman dan istri harus menyiapkan mental si kembar Fadli dan Fadla untuk masuk sekolah. Agar mereka tak kaget ketika masuk sekolah nanti, Firman lebih dulu mengenalkan mereka ke beberapa sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelumnya, saya sering bawa mereka melihat-lihat dan putar-putar ke beberapa sekolah. Mereka melihat ada anak-anak berkumpul," ujar Firman kepada Tempo, Jumat, 3 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekerja swasta yang tinggal di daerah Ciledug ini mencoba melihat kemauan si kembar. Setelah sering melihat anak-anak berkumpul, ternyata Fadli dan Fadla bersemangat dan meminta bersekolah. Setelah melihat situasi di beberapa sekolah, keduanya pun memilih sekolah yang mereka sukai. "Di TK ini, kalau pagi murid-muridnya diajak bernyanyi. Kalau di sekolah lain, langsung masuk kelas," ujar Firman.
Namun Firman mengatakan kepada dua putranya itu bahwa mereka tidak akan ditemani ayah-bundanya. Mereka pun sudah mengetahui hal tersebut karena sering ikut mengantar kakaknya ke sekolah. Firman hanya menerangkan bahwa di sekolah itu mereka akan banyak bermain, bertemu dengan teman baru, dan menghitung dinosaurus. "Mereka sangat menyukai dinosaurus." Firman juga mengajari si kembar soal urusan ke belakang, seperti pipis atau pup.
Sedikit berbeda dengan Firman yang sudah memastikan sekolah untuk si kembar, Arif dan istri—yang tinggal di Tangerang Selatan—tengah mencari sekolah untuk putra keduanya, yang juga akan masuk TK. Mereka mencoba mengenalkan si kecil dan melakukan orientasi di beberapa sekolah, baik secara daring maupun luring. "Kami mencoba di beberapa sekolah, mengajak si anak melihat langsung, sehingga mereka bisa memilih lebih suka dan nyaman di mana," ujar Arif.
Ia juga melakukan wawancara dengan pengelola sekolah untuk memastikan sistem pembelajarannya. Namun Arif belum menyiapkan lebih lanjut hal-hal yang lebih detail dan aktivitas untuk kemandirian anak.
Ilustrasi periapan masuk sekolah. Shutterstock
Zuhaida, ibu dua putri di Bekasi, juga memilihkan TK untuk putranya, Elmiir. Ia mencari sekolah yang dekat dengan rumah, dan anaknya menyukai sekolah tersebut. Sekolah itu menerapkan konsep Montessori yang mengajarkan pengalaman hidup sehari-hari. Sebelum sang anak masuk TK pada Juli mendatang, ia sudah memasukkan putranya ke sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD). Bagi Zuhaida, yang kebetulan mengelola day care, hal yang terpenting adalah membuat putranya terbiasa dengan anak baru. Sebelumnya, Elmiir hanya butuh waktu dua pekan hingga tidak lagi ditemani di sekolah PAUD.
Zuhaida merasa senang anaknya bisa belajar empati dan percaya diri. Jika ada sesuatu, ia melanjutkan, Elmiir langsung menyampaikannya kepada guru. Ia mencontohkan ketika putranya merasa tidak nyaman dan kepanasan di kelas. "Dia bilang ke gurunya, 'Kenapa panas banget di sekolah? Aku mau pindah ke kelas yang ada jendelanya,'" ujar Zuhaida, menirukan ucapan anaknya. Ia percaya putranya di TK nanti tak akan banyak menemui kesulitan dalam beradaptasi.
Upaya-upaya yang dilakukan para orang tua tersebut sudah berada di jalan yang benar. Hal paling utama yang harus mereka lakukan, menurut penulis blog tentang parenting, Grace Melia, adalah mengenalkan lebih dulu kepada anak seperti apa sekolahnya. Orang tua bisa mengajak anak main ke sekolah atau melihat gambar. "Apalagi kalau ini pengalaman perdana ke sekolah, tumbuhkan dulu rasa aman anak," ujar Grace dalam sebuah unggahan di akun @grace.melia. Orang tua juga bisa bercerita tentang hal-hal yang menyenangkan lebih dulu.
Hal lain yang perlu disiapkan adalah melatih anak mengenali sinyal tubuh mereka saat kebelet buang air kecil atau buang air besar dan bagaimana cara menyampaikannya ke guru. Karena masih butuh pendampingan, menurut Grace, tak apa-apa jika anak belum bisa melakukannya sendiri. Penting juga mengenalkan urutan kegiatan yang berhubungan dengan kemandirian.
Contohnya membuka tas, mengeluarkan barang, serta merapikan kembali semua barang dan peralatan saat akan pulang sekolah. Beri tahu pula barang-barang milik mereka agar tak tertukar. "Mungkin bisa ditempeli stiker agar anak lebih mudah mengenali barang miliknya," ujarnya.
Mengutip dari Zero to Three, orang tua bisa menyiapkan putra-putrinya sebelum ke sekolah dengan mengeksplorasi kegiatan berpura-pura sekolah. Orang tua bisa melatih cara berpamitan ke sekolah atau menyapa guru, menyapa teman-teman, dan memberikan gambaran ihwal aktivitas di sekolah, seperti bernyanyi dan bermain. Jelaskan rutinitas yang akan mereka jalani.
Ajari pula anak kemampuan kemandirian dengan membawa barang-barang dan merapikan tasnya, memakai sepatu, atau merapikan kotak bekal makanan sambil bermain layaknya sedang piknik.
Lalu, ketika mengajak anak ke sekolah yang dituju, cobalah bermain-main di halamannya beberapa kali. Hal ini bertujuan meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri anak saat berada di tempat baru. Jika anak merasa khawatir, takut, dan tidak nyaman, dengarkan kekhawatiran mereka serta beri dukungan. Sampaikan kepada anak agar tidak sungkan mengatakan atau berbagi hal yang mereka rasakan.
DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo