Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sapporo terletak paling utara di Jepang. Kota metropolitan ini terkenal dengan hidangan laut, ski, dan festival salju internasionalnya. Namun bagi pecinta kuliner, kota ini dikenal sebagai tempat kelahiran miso ramen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Miso ramen seperti mi sup kental. Ada beberapa versi mengenai terciptanya miso ramen. Beberapa pihak menyatakan miso rame tercipta ketika seorang juru masak yang mengantuk dan mengacaukan pancinya. Sementara yang lain mengklaim bahwa miso ramen tercipta ketika seorang pelanggan mabuk meminta mie dalam sup miso-nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, miso ramen disepakati berasal dari Sapporo, ibu kota Hokkaido, tepatnya setelah Perang Dunia kedua. Kemudian pada saat Olimpiade Musim Dingin di Sapporo pada tahun 1972, kota tersebut telah menggabungkan sekelompok pedagang kaki lima menjadi satu tempat permanen, yang sekarang dikenal sebagai Ramen Alley.
Ramen Alley
Ramen Alley terletak di tengah kedai izakaya yang ramai dan ruang karaoke di Susukino, kawasan ramai malam di Sapporo. Di dalam gang yang diterangi lentera ini terdapat setidaknya 17 restoran ramem yang memberikan sentuhan uniknya sendiri.
Setiap kedai, terdapat koki yang memimpin seperti seorang biksu pejuang. Sementara pecinta kuliner akan berdesak-desakan menyusuri jalan raya yang padat, mengintip melalui jendela untuk mencari kursi kosong. Untuk semangkuk hangat miso ramen harganya sekitar 1,037 yen atau sekitar Rp 110 ribu.
Di ujung gang terdapat restoran ramen Haruka, kedai ramen ini dijuluki Toko Ramen Rock and Roll. Kapasitasnya hanya untuk delapan pengujung, dindinngnya dihiasi gitar elektrik berwarna ceria.
Yuya Sasaki, koki Haruka, mengatakan tema restorannya menemukan ramen yang sempurna. Dia tidak menyangka miso ramen di mulai di kawasan itu, hingga sekarang dapat dinikmati di seluruh dunia.
"Tapi saya selalu mengatakan bahwa ramen yang enak itu seperti musik yang bagus, ia bisa dinikmati di mana saja,” katanya kepada Travel+Leisure.
Sementara menurut Tetsuya Tanaka, koki di Ichikura rahasianya terletak pada keseimbangan bahan-bahannya. Setiap mangkuk ramen berbeda-beda, seperti ombak lautan.
“Kita tidak bisa mengharapkan mangkuk yang sama dua kali, tapi kita bisa mendapatkan perpaduan yang tepat antara sayuran goreng, kaldu, miso, mie, dan topping. Bahan dasar kaldu sangatlah penting. Itu yang menyatukan semuanya,” katanya.
Mencari ramen yang sempurna
Restoran paling terkenal di Ramen Alley, Tokuichi Tomiya. Berdiri selama lima dekade dan diwariskan dari ayah ke anak. Ada beragam penghargaan yang dikantongi, termasuk beberapa gelar Ramen of the Year nasional.
Di dalamnya terdapat 20 kursi yang dihiasi berbagai foto pengunjung terkenal mulai dari pegulat sumo profesional dan pemain bisbol hingga Glenn Miller Band. Ramen yang disajikan bergaya tradisional, di atasnya diberi sesendok jagung dan sepotong mentega. Cara memakannya disarankan dengan menyuput sambil menghirup ramen. Dengan begitu dapat mencoba mengekstraksi rasa paling banyak dari mie sekaligus mendinginkannya.
Kepala koki Yomichio Kosaka mengatakan bahan rahasia di balik kesuksesan keluarganya dalah lemak babi yang mengandung makarel. Seperti koki yang lain dia juga berusaha menciptakan ramen yang sempurna. Baginya itu seperti proses pencarian spiritual.
Kini semakin banyak yang menemui Ramen Alley dan makan di kedai keluarganya. Dia pun terkejut kedatangan pengunjung dari Indonesia, Argentina, Brazil, Italia dan Perancis. “Saya harap kehangatan makanan dan hangatnya sambutan dapat berbicara dengan sendirinya," ujarnya.
Pilihan editor: Kaitaku no Mura, Kota Amerika di Pinggir Sapporo