Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Menjaga, Melayani Dan Menindak

Tugas patroli Jagorawi menjaga aliran mobil supaya tetap berada pada kecepatan 60-120 km/jam, mengasuh pemakai jalan, memberi pertolongan bila ada kecelakaan & menindak yang menyalahi peraturan. (sd)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKO Tjahjono, arek Suroboyo, kaget setelah diterima sebagai pegawai Jasa Marga sejak April yang lalu Waktu ia membaca iklan yang mencarl tenaga untuk melola jalan tol "Jagorawi", bayangannya adalah tugas-tugas teknis. Maklum kawan kita berusia 25 tahun ini tamatan STM. Ternyata tugasnya jauh lebih berat dari dugaannya. Tetapi Eko tidak menycsal. Karena dia ada 2 alasan. Satu, karena pekerjaan itu meskipun berat tetapi baru dan menyegarkan otaknya. Kedua karena gajinya sebulan, Rp 60 ribu. "Ya senang," ujarnya kepada Widi Yarmanto dari TEMPO, "kerja lain baru beberapa bulan kan tak mungkin dapat gaji sebegitu? " Kampak Dan Sebagainya Setelah beberapa bulan, pengalaman Eko bertambah. Sekarang ia sudah bisa stir mobil, operator radio, menolong orang untuk tahap kecelakaan pertama dan bisa juga memperbaiki kerusakan kendaraan yang kecil-kecilan. Semua itu diharuskan pada setiap petugas patroli Jagorawi di dalam pendidikan mereka. Itulah senjata mereka, karena mereka tidak dilengkapi senjata sungguhan seperti polisi. Eko hanya satu dari 54 orang petugas patroli. Ia bertugas setiap hari di atas sebuah mobil pick-up berwarna biru dan kuning. Di atas kap mobil ada pengeras suara yang bisa berkoar sampai jarak 500 m. Dilengkapi radio, 2 tabung Yamato, dongkrak, kunci pas, sekop, kampak, gergaji, sabit, satu jerigen air dan 10 liter bensin. Yah seperti orang mau pergi jauh entah ke mana. Tapi percayalah, semua yang dibawa bukan untuk pameran. Perihal kampak misalnya. 'Gunanya kalau ada kecelakaan tak bisa buka pintunya, gedor saja dengan kampak," kata Gunarso (30 tahun) seorang kepala regu patroli. Tugas patroli Jagorawi menjaga aliran mobil supaya tetap berada pada kecepatan sekitar 60 hingga 120 km perjam dalam keadaan aman. Untuk itu jalan harus dijaga kondisinya. Mereka juga bertugas mengasuh para pemakai jalan, termasuk memberi pertolongan kalau ada kecelakaan, kekurangan bensin atau mogok. Bahkan menindaknya kalau menyalahi peraturan penggunaan jalan, dengan denda. Jalan ini memang dimaksudkan sebagai penampung arus mobil cepat tapi tidak diharapkan jadi arena ugal-ugalan. Jalan Jagorawi dibelah oleh jalur hijau yang disebut median. Barang siapa memotong median dikenakan denda Rp 5.000. Membuang sampah ngawur juga kena pukul Rp 5.000. Mobil-mobil yang menyeruduk lewat tanpa membayar tiket, langsung dicegat dan dikenakan denda 10 kali. Kalau ada mobil mogok lebih dari satu jam dikenakan denda Rp 3.000. Setiap satu jam berikutnya dihitung Rp 1.000. Kalau mau ditarik, disediakan derek dengan ongkos pertama Rp 3.000, lalu setiap kilometer dihitung Rp 100. Untuk mobil yang kekurangan bensin, petugas patroli dapat menjuali 10 Iiter bensin dengan harga Rp 100 per liter. Sedangkan kerusakan-kerusakan kecil akan diberikan pertolongan pertama yang dianggap sebagai bagian dari servis jalan. Petugas patroli akan datang menyalami. "Tapi kadang meskipun kita sapa ada sopir yang acuh. Barangkali takut kalau setelah dibantu dimintai ongkos. Terutama sopir-sopir truk dan colt," kata Gunarso. Sejak Jagorawi dibuka sampai Oktober yang lalu, tak kurang dari 1.137.447 buah kendaraan yang lewat. Hasil pendapatan karcis tercatat Rp 363.375.525, sedangkan dari pelayanan dapat Rp 7.609.934. Dari atus itu sudah terjadi 65 kecelakaan dengan korban ringan 63 orang, luka berat 20 orang, dan mati lima orang. Rata-rata di bulan Maret, setiap hari ada 3071 buah kendaraan lewat, yang meningkat di September menjadi 5890. Dapat dimengerti semakin lama tugas para patroli semakin banyak. Terutama lantaran adanya tugas-tugas sampingan. Bukan hanya mobil tetapi motor dan manusia banyak nyelonong jadi urusan. Jagorawi yang sebenarnya khusus untuk mobil kadangkala sering disusupi sepeda motor. Satu kali Eko menghadapi seorang pengendara motor yang nekat, yang masuk jalan tol dari Cibinong menuju Jakarta. Para petugas menghadang, petugas malah ditendang. Lalu terjadi kejar-kejaran. Motor memang bukan tandingan mobil. Motor itu kemudian menerobos pagar membelok ke kampung. Para petugas tak ada waktu untuk menguntit. Mereka hanya berteriak: "Maling, maling!" Penduduk kemudian mengubernya beramai-ramai. Tak tahulah bagaimana nasibnya. Semoga Tuhan melindunginya tetapi menghukum kenekatannya. Uber-uberan sebenarnya tidak akan pernah terjadi, sebab tugas diperlengkapi dengan radio. Kalau ada apa-apa, cukup kontak melalui radio dan menyebutkan nomor mobil, petugas di pos lain sudah menghadang. Bukan hanya buat para pelanggar, juga mobil yang dicurigai telah melakukan tindakan kriminal cepat bisa diberangus kalau masuk jalan tol. Suami Isteri Mobil patroli Jagorawi tadinya ada 4 buah, beroperasi setiap setengah jam sekali. Sekarang hanya digunakan 2 buah untuk efisiensi. Pada suatu malam Eko berhenti untuk memeriksa sebuah mobil yang nemplok di jalur lambat. Eh, baru saja didekati, ternyata isinya dua mahluk Tuhan yang sedang bercumbuan. Eko pun memberi salam, permisi dan menganjurkan agar mobil dijalankan kembali. "Mereka cuma iseng, saya kira nggak ada yang punya fikiran bercumbu di Jagorawi, mumpung memanfaatkan kesempatan saja," kata Eko. Lain waktu, Eko yang memakai stelan atas biru muda dengan celana biru itu, melihat sebuah mobil oleng. Sebentar ke jalur kiri, sebentar ke kanan. Terbetik dalam benaknya, itu mungkin orang mabok. Sebab jalur kanan hanya dipergunakan untuk nyalip -- begitu tersalip, harus kembali ke jalur kiri. Kalau membangkang harus diperingati. Maka Eko pun mendekat dengan mobilnya. Eh, tahu-tahu di dalam mobil ada mahluk Tuhan lagi, sepasang suami isteri yang sedang bertengkar. Eko terpaksa mendamaikan. Mobil pun berjalan normal kembali. Tetapi belum jauh, kembali lagi oleng. Untung tidak terjadi kecelakaan. Lebih payah lagi menghadapi manusia. Sejak Jagorawi dibuka banyak penduduk yang belum tahu bahwa jalan itu bukan untuk manusia jalan kaki hingga ada orang seenaknya menyeberang. Kalau kebetulan kepergok dan diberitahu itu biasanya ia minta maaf dan mengaku baru satu kali ia mencoba. Tapi ada juga yang balik melotot. "Dikasih tahu demi keselamatan dia, malah menantang," kata Eko. Seorang teman Eko mengatakan penduduk sekitar jalan itu kadangkala terlalu berani. Jangankan petugas patroli yang tak bersenjata, polisi pun mereka ledek. Biasanya sambil melotot lalu pantatnya ditunggingkan supaya para petugas keki. Nenek-nenek yang sempoyongan juga ada yang mencoba menyeberang. Dipanggil dia acuh-acuhan saja. Bahkan tak jarang orang masih menyeberang jalan tol padahal ada jalan penyeberangan khusus. Kalau ditangkap enak saja menjawab: "Habis, jalan di bawah becek, pak." Gunarso seorang petugas patroli karena jengkel berseru: "Asal ngomong saja, padahal rumahnya di kampung juga becek." Satu ketika ada juga seorang pemuda santai di jalur hijau membawa ransel. Ia melenggang sambil menghirup udara sore yang segar. Waktu disapa apa maunya, ia tenang saja menjawab: "Mau jalan-jalan." Asalnya dari Kemayoran, dengan sejujur-jujurnya ia memang tidak tahu perbuatannya itu terlarang. Berbeda dengan orang-orang gila yang bukannya tidak tahu peraturan tapi tidak peduli apa saja. Sebab Sukardi, petugas usia 19 tahun yang pernah menjumpai orang gila malah kena plotot waktu berusaha memberitahu. "Terpaksa kita takut-takuti supaya mau keluar pagar," kata Sukardi. Bagi penduduk yang sudah tiga kali kepergok melakukan penyeberangan, biasanya dibawa ke kantor. Disuapi dengan indoktrinasi, dibumbui sedikit ini dan itu agar kapok. Khususnya para tukang sayur. Caranya gampang, pikulannya diangkut saja. Kalau orang itu kebetulan tukang ojek, sepedanya yang dibawa. "Kalau saya lagi kesel, saya naikkan mobil dan baru saya turunkan setelah dua kilometer, biar kapok," kata Gunarso. Jalan juga sering kotor karena bangkai tikus, musang atau kelinci. Kalau dibiarkan bisa membawa kecelakaan. Seorang anak pernah melemparkan krikil kecil dari atas jembatan. Tapi mengenai kendaraan yang sedang melesat laju sekali. Akibatnya fatal. Kaca mobil berantakan. Tetapi orang-orang hidup pun (penduduk setempat) sering nongkrong di pinggir jalan, alasannya nonton orang ngebut. Yang sulit adalah kalau satu ketika orang kampung sekitar mengusung jenazah, menyeberangi jalan yang sudah dipagar itu. Petugas patroli terpaksa menunggu dengan sabar, sampai iring-iringan itu balik kembali. Lalu ditanyai sekedar ingin tahu siapa sebenarnya yang memberi izin lewat di situ. Giliran patroli diganti dua hari sekali. Ada yang dapat giliran antara pukul 7 pagi sampai pukul 3 siang. Ada yang pukul 3 sampai pukul 11 malam dan yang terakhir antara pukul 3 dinihari sampai pukul 7 pagi. "Kalau pas kerja malam, wah sepi, apalagi kalau sudah tidak ada kendaraan yang lewat," kata Eko. "Ngantuknya bukan main. Hiburan satu-satunya hanya radio." Yang dimaksudkan dengan radio adalah alat penghubung dengan patroli pusat. Ada juga hiburan berat, misalnya kalau ada colt sayur yang terbalik. "Bisa pegel juga ngangkutin sayur," kata Sukardi. Meskipun petugas patroli ini berusaha untuk menjalankan kewajibannya tanpa pandang bulu, antara kampung Makasar dan Kramat Jati mereka tak bisa berkutik. Daerah itu hanya dilewat saja. Kalau ada yang nyeberang atau ada jemuran di depan hidung, dibiarkan saja. Kenapa? "Kerja percuma," kata Gunarso, kepala regu yang bergaji Rp 65 ribu itu. Karena akan "menghabiskan tenaga saja. Mereka kebanyakan anak ABRI. Biar ABRI saja yang turun tangan." Maksudnya regu patroli Polantas atau Sabhara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus