Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARTATI girang saat membaca iklan di sebuah majalah pekan lalu. Selama ini, perempuan 34 tahun dengan lensa kontak minus delapan itu berpikir, lasik adalah satu-satunya jalan untuk memperbaiki penglihatannya. Ternyata kini ada solusi lain yang menjanjikan: kacamata berlubang (pinhole). Dibanderol Rp 165-300 ribu—bergantung pada merek dan modelnya— produk ini diklaim bisa membuat Anda menanggalkan kacamata selamanya.
Bentuknya memang tak berbeda dengan kacamata biasa. Namun, yang dibingkai bukanlah kaca, melainkan bahan elastis polipropilen berwarna hitam dan berlubang-lubang kecil mirip saringan teh. Fungsinya untuk melatih lensa mata agar mampu memfokuskan bayangan benda tepat di bintik kuning retina mata. Dengan begitu, orang yang menderita rabun jauh atau dekat akan mampu melihat dengan jelas.
Natural Vision, salah satu produsen kacamata berlubang ini, menggunakan beberapa prinsip metode Bates. Lewat buku Perfect Sight without Glasses yang diterbitkan pertama kali pada 1912, dokter Bates menyatakan kacamata kerap kali justru menghambat kemampuan mata sembuh secara alamiah. Berbasis inilah, Natural Vision mengembangkan produk, yang jika rajin-rajin dipakai bisa memulihkan kembali mata minus (miopia), plus (presbiopia), dan berbagai jenis kerabunan lain. Tak perlu kacamata, lasik, atau pengobatan lain.
Selain itu, kacamata tanpa lensa ini dibuat untuk manusia modern, terutama yang harus bekerja di depan layar komputer. Menurut penelitian ahli kedokteran di Jepang, bila seseorang berada di depan layar komputer selama dua jam terus-menerus, sel-sel di mata dan otak akan kekurangan oksigen. Akibatnya, mata menjadi penat, berair, atau malah kering, penglihatan kabur, hingga kepala pusing.
Tapi, sebelum memutuskan memilih kacamata tanpa lensa, marilah kita ”bedah” struktur mata.
Dokter spesialis mata dari Jakarta Eye Centre, Elvioza, menjelaskan ada dua jenis kelainan mata: refraksi dan organik. Kelainan refraksi meliputi mata minus, plus, dan silindris. Kondisi ini terjadi ketika sinar dari luar tidak jatuh tepat di retina. Supaya bisa melihat jelas, pasien harus memakai kacamata dengan titik fokus lensa dimundurkan untuk mata minus dan dimajukan untuk mata plus. Adapun pada penderita kelainan mata organik, sinar sama sekali tidak sampai di retina, misalnya katarak, kelainan kornea, dan peradangan.
Sepasang mata dianggap normal jika mampu melihat jelas di sisi tengah dan pinggir retina. Nah, kacamata pinhole, dengan model berlubang-lubang, hanya membantu menajamkan penglihatan di titik-titik tertentu, bukan keseluruhan. Itu pun hanya bisa dilakukan pada penderita gangguan penglihatan refraksi, baik plus maupun minus, dengan derajat kecil. ”Jangka waktunya juga sementara,” kata Elvioza. Sementara itu, pasien kelainan organik tak akan terbantu dengan alat ini.
Meskipun demikian, alat ini bisa membantu ”mengistirahatkan” mata setelah seharian dipakai bekerja. Ia mampu mengendurkan ketegangan otot-otot mata setelah berada di depan komputer atau televisi dalam jangka waktu yang lama. Pemakaiannya juga bukan untuk sepanjang hari seperti kacamata biasa, tapi hanya 30 menit hingga tiga jam sehari, bergantung pada kondisi mata.
Hanya, menurut Elvioza, sebenarnya banyak cara untuk merihatkan mata tanpa keluar banyak biaya. Kelelahan mata terjadi tatkala sepasang organ itu terus-menerus melihat dari jarak dekat. Bagi mereka yang bekerja di depan komputer, sebaiknya berhenti setelah bekerja setiap dua hingga tiga jam sekali dengan memandang ke ruang terbuka hingga 10 menit.
Bisa juga dengan sesekali memejamkan mata di sela aktivitas sehari-hari atau mengompres mata dengan kain bersih dingin. Merelakskan mata dengan ”cuci mata” ke mal juga bisa berguna, asalkan tidak sampai menguras isi kantong.
Andari Karina Anom
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo