Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mereka Tersendat-sendat

Para mahasiswa bandung, membentuk perhimpunan maha siswa untuk studi kependudukan & kegiatan keluarga berencana di indonesia. perhimpunan ini masih tersendat-sendat karena masalah biaya.

16 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASALAH kependudukan agaknya tidak hanya berhenti pada kampanye Keluarga Berencana seperti sekarang ini, yang hanya ditujukan kepada pasangan suami-isteri. Anak-anak muda sudah waktunya ikut menyadari betapa pentingnya pembatasan jumlah keluarga untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Fikiran seperti ini memang telah muncul di kalangan mahasiswa Bandung sejak tahun 1973. Dari sebuah seminar yang diprakarsai Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia, Jawa Barat, lahirlah tekad beberapa mahasiswa untuk ikut aktif ambil bagian dalam menyebar-luaskan ide tentang KB kepada golongan mereka sendiri. Sebab KB, menurut mereka, bukanlah masalah buat orang-orang-tua belaka. Menyusul seminar itu maka muncullah dalam tubuh PKBI, Jawa Barat, sebuah divisi mahasiswa dan pemuda. Kegiatan utama divisi ini antara lain memberikan penerangan-penerangan kepada kelompok muda-usia, ceramah untuk murid SLA maupun kemah-kerja untuk anak-anak muda luar sekolah. Namun belum sampai berumur setahun divisi ini mulai terganggu kerjanya, berhubung beberapa tenaga mereka tak sanggup meneruskan kegiatan, karena takut terganggu pelajarannya di bangku sekolah. Aktivisnya tinggal 12 orang. Kecuali itu ada masalah lain yang mereka hadapi, yaitu sikap PKBI Pusat yang menolak untuk mensyahkan adanya divisi pemuda dalam tubuh organisasi tersebut, sementara para mahasiswa tadi ingin mendapat posisi yang pasti dalam organisasi, supaya kegiatan mereka lebih mantap. Tidak amatiran. Akhirnya para mahasiswa memang harus rela meninggalkan PKBI untuk meneruskan cita-cita mereka. Bulan Oktober 1974 dengan akte notaris mereka bentuk sebuah perhimpunan yang bernama cukup panjang: Perhimpunan Mahasiswa Untuk Studi Kependudukan dan Kegiatan Keluarga Berencana di Indonesia. Untuk menghemat nafas organisasi ini disebut saja Student Association. Radius 60 Km "Kegiatan SA terutama berupa studi, diskusi intern. Kemudian idenya disebarkan ke masyarakat luas", begitu kata Hertog Saud, ketua himpunan. Agaknya walaupun para aktivis SA ini sudah sejak awal menyadari untuk tidak terlatu tergantung kepada fihak lain, namun apa yang mereka rencanakan belum sepenuhnya terlaksana. Mereka tetap amatir. Karena itu bisa diduga bahwa mereka akan terbentur pada masalah biaya. "Memang ada iuran antar anggota", katanya menyambung. "Tapi cuma Rp 50 per bulan". Sudah pasti tak banyak artinya, karena anggota mereka sampai saat ini hanya 64 orang saja. Salah satu syarat untuk jadi anggota SA adalah aktivis mahasiswa. "Dengan harapan agar mereka bergairah menyebarkan ide-ide SA", katanya. Tampaknya SA masih tertatih-tatih. Fikiran yang baik sering tak bersmbut. Datam sebulan rata-rata hanya sekati mereka mengadakan ceramah di sekolah. Sampai saat ini, belum ada sekolah yang secara khusus meminta ceramah kepada mereka. Sebaliknya organisasi itulah yang menawarkan diri. Pada mulanya ceramah-ceramah semacam itu diberikan di SLA yang ada di kota Bandung sja. "Itupun kami utamakan untuk sekolah kejurusan", kata salah seorang pengurus, "dengan pertimbangan merekalah yang setamatnya sekolah diduga terus berumah-tangga, karena mereka akan langsung (cari) kerja". Dari tengah-tengah Bandung mereka merencanakan untuk menyebarkan pengertian tentang kependudukan ke daerah pinggiran kota, dalam radius 60 Km. Tapi akhirnya tokh terbentur juga pada masalah pembiayaan. Banyak kegiatan mereka yang terkatung-katung sementara untuk menyelenggarakan lomba lukis anak-anak SD, lomba tulis anak SLA dan mahasiswa, begitupun pameran buku dan ceramah yang berkisar dalam soalKB, para pengurus pontang-panting cari dana, sampai-sampai datang ke Jakarta. Banyak yang mereka bujuk untuk ikut memberikan bantuan. Tak terkecuali instansi atau lembaga yang ada kaitan langsung dengan masalah kependudukan. Tapi nampaknya anak-anak muda itu hampir-hampir putus-asa saja. "Melihat ide SA saja mereka salut. Tapi ketika membicarakan pelaksanaannya, pembicaraan jadi macet. Ide-ide yang datang dari bawah selalu susah diterima", keluh Hertog.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus