REMATIK alias encok memang bisa menyerang di mana saja - dan
umumnya awet. Bosan ke dokter, penderita beralih ke sinshe.
Sehingga segala macam obat ditelan. Apalagi berbagai merk obat
modern dan tradisonal - bebas dijual. Dr. P. Sidharta ahli
saraf yang mempunyai rumah sakit saraf dan jiwa di bilangan
Jakarta Kota khawatir karena banyak pasiennya yang semula
mempunyai keluhan nyeri di sendi sebagai gejala rematik dini,
kemudian tidak kembali lagi. Baru beberapa lama kembali lagi
dalam kondisi yang lebih parah. Bahkan dengan tambahan penyakit
lain.
Ternyata pasien-pasien Sidharta yang "hilang" itu kemudian
diketahui telah mengobati dirinya sendiri dengan berbagai obat
yang disebutkan sebagai "obat tradisional Cina". Obat-obat yang
dianggap mujarab dan banyak terdapat di los-los Pasar Pagi,
Jakarta Barat, seperti China Tung Shueh Pills dari RRC, Tung
Shueh buatan Taiwan dan Chuifong Toukuwan bikinan Hongkong,
telah mereka lahap sebagai obat rematik. Obat-obat impor ini
relatif murah, kalau dibandingkan dengan obat tradisional dalam
negeri. Terlebih lagi, betul-betul cespleng, rasa nyeri kontan
hilang.
Dalam kertas petunjuk obat bermerk Chuifong Toukuan bahkan ada
petunjuk "long life brand" untuk meyakinkan bahwa obat ini telah
dipakai sejak zaman kaisar Tiongkok. Dalam Pil Tung Shueh
bikinan RRC disebutkan khasiatnya: memperkuat ginjal dan
jaringan mani, melancarkan peredaran darah, memperkuat saraf dan
otot, dan masih banyak lagi. Sedangkan Tung Shueh: bisa
menyembuhkan mulai dari tekanan darah tinggi, rematik sampai
daya ingat yang semakin mundur. Ramuannya disebut mengandung
tulang macan 15% dan berbagai macam akar seperti biasanya
obatobat tradisional.
Melihat keadaan pasiennya yang muncul kembali itu semakin parah
bahkan dengan tambahan penyakit baru, Sidharta penasaran. Karena
itu dia kemudian minta Bagian Farmakologi FKUI untuk meneliti
ketiga obat tersebut. Penelitian dilakukan secara khromatografi
lapisan tipis dan spektrofotometri selama 6 bulan. Hasilnya?
Tong Shueh Pills eks Taiwan mengandung ramuan obat-obatan
modern, yaitu chlordiazepoxide (tranquilizer, obat penenang),
hydrochlorothiazide (yang bisa menghilangkan bengkak dan bera
ibat banyak kencing) dengan tahanan 1,81 mg per pil.
Selain itu, ada pula indomethacine (penghilang sakit) 4,80 mg
per pil. Sisanya, pil hitam yang bagaikan tahi kambing itu
mengandung dexamethasone, predmsone yang cukup tinggi dan masuk
dalam kelompok kortt osterod.
Pil merk yang sama, eks RRC, bahkan mengandung dexamethasone
yang cukup tinggi. Chuifong Jookuwan Pills eks Hongkong, selain
mengandung dexamethasone yang tinggi, juga berisi indomethacine
sampai 4,53 mg per pil. Bisa dibayangkan berapa banyak penderita
encok telah menelan"racun" kortikosteroid kalau setiap hari
penderita harus menelan 3 x 5 pil (seperti ditentukan dalam
petunjuk pemakaiannya) merk Tung Shueh bikinan RRC.
Segala macam obat - modern dan tradisional - untuk rematik,
biasanya cuma sekadar penghilang rasa nyeri saja - begitu pula
obat-obatan buatan Cina tadi. Begitu khasiat obat itu habis
penderita merasa penyakitnya kumat kembali. Akibatnya, penderita
menjadi ketagihan akan obat tersebut. Menurut Sidharta
menghilangkan sekadar nyeri saja memang mudah. Tapi tidak
mungkin menghilangkan penyakit itu tanpa harus menelan obat
lagi.
Biasanya, obat yang populer dengan sebutan bisa menyembuhkan
encok hanyalah obat penghilang nyeri (analgetik). Antara lain
obat-obatan yang mengandung kortikosteroid, azathrorine,
cyclophasphamide dan chlorambucil. Rasa nyeri bisa cepat hilang,
tetapi celakanya kalau digunakan terlalu sering, apalagi dengan
dosis yang besar, bisa menimbulkan efek sampingan. Ini yang
terjadi pada pasien-pasien Sidharta yang telah menelan
obat-obatan yang dikatakan buatan RRC, Taiwan dan Hongkong tadi.
Efek sampingan obat yang mengandung kortikosteroid ialah tekanan
darah meninggi, tulang kerangka menipis dan keropos, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun. Kortikosteroid dalam pil Tung
Shueh bila terlalu sering dimakan juga bisa mengubah fisik
seseorang. Bulu badan bertambah lebat, sementara kepala semakin
botak. Raut muka juga semakin bulat bak bulan purnama.
Gejala-gejala ini juga terdapat pada beberapa pasien Sidharta
yang pernah memakai obat-obatan Cina.
Sedangkan pil yang bermerk Aspirin, Conmel, Glifanan, Panadol,
Ponstan, Tanderil dan sejenisnya termasuk dalam kelompok
non-kortikosteroid. Ini juga dipakai sebagai penyembuh encok.
Tapi kalau dipakai terlalu banyak bisa terjadi pendarahan di
lambung dan usus, bengkak pada muka dan kaki, pusing, dan fungsi
hati serta ginjal bisa terganggu.
Jadi kalau ditelan dalam dosis yang tinggi bisa menimbulkan efek
sampingan yang lebih berbahaya ketimbang penyakit rematik itu
sendiri. Hingga kini, dunia kedokteran belum bisa menemukan
penyebab timbulnya rematik. Obat yang kini ratusan jenisnya
cuma sekadar menekan reaksi proses rematik di berbagai jaringan
dan bangunan tubuh saja. Yang manjur, belum ada.