Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Kurniawan Satria Denta, menjelaskan vaksin human papillomavirus (HPV) lebih optimal diberikan saat memasuki praremaja dan belum aktif secara seksual dibandingkan diberikan kala dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kalau vaksin HPV diberikan anak karena paling optimal diberikan pada usia kira-kira praremaja, optimal dalam memberikan kekebalan tubuh," kata anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu di Jakarta, Selasa, 14 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Vaksinasi disebut dapat menjadi upaya mencegah infeksi HPV, kanker serviks atau leher rahim, dan kanker terkait HPV lainnya. Denta merujuk studi yang mengatakan saat vaksin diberikan pada usia praremaja 9-14 tahun dan belum aktif hubungan seksual maka antibodi yang terbentuk sangat tinggi sehingga hanya butuh dua kali suntikan atau dua dosis.
Sementara itu, yang sudah berusia 15 tahun ke atas butuh tiga dosis vaksin HPV. Terkait keamanan vaksin, dia berkaca pada data di Amerika Serikat dengan cakupan vaksinasi sekitar 100 juta dosis pada 2006-2016 dan tidak ditemukan efek samping yang parah.
"Kalau disuntik nyeri tetapi penurunan infeksinya bisa hampir 100 persen," jelas Denta.
Sampai usia 55 tahun
Kemudian, meskipun vaksin disarankan diberikan pada usia praremaja, orang dewasa dan telah aktif secara seksual tetap bisa divaksin. Menurut spesialis kebidanan dan kandungan Keven Tali, vaksin bahkan bisa diberikan pada yang berusia 55 tahun.
"Usia 9-14 tahun dua dosis. Tapi orang-orang yang sudah menikah dan ingin divaksin, sudah punya anak, masih bisa, bahkan sampai usia 55 tahun juga tidak apa. Misalnya ingin divaksin tinggal dikonsultasikan ke dokter," ujarnya.
Ia menegaskan vaksin bertujuan untuk mencegah bukan untuk mengobati penyakit. Selain vaksinasi, ia menyarankan orang yang sudah aktif melakukan hubungan seksual juga menjalani pap smear.
"Jadi dimasukkan alat ke vagina lalu kita swab. Itu tindakan hanya sebentar, diperuntukkan wanita yang sudah pernah kontak seksual karena memasukkan alat ke dalam vagina yang berpotensi merusak selaput dara," papar Keven.
Pilihan Editor: Gejala Paling Umum Kanker Serviks yang Perlu Diperhatikan