Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Para-Bombay Di Tubuh Surip

Orang indonesia pertama yang diketahui memiliki golongan darah o para-bombay, surip robert morris, 6, dari wonogiri. diketahui ketika surip mejalani operasi pengambilan tumor di hidungnya. (ksh)

6 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELUARGA Pak Tonoredjo, seorang buruh tani di Wonogiri, mendadak jadi pusat perhatian. Ini gara-gara di tubuh mereka diam-diam ternyata mengalir darah dari jenis yang tergolong langka di dunia. Yakni golongan O para-Bombay, jenis darah yang hanya ditemukan pada beberapa gelintir orang saja di India, Australia, dan Belanda. Kepastian adanya pemilik jenis darah langka itu di sini terungkap secara tak sengaja awal bulan lalu. Dan orang Indonesia pertama yang ditemukan memiliki golongan darah itu adalah Surip, 6, anak bungsu dari tiga putra-putri Tonoredjo, 42. Bocah ini sekarang masih dalam perawatan dokter di Rumah Sakit Kustati, Solo, setelah menjalani operasi pengambilan tumor di hidungnya. Operasi itu sendiri sebenarnya biasa saja. Tapi, dari rencana operasi inilah cerita penemuan itu dimulai. Surip, 2 Agustus lalu, tengah menonton televisi di rumah tetangganya di Desa Balepajang, Wonogiri, Jawa Tengah. Nahas, tatkala ia tengah asyik menonton sambil tiduran, hidungnya -- yang belakangan diketahui ditumbuhi tumor -- diinjak seorang temannya yang sedang bermain kejar-kejaran. Oleh orangtuanya, anak berkulit hitam manis ini dibawa ke rumah sakit Wonogiri. Tapi, sudah 10 hari di rumah sakit, ia masih saja kerap merengek. Dan darah juga terus merembes keluar dari hidungnya. "Maka, kami putuskan membawanya ke Solo," tutur Nyonya Sidem, ibu Surip, kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Surip dibawanya ke RS Islam Kustati. Dokter Joko Sindu Sakti, ahli THT, dan Dokter Mulyoto, ahli anestesi, di RS tersebut memutuskan anak ini harus segera dioperasi: untuk mengobati tulang hidungnya yang retak sambil mengambil tumor (anginofibroma) yang tumbuh di situ. Tapi, karena sebelumnya terlalu banyak mengeluarkan darah, sebelum dioperasi, darah bocah itu harus ditambah. Nah, ketika memerlukan tambahan darah inilah diketahui, ia berdarah O para-Bombay. "Kepastian itu kami terima dari Divisi IV Transfusi Darah Pusat di Jakarta," cerita Dokter Sumarniwati. Pimpinan PMI Solo ini terpaksa mengirim contoh darah Surip ke Jakarta, karena setelah beberapa kali melakukan cross matching, semacam penyilangan untuk mencocokkan darah pasien dengan darah donor, ia dan stafnya tak menemukan jenis darah yang pas buat Surip. "Sekitar 24 kali penyilangan dilakukan, tapi tetap tak ada darah yang cocok, " ujar dokter lulusan FK UGM ini. PMI Jakarta, setelah memberikan kepastian jenis darah Surip, langsung meneleks Palang Merah Australia, meminta bantuan. 24 Agustus lalu, sekitar 400 cc darah dimaksud diperoleh dari seorang donor bernama Robert Morris. Keesokan harinya, kiriman darah berikutnya, juga sekitar 400 cc, datang lagi. Dan kali ini dari donor bernama Ernest D. Arcangelo. Dengan tambahan darah sekitar 800 cc dari donor Australia itu, Surip akhirnya bisa menjalani operasi. Kasus darah jenis langka seperti Surip Robert Morris, begitu nama lengkap anak Wonogiri itu sekarang, bukan pertama kali terjadi. November 1984 di Bandung juga pernah ada seorang gadis bernama Hani Andriani, 16, diketahui memiliki darah golongan A para-Bombay. Hani waktu itu akan menjalani operasi di ususnya. Dan ia akhirnya bisa tertolong juga karena bantuan donor dari Australia (TEMPO, 1 Desember 1984). Kini, Hani, siswa kelas II SMP di Garut, tinggal bersama orangtuanya di Limbangan, Garut, sekitar 50 km sebelah timur Bandung. Tampak sehat, gadis berkulit kuning langsat ini mengaku hanya sesekali merasa sakit nyeri di perut. "Kalau makan makanan yang pedas," katanya kepada Aji Abdul Gofar dari TEMPO. Namun, ibunya, Nyonya Tati Cholidah, tetap mengaku cemas kalau nanti penyakit anaknya kambuh. "Jika kemudian perlu darah lagi, apa masih ada donor yang mau menyumbang?" katanya. Kecemasan Nyonya Tati bisa dimaklumi. Sebab, di Indonesia, sampai sekarang baru tercatat empat orang yang memiliki darah sejenis dengan anaknya. "Kami di sini juga tak punya persediaan," kata Dokter Ramdan Panigoro, Kepala Dinas Transfusi Darah PMI Cabang Bandung. Menurut Ramdan, hingga saat ini grup-grup golongan darah yang ada di tubuh manusia jumlahnya memang banyak sekali. "Mungkin 100 lebih," tukasnya. Dan dari setiap grup ada lagi subgrupnya. Misalnya, dari grup darah Bombay, muncul subgrupnya golongan para-Bombay. Itu bisa terjadi karena interaksi (lewat perkawinan) dua gen darah manusia yang menimbulkan reaksi ketidakcocokan. "Yang pada akhirnya melahirkan sub-subgrup seperti para-Bombay tadi," katanya lagi. Darah para-Bombay sendiri, menurut Ramdan, hanya terdiri dari A para-Bombay (seperti yang kini mengalir di tubuh Hani) dan B para-Bombay yang kini belum ditemukan di Indonesia. "Jadi, kalau di Solo ditemukan ada orang yang memiliki golongan O para-Bombay, itu jelas merupakan subgrup yang baru," kata Ramdan. BARU atau tidak, yang jelas, darah jenis langka itu pertama kali ditemukan di Bombay, India. Repotnya, di negeri asalnya saja belum ada data pasti berapa banyak orang yang memiliki darah itu. Yang pasti, di Australia, untuk jenis O para-Bombay, seperti darah Surip, misalnya, hanya terdaftar delapan dari 5 juta pendonor. Tapi, Palang Merah Australia bisa "mengekspor" darah langka itu ke mana-mana, karena sudah memiliki tabung penyimpan glycerol, tabung yang dapat menjaga keawetan sel-sel darah selama tiga tahun. PMI hingga kini belum memiliki alat ini. "Harganya mahal," keluh Ramdan. Tak disebutkannya berapa sebenarnya harga alat penyimpan itu. Tapi mungkin sudah saatnya ikhtiar untuk bisa memiliki alat itu ditingkatkan. Sebab, hasil pemeriksaan PMI Solo, seperti diungkapkan Dokter Sumarniwati, positif menunjukkan bahwa ayah Surip dan juga kakaknya Sarna juga memiliki golongan darah O para-Bombay seperti Surip. Hanya karena sedang tak sehat, antara lain letih mengurus anaknya, Tonoredjo tak bisa diambil darahnya untuk anaknya. Sedangkan Sarna tak bisa diambil darahnya karena tak memenuhi syarat jadi donatir. Anggota keluarga yang lain belum semuanya diperiksa. Namun, merasa anaknya tertolong karena darah orang lain, Pak Tono sudah berjanji, "Saya nanti akan jadi penyumbang darah." Tapi niat ini baru mungkin diwujudkan jika PMI sudah siap. Sehingga Pak Tono dan keluarganya, juga Hani Andriani yang di Garut tadi, kelak, boleh juga jadi donatir, jika mendadak dari luar negeri ada permintaan darah segolongan dengan mereka. Marah Sakti, Laporan Biro Yogya dan Bandung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus