Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Apakah Anda termasuk orang yang senang berbelanja ketika melihat suatu barang yang sebenarnya tidak perlu atau istilahnya belanja impulsif. Menurut psikolog Anna Margareta Dauhan dari Pusat Informasi dan Rumah Konsultasi Tiga Generasi, ada beberapa ciri pada orang yang senang belanja impulsif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, mereka sangat memperhatikan citra diri, peduli terhadap status dan citra sosial yang positif. Hal ini biasanya terwujud dalam kepedulian akan penampilan dan barang-barang yang digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, mereka kesulitan mengelola dan mengontrol dorongan emosi, yang berujung pada kurangnya kemampuan menahan diri dari godaan belanja. Ketiga, meski tidak mutlak, biasanya mereka tidak terlalu bahagia dengan kehidupan mereka. Kegiatan membeli barang dilakukan agar merasa lebih baik atau paling tidak merasa sedikit senang.
“Biasanya belanja secara impulsif didorong oleh emosi, baik perasaan sedih, bosan, kosong, dan lain-lain. Walaupun demikian, kemudahan membeli, misalnya belanja secara daring atau adanya bazar, juga berpengaruh pada perilaku ini,” papar Anna.
Belanja impulsif juga disebabkan faktor eksternal, yaitu koneksi antara produk dan konsumen yang biasanya berupa tiga hal, yakni:
1. Koneksi fisik
Yaitu kedekatan seseorang dengan produk yang dirasakan secara langsung, misalnya dengan melihat, menyentuh, dan mencoba barang itu. Adanya koneksi fisik membuat semakin besar dorongan seseorang untuk membelinya.
2. Koneksi temporal
Yaitu kemudahan untuk membeli produk ini segera. Ini yang biasanya terjadi di bazar, promo diskon, atau travel fair. Orang akan berpikir, kapan lagi membeli barang ini dengan harga sekian karena bazar hanya berlangsung beberapa hari, sehingga terdorong membeli saat itu juga.
3. Koneksi sosial
Terjadi ketika kita melihat orang lain memakai barang itu dan kita membandingkan diri dengan orang itu. Endorsement produk untuk para artis idola, misalnya, dapat memicu pembelian produk yang sama karena adanya koneksi sosial ini.
Tidak semua perilaku belanja impulsif mengarah ke gangguan kesehatan mental. Namun perlu diwaspadai jika seseorang belanja impulsif secara berulang-ulang dan dorongan untuk berbelanja tidak terkendali. Hal ini dapat menimbulkan risiko yang besar, misalnya terlibat utang, adanya penimbunan barang, dan timbulnya stres.
“Apabila seseorang merasa hanya mendapatkan kesenangan ketika berbelanja, walaupun sebenarnya tidak memerlukan barang itu, perlu diwaspadai apakah berbelanja menjadi semacam kegiatan penghibur yang dapat mengarah ke adiksi karena kecanduan belanja bisa menjadi salah satu cara seseorang untuk memenuhi kekosongan atau rasa tidak bahagia di hatinya,” Anna memperingatkan.