Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bertahan dengan Makanan Kemasan

Ada pula pengusaha restoran yang membuat masakan matang dengan kemasan khusus agar awet dan tak berubah rasa.

12 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandemi Covid-19 tak hanya memukul para pengusaha restoran yang menyediakan layanan makan di tempat (dine in). Bisnis restoran yang mengutamakan layanan pesan antar (delivery) atau bawa pulang (take away) juga ikut melesu. Hal ini dirasakan Kemal Ardianti, pemilik restoran brisket (daging asap ala Amerika Serikat) bernama Selow yang berpusat di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama ini, kata Kemal, usaha restorannya lebih banyak berfokus pada layanan pesan antar, dengan pangsa pasar terbesar pekerja kantoran di sekitar Lebak Bulus dan Cilandak. Begitu juga dengan cabang Selow lain di kawasan Gading Serpong, Tangerang; Wijaya, Jakarta Selatan; dan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi, gara-gara banyak kantor menerapkan kebijakan bekerja dari rumah, orderan makanan dari restoran Kemal melalui aplikasi ojek daring merosot drastis. “Pada awal masa pandemi jumlah pesanan merosot banget, mungkin tinggal 20 persen dari kondisi normal.” Hal ini membuat Kemal harus bersiasat agar usaha restoran yang dirintis sejak dua tahun lalu itu tetap bertahan hingga pandemi usai.

Sebetulnya, Selow tak hanya menyediakan layanan pesan antar dan makan di tempat. Mereka juga menyediakan layanan barbeku pesanan layaknya katering. Biasanya, layanan ini dipesan untuk mengisi acara-acara seperti pernikahan, gathering perusahaan, atau acara keluarga. Layanan bernama bulk order ini juga kerap diundang untuk mengisi berbagai acara di tempat lain. “Tapi kami tak bisa mengandalkan layanan ini untuk bertahan karena, pada masa pandemi, acara-acara juga pasti dihentikan.”

Kemal lalu bersiasat dengan membuat menu makanan jadi yang dikemas menggunakan kantong khusus kedap udara. Ia mengemas daging asap racikannya yang dimasak dengan saus spesial sehingga bisa tetap awet dan praktis saat akan dihidangkan. “Konsumen tinggal menghangatkan.” Karena kemasannya kedap udara, cita rasanya pun tak berubah.

Kemal menyediakan tiga jenis daging. Ada daging sapi dan daging ayam dengan pilihan saus barbeku, saus putih, dan saus khas Indonesia yang dibanderol Rp 105 ribu per 300 gram. Khusus masakan andalan Selow, brisket, yakni daging sapi yang diasap, Kemal menjualnya Rp 105 ribu per 200 gram. Paket daging asap dalam kemasan kedap itu pun laris dipesan para penggemar Selow dan cukup membantu usahanya bertahan.

Menjual makanan jadi dalam kemasan memang solusi yang dipilih banyak pengusaha restoran. Namun, menurut Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia Budihardjo Iduansjah, strategi menjual makanan secara take away masih belum cukup berkontribusi terhadap penjualan restoran. “Layanan makan di tempat berkontribusi sekitar 80 persen terhadap penjualan penyewa gerai makanan dan minuman di pusat belanja,” ujarnya, beberapa waktu lalu. Penjualan makanan kemasan dalam bentuk beku, kata dia, sedikit menaikkan kontribusi penjualan yang semula 10 persen menjadi 20 persen.

Hal serupa diungkapkan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Bidang Restoran Emil Arifin. Menurut dia, peluang pendapatan dari konsumen yang membeli makanan untuk dibawa tipis sekali. Menurut dia, kini perusahaan restoran mencoba peruntungan dengan menyediakan makanan beku, setengah matang, atau siap masak. “Meski tak untung, setidaknya perusahaan bisa memperkecil kerugian daripada tutup sama sekali,” ujarnya.

Meski begitu, tidak semua jenis makanan bisa disajikan dalam bentuk beku atau setengah matang, seperti steak, sushi, atau mi. Hal tersebut, kata Emil, membuat pengusaha beralih menjual produk baru, meskipun berbeda dengan produk unggulan mereka. “Mereka mempertahankan merek dengan rasa. Ketimbang mengirim makanan (makanan beku produk sendiri) tidak enak, lebih baik menjual produk lain.” *

LARISSA HUDA | PRAGA UTAMA

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus