Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEPOK – Aula di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Depok, ini bersalin rupa pada Jumat petang, 30 September 2022. Ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat berkumpul para mahasiswa itu menjadi ajang peragaan busana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temanya, kebaya. Peragawati yang berlenggak-lenggok di sana bukanlah model profesional. Mereka merupakan anggota Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), komunitas yang menyebarkan ajakan agar kebaya dikenakan sebagai busana harian. Acara ini bagian dari sosialisasi tersebut. Selain fashion show, ada flashmob berkebaya, pembacaan puisi, dan tutorial mengenakan kain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami launching pertama di UI," ujar Rahmi Hidayati, Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia, di lokasi acara. Rencananya, kampanye bertajuk "Kebaya Goes to Campus" ini juga berlangsung di kampus-kampus terkemuka di kota-kota lain. Target mereka adalah daerah yang terdapat pengurus PBI, yaitu Bogor, Banten, Ambarawa, Yogyakarta, Pekalongan, Bali, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Menurut Rahmi, perguruan tinggi merupakan lembaga yang paling tepat untuk diajak bekerja sama dalam melestarikan budaya berkebaya. Sebab, baik pengelola maupun warganya paham akan nilai tradisi. "Tujuan acara ini agar generasi muda lebih mengenal kebaya sehingga tertarik mengenakannya," kata dia.
Banyak orang yang menganggap kebaya sebagai pakaian yang rumit sehingga tak cocok dipakai sehari-hari. Rahmi, 57 tahun, membantah anggapan itu. Menurut dia, kebaya bisa dikenakan dengan mudah. "Tapi memang kita aja yang enggak mau coba," ujarnya.
Dekan FISIP UI, Semiarto Aji Purwanto, menyambut positif kampanye "Kebaya Goes to Campus" itu. "Acara ini bisa menjadi satu wadah dalam meningkatkan rasa kebangsaan kita," kata Semiarto.
Dia mengatakan FISIP UI membebaskan cara berpakaian warganya. Pada momen tertentu, banyak mahasiswa berkuliah dengan mengenakan batik dan kebaya.
Sejumlah wanita mengenakan baju kebaya di Jakarta. Tempo/Hilman Fathurrahman W
"Acara ini bisa menjadi momentum untuk menyebarluaskan kebiasaan berkebaya," kata Jessica Christina, mahasiswa FISIP UI. Menurut dia, berkebaya saat ngampus bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Rekannya, Anggi Ropininta, juga tertarik mencoba mengenakan kebaya saat kuliah. "Pengin coba tampil beda dari biasanya," ujar mahasiswa jurusan ilmu komunikasi tersebut.
Berkebaya dianggap sama dengan mengenakan busana batik. Dulu, berkuliah dengan kemeja batik terasa asing. Sekarang, seperti yang disampaikan Ahmad Fadilah Hadi, mahasiswa semester 3, semakin banyak mahasiswa yang berkemeja batik. "Bosen aja kalau pakai kaus atau kemeja biasa," ucapnya.
Kebaya sebagai Warisan Budaya Dunia
Ramai-ramai berkebaya ini merupakan bagian dari upaya agar kebaya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh organisasi kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO. Berbagai komunitas di Indonesia menggelar sosialisasi dengan cara masing-masing. Perkumpulan Cinta Budaya Indonesia di Bandung, misalnya, mengumpulkan sejuta foto perempuan Indonesia berkebaya. Mereka juga kerap tampil di tengah keramaian car-free day di Dago, Kota Bandung.
Sebelumnya, Perempuan Berkebaya Indonesia memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan menampilkan 17 ribu perempuan berkebaya di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 2017. Mereka berharap UNESCO bisa melihat peningkatan gairah berkebaya di Indonesia dan memasukkannya dalam penilaian, yang memakan waktu hingga tiga tahun.
DAFFA SIDQI (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo