Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Beberapa perpustakan milik kedutaan besar di Jakarta berbenah.
Perubahan dilakukan agar perpustakaan makin modern dan menarik bagi anak muda.
Tak hanya untuk membaca buku, perpustakaan juga berfungsi sebagai ruang kerja bersama.
FANI Febianti tampak asyik berpose di ruang mezanin Perpustakaan Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 30 April 2024. Ruangan ini memang sedang viral di media sosial karena sangat Instagramable alias begitu cantik buat diabadikan lewat foto-foto untuk media sosial Instagram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cara Erasmus Huis membenahi perpustakaannya agar lebih menarik minat anak muda, khususnya generasi Z, menjadi penting di tengah perayaan Hari Buku Sedunia setiap 23 April yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). "Buku, dalam segala bentuknya, memungkinkan kita untuk belajar dan terus mendapatkan informasi. Mereka juga menghibur dan membantu kita memahami dunia, sekaligus menawarkan jendela ke dalam keberbedaan," kata Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO, dalam peringatan Hari Buku tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perpustakaan merupakan tempat terbaik untuk mengakses berbagai buku. Namun tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan masih rendah. Data Kajian Kegemaran Membaca Masyarakat Indonesia yang diterbitkan Perpustakaan Nasional RI setiap tahun menunjukkan mayoritas responden belum pernah atau minimal hanya sekali setahun berkunjung ke berbagai jenis perpustakaan umum. Jumlah dua kelompok ini hampir mencapai separuh dari total responden dan terus bertambah, dari 38,02 persen pada 2021, 44,25 persen pada 2022, dan 41,17 persen pada 2023. Adapun jumlah kelompok masyarakat yang paling rajin, yang berkunjung minimal satu kali sepekan, masih di bawah 20 persen, yakni 19,83 persen pada 2021, 14,74 persen pada 2022, dan 17,47 persen pada 2023.
Pengelola perpustakaan sadar bahwa tak mudah menggiring orang datang, kemudian memanfaatkan koleksi buku mereka. Namun sejumlah perpustakaan, khususnya perpustakaan asing, berusaha berbenah agar pengunjung yang datang lebih banyak. Mereka setidaknya membuat perpustakaan lebih menarik untuk dikunjungi, misalnya menjadi tempat berswafoto seperti di Perpustakaan Erasmus Huis.
***
Dengan kerudung hitam dan kemeja cokelat, Fani meminta temannya, Rara, mengambil gambar dan videonya. Pose pertama, ia bergaya seperti pengunjung sedang memilih buku dengan latar barisan rak buku berkelir cokelat tua. Pose kedua, ia berdiri sembari membelakangi rak buku. Pose terakhir, ia berdiri di tengah tangga penghubung lantai bawah dengan ruang mezanin yang berbentuk melingkar seperti spiral.
Kemudian giliran Rara yang meminta difoto. Pose dan gaya Rara lebih-kurang mirip Fani. Kedua gadis 22 tahun itu memang sengaja berkunjung untuk menengok keindahan interior dan berfoto. "Sudah lama melihat di media sosial Instagram, kok bagus. Sempat lama penasaran, akhirnya baru kesampaian ke sini," kata Fani.
Penerapan konsep ruang terbuka pada interior perpustakaan serta pilihan warna putih pada dinding dan sejumlah rak buku membuat ruangan terasa luas dan elegan. Ruangan itu dibagi menjadi dua sisi, yakni ruangan penuh warna putih dan cokelat kayu. Separuh ruangan itu memang menggunakan lantai kayu dan rak buku berwarna cat cokelat kayu.
Perpustakaan Erasmus menyediakan satu meja dengan panjang lebih dari 10 meter di tengah ruangan, lengkap dengan beberapa kursi. Ada pula enam kursi santai yang diatur melingkar di dua sudut ruangan. Sebagai ruang baca, perpustakaan ini menggunakan lampu terang. Kombinasi lampu dan cahaya matahari dari kaca jendela membuat nyaman dan terang semua titik ruangan.
Sayangnya, Fani dan Rara hanya duduk-duduk sembari menatap gawai setelah berfoto ria di sudut-sudut perpustakaan. Mereka beralasan tak tertarik membaca buku. "Kebanyakan buku bahasa Belanda, jadi enggak ngerti," kata Rara.
Pustakawan Erasmus Huis, Fadila Muhamad, mengatakan pihaknya tak berkeberatan jika pengunjung yang datang sekadar menikmati ruangan dan berfoto ria. Menurut dia, munculnya minat anak muda datang ke perpustakaan saja sudah patut diapresiasi. Ia berharap pengunjung yang semula hanya berswafoto bisa kembali ke perpustakaan di kemudian hari. "Harapan kami, anak muda akan cocok dengan perpustakaan kami, lalu perlahan nantinya mencoba membaca koleksi buku kami dan cocok juga," ujarnya kepada Tempo, Jumat, 3 Mei lalu.
Fadila mengatakan Perpustakaan Erasmus Huis sudah berdiri lebih dari setengah abad. Namun renovasi menjadi perpustakaan modern seperti sekarang baru dilakukan pada 2018. Renovasi itu memang dilakukan untuk menarik lebih banyak pengunjung.
Selama ini tak sedikit orang yang mengurungkan niat berkunjung ke Perpustakaan Erasmus Huis karena khawatir akan pengamanan berlebih lantaran berlokasi di kompleks Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta. Bukan rahasia lagi bahwa kantor kedutaan menerapkan pengamanan lebih ketat dibanding bangunan lain.
Berkunjung ke Perpustakaan Erasmus Huis sebenarnya cukup mudah. Pengunjung hanya perlu masuk melalui pintu samping yang dijaga petugas keamanan. Petugas akan menanyakan keperluan kunjungan dan mengarahkan pengunjung ke pintu masuk. Pengunjung memang akan diperiksa lebih dulu, termasuk tas yang dibawa harus masuk alat pemeriksaan sinar X. Namun pengamanan semacam ini lazim ditegakkan di berbagai gedung dan mal di Jakarta.
Sekitar 6 kilometer ke arah utara dari Perpustakaan Erasmus Huis, terdapat perpustakaan asing lain yang tak kalah menarik. Perpustakaan tersebut milik Institut Français Indonesia (IFI) atau Pusat Kebudayaan Prancis yang terletak di Jalan M.H. Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat.
Pengunjung, Icha, membaca di Mediatek Institut français Indonésie (IFI) di Gondangdia, Menteng, Jakarta, 2 Mei 2024. TEMPO/ Nita Dian
Perpustakaan IFI juga didesain serbaguna dan lebih mirip ruang kerja bersama atau coworking space. Perpustakaan ini dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian tampak lebih cair karena disediakan beberapa sofa unik berbentuk melingkar, lengkap dengan meja-meja kecil. Ada pula bean bag yang mempermudah pengunjung duduk sembari rebahan. Di ruangan tersebut terdapat layar monitor lebar beserta konsol game, seperti PlayStation dan gawai virtual reality. Sisi lainnya diisi rak-rak buku dan meja-meja yang berjajar. Sisi ruangan ini sangat nyaman dijadikan tempat membaca buku dan bekerja.
Salah satu pengunjung perpustakaan, Icha, mengaku sudah lebih dari 10 kali berkunjung ke Perpustakaan IFI. Menurut perempuan 23 tahun ini, Perpustakaan IFI menyuguhkan ruangan yang sangat nyaman. "Ruangannya tenang dan petugasnya sangat ramah. Selain itu, bekerja dari sini sangat nyaman," kata perempuan berambut pendek tersebut pada Kamis, 2 Mei lalu.
Icha juga memuji kemudahan akses dengan transportasi umum menuju perpustakaan yang berada di pusat perkantoran Jakarta ini. Lokasinya yang dekat dengan transportasi umum, seperti bus Transjakarta dan kereta moda raya terpadu (MRT) Jakarta, menjadi kelebihan lain perpustakaan tersebut.
Penanggung jawab Mediatek IFI Jakarta, Reinaldo, mengatakan perpustakaan ini berdiri sejak 2014. Namun IFI melakukan renovasi besar pada 2019 hingga awal 2020 untuk membuat perpustakaan makin nyaman dan menarik untuk dikunjungi. "Sayangnya, dua bulan setelah dibuka, pandemi Covid-19 datang. Jadi harus tutup total dan baru dibuka lagi pada Mei 2022," ujarnya.
Reinaldo menambahkan, selama proses renovasi, IFI melibatkan sejumlah ahli yang datang langsung dari Prancis. Sesuai dengan arahan para ahli, perpustakaan modern haruslah menjadi tempat yang nyaman dan serbaguna.
Reinaldo berharap Perpustakaan IFI bisa menjadi tempat ketiga masyarakat Jakarta. Perpustakaan bisa menjadi tempat meluangkan waktu terbanyak setelah rumah dan kantor atau sekolah. "Ini termasuk penambahan fasilitas konsol game dan lainnya untuk menarik minat pengunjung, selain koleksi buku kami," ucapnya.
Hampir sama dengan Perpustakaan IFI, Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta menyediakan fasilitas konsol game lengkap untuk pengunjung. Selain itu, perpustakaan yang berada di Jalan Dr GSSJ Ratulangi Nomor 9, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, itu menyediakan ruangan khusus untuk menonton film-film berbahasa Jerman di lantai atas perpustakaan.
Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta di Menteng, Jakarta, 3 Mei 2024. TEMPO/ Nita Dian
Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta juga menyediakan ruang baca yang tenang dan nyaman. Tak cuma membaca buku, pengunjung diperbolehkan bekerja, belajar, atau mengerjakan tugas kuliah di sana. Itulah yang dilakukan Esther, mahasiswi jurusan pendidikan bahasa Jerman di salah satu universitas negeri di Jakarta. Ia sedang mengerjakan beberapa proyek dan tugas kuliah di laptopnya pada Senin, 29 April lalu. "Ruangannya nyaman sekali. Yang paling enak dekat dengan buku-buku yang saya butuhkan," kata Esther.
Kepala Bagian Perpustakaan Goethe-Institut Jakarta Nathalie Sugondho mengatakan sederet fasilitas yang mereka berikan memang bertujuan menarik minat pengunjung. Menurut dia, fasilitas itu punya tujuan utama mengenalkan bahasa Jerman kepada pengunjung. Contohnya, semua game konsol berbahasa Jerman. Seluruh cakram serbaguna digital (DVD) di sana juga berisi film-film berbahasa Jerman. Nathalie berharap pengunjung akan terbiasa mendengar kata-kata hingga kalimat sederhana dalam bahasa Jerman. "Yang penting terbiasa mendengar dulu untuk mempermudah proses belajar selanjutnya," ujarnya.
Perpustakaan asing lain yang cukup ramai dikunjungi masyarakat Jakarta adalah Perpustakaan Japan Foundation, yang berada di Gedung Summitmas II di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Perpustakaan ini juga modern dan serbaguna. Meja dan kursinya tersebar di tengah dan sudut-sudut ruangan. Selain rak-rak buku, ada ruang rapat yang bisa menampung sekitar 10 orang dan aula yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Koryu Space The Japan Foundation di Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta, 3 Mei 2024. TEMPO/ Nita Dian
Salah satu yang menarik di perpustakaan ini adalah pojok origami, yang menyediakan beberapa kertas lipat beserta berbagai petunjuk lipatan. Melania, salah satu pengunjung, terkesima oleh deretan koleksi komik dan pojok origami di sana. "Komiknya unik, belum pernah saya tahu. Pojok origami juga asyik di kala suntuk dan hasilnya boleh dibawa pulang," ucap perempuan 21 tahun itu.
Juru bicara Japan Foundation, Chintya, mengatakan Perpustakaan Japan Foundation baru dibuka pada 2019. Sebelumnya, ruangan perpustakaan berada di lantai 2 gedung Summitmas I. Saat itu perpustakaan masih berbentuk sederhana dan konvensional. "Jadi hanya untuk baca dan pinjam buku. Itu saja," katanya, Jumat, 3 Mei lalu.
Perpustakaan yang diperbarui ini lebih luwes dan diberi nama Koryu Space. Chintya mengatakan, dalam bahasa Jepang, "koryu" berarti pertukaran. Jadi Koryu Space berarti ruang pertukaran. Ini sesuai dengan harapan Japan Foundation yang ingin menjadikan perpustakaannya sebagai ruang pertemuan pengunjung, khususnya perjumpaan masyarakat Jakarta dengan warga Jepang yang juga rajin berkunjung ke perpustakaan ini. "Harapannya, terjadi pertukaran informasi dan budaya di tempat ini," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo