Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Psikolog Sebut Dampak Buruk Masukkan Anak ke SD sebelum Waktunya

Beberapa dampak buruk mungkin dialami anak yang masuk SD sebelum waktunya, contohnya anak jadi malas belajar hingga merasa tertekan.

5 Juli 2024 | 14.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog anak dan keluarga dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Samanta Elsener, menjelaskan potensi dampak buruk pada anak yang masuk ke Sekolah Dasar (SD) sebelum waktunya. Ia menuturkan usia anak masuk SD sebenarnya tergantung kesiapannya berbaur dengan lingkungan baru. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Persiapan perkembangan psikososialnya perlu dilihat. Jika anak secara hasil psikotesnya mampu untuk mengikuti proses belajar di SD maka orang tua dapat menyekolahkan anak masuk SD di usia 6 tahun. Jika tidak, maka tidak akan direkomendasikan oleh psikolog untuk masuk SD,” kata Samanta, Jumat, 5 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rata-rata anak sudah dapat mengikuti pembelajaran di usia 6-7 tahun. Namun tak jarang ada anak yang sudah dimasukkan ke sekolah dasar sebelum waktunya. Akibatnya, terdapat beberapa dampak buruk yang mungkin dialami, contohnya anak jadi malas belajar hingga merasa tertekan. 

Hal tersebut akan membuat orang tua menerima banyak keluhan dari guru karena prestasi belajar anak yang berisiko kurang bagus. Samanta menilai hal itu karena anak, baik secara mental maupun kognitif, belum siap memulai hal baru.

“Dalam hal ini, secara psikososial dan emosional menjadi penting bagi anak untuk melihat kesiapannya agar dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan menyenangkan,” jelasnya.

Butuh kesiapan ekstra
Ia mengatakan butuh kesiapan ekstra bila orang tua tetap bersikeras menyekolahkan anak sebelum usia ideal. Secara bertahap, anak perlu diberikan pemahaman supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia menyarankan orang tua mendorong anak berinteraksi dengan banyak orang sehingga muncul stimulasi untuk berbaur dengan lingkungan. Ajarkan pula anak untuk bermain bersama teman melalui simulasi bermain dengan 2-3 orang atau dalam skala ruang bermain yang lebih ramai.

Samanta juga menyarankan bentuk pencegahan anak menjadi pelaku atau korban perundungan di sekolah di usianya yang masih mencontoh setiap perilaku dan ucapan di sekitarnya. Orang tua dapat mempererat hubungannya dengan orang tua siswa lain. Kemudian membuat janji untuk bermain bersama dalam rangka mengajarkan rasa saling menyayangi dan menghargai antarteman.

“Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak memakai sepatunya sendiri, ganti baju, dan lulus toilet training. Pastikan anak bisa makan sendiri dan mampu berpisah dari orang tua dalam waktu lama agar kemandiriannya semakin terbentuk,” saran Samanta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus