Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis anak dan keluarga Anna Surti Ariani mengatakan anemia tidak hanya berdampak negatif secara fisik namun juga terhadap kondisi psikologis anak. Psikolog yang akrab disapa Nina itu mengatakan dalam jangka pendek anak yang terkenal anemia secara fisik akan terlihat mudah lelah dan lesu. Ketika anak tidak aktif, hal itu akan berpengaruh secara kognitif sehingga anak sulit fokus dan berkonsentrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam jangka pendek, secara kognitif anak cenderung kurang konsentrasi, tidak mudah menangkap dan mengingat, serta emosinya juga cenderung lebih negatif, lebih mudah sedih atau marah dan rentan stres,” ucap Nina dalam diskusi "Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju" di Jakarta, Kamis, 31 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan jika anemia tidak ditangani dan diintervensi, anak akan mudah sakit dan tumbuh kembangnya, terutama pada usia 5 tahun, akan terhambat. Tumbuh kembang yang tidak optimal dapat mempengaruhi tinggi badan serta berat badan yang tidak diharapkan dan secara psikologis kognisi atau daya tangkap semakin bermasalah. Ini tentu menjadi masalah jika anak sudah memasuki usia sekolah di mana ia akankesulitan menyerap pelajaran yang diberikan dan prestasi di sekolah juga akan menurun.
Selain di bidang akademik, aspek sosial emosi atau hubungan pertemanan anak yang terkena anemia juga berpengaruh karena ia akan sulit berkomunikasi dan bergaul akibat selalu lemas dan tidak ceria sehingga menyebabkan ia punya emosi negatif terhadap lingkungan karena tidak punya teman.
“Sulit diajak ngobrol, bisa sulit bergaul karena teman-temannya malas ngobrol dengan dia. Padahal, usia 4 sampai 5 tahun lagi senang berteman. Emosi jadi cenderung negatif karena enggak ada teman,” paparnya.
Nina mengatakan anemia yang tidak ditangani akan berdampak pada aspek sosial emosi dan masalah yang lebih besar, yaitu perundungan dari teman sekolah dan masalah kesehatan jiwa. Hal ini bisa terjadi pada anak jenjang SD sampai SMA.
Emosi negatif
Anak yang anemia akan mempengaruhi produksi hormon dopamin yang menyebabkannya punya masalah emosi yang cenderung negatif. Akibatnya, ia sulit bergaul sehingga dikucilkan oleh teman sebaya serta dirundung karena dianggap lemah dan tidak tahu apa-apa. Dari perundungan ini, anak akan merasa selalu buruk dan gagal sehingga bisa muncul bibit masalah kejiwaan seperti kecemasan dan berujung depresi.
“Masuk sekolah deg-degan, khawatir dirundung, bisa juga mengalami bibit depresi yaitu kondisi kejiwaan saat murung. Anak diasingkan karena enggak asik diajak ngobrol, kemudian jadi sedih, itu bisa jadi depresi,” ungkap psikolog di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI) ini.
Nina mengatakan anemia pada anak bisa dicegah selama orang tua memastikan memenuhi asupan nutrisi dan melakukan stimulasi yang dibutuhkan anak. Ciptakan suasana hangat dan hubungan yang baik dengan anak dengan melakukan kegiatan bersama seperti bermain agar mengoptimalkan semua aspek tumbuh kembangnya. Melalui kedekatan dengan orang tua, anak akan mempunyai kualitas emosional sosial yang optimal serta menjadi ceria dan punya emosi positif.
“Ini sangat bisa dicegah, maka penting sekali skrining dan pastikan stimulasi baik, nutrisi baik, dan hubungan baik dengan anak sehingga bully dan masalah kesehatan jiwa tidak terjadi,” tegasnya.