Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Setelah Ramai Konten Perselingkuhan

Perubahan nilai sosial membuat masyarakat tak malu lagi membongkar peristiwa perselingkuhan di media sosial.

 

25 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Konten perselingkuhan yang ramai di media sosial menjadi candu bagi sebagian orang.

  • Mengumbar perselingkuhan di media sosial sebagai pergeseran dan perubahan nilai sosial.

  • Keputusan mengumbar berita perselingkuhan pasangan di media juga punya sejumlah efek negatif.

Jari jempol Maya Hapsari tampak gesit menggosok layar telepon seluler pintarnya saat ditemui pada Kamis lalu, 22 Juni 2023. Perempuan berusia 36 tahun itu sedang mencari kabar terbaru dugaan perselingkuhan artis Syahnaz Sadiqah dan Rendy Kjaernett di media sosial. Padahal keduanya masih berstatus suami dan istri dari pasangannya masing-masing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar dugaan "sayang-sayangan" keduanya dibongkar oleh istri Rendy Kjaernett, Lady Nayoan, di media sosialnya. Lady menceritakan bagaimana Rendy dan Syahnaz berkomunikasi hingga bertemu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Maya, berita tersebut bagaikan candu. Ia mengaku punya keinginan untuk terus menggali informasi sebanyak dan seaktual mungkin tentang gosip perselingkuhan tersebut. "Rasanya enggak mau berhenti scroll di media sosial," kata Maya sambil tersenyum.

Sebelumnya, Maya sempat keasyikan berselancar di media sosial saat kabar perselingkuhan penyanyi Virgoun terkuak. Lagi-lagi, istri Virgoun yang membongkar perselingkuhan tersebut di media sosial. 

Ilustrasi perceraian. Shutterstock

Maya mengaku saat itu hampir setiap jam membuka telepon seluler pintarnya untuk mencari kabar atau konten terbaru tentang gosip perselingkuhan Virgoun. "Sampai-sampai pekerjaan aku terganggu. Tapi gimana lagi, suka banget gosip seperti itu," ujar Maya sambil tertawa. 

Sebelumnya, perempuan yang berprofesi sebagai pegawai swasta itu juga kerap menonton beragam konten perselingkuhan yang diunggah warganet di media sosial. Ia mengaku ada kepuasan saat melihat pelaku perselingkuhan dipermalukan di media sosial. 

"Dulu pernah diselingkuhi, jadi tambah gereget saja melihat yang seperti itu."   

Faktanya, dalam beberapa bulan terakhir, konten tentang terbongkarnya perselingkuhan marak diunggah di media sosial. Konten seperti ini justru banyak ditonton oleh warganet sehingga menjadi viral. Miris memang, hal yang dulunya dianggap aib, kini bebas diumbar di media sosial. 

Sosiolog dari Universitas Widya Mataram (UWM), Mukhijab, berpendapat bahwa keputusan artis mengumbar perselingkuhan pasangannya sendiri bisa diartikan sebagai dualisme sikap. Di satu sisi, ia ingin merespons rasa sakit hati, tapi di sisi lain, sang artis ingin tetap eksis di media sosial. "Dan mendapatkan keuntungan moral hingga ekonomi dari masalah hidupnya itu," kata Mukhijab, kemarin. 

Menurut Mukhijab, ketika publik bersimpati kepada korban perselingkuhan, korban akan mendapat tempat lebih baik, dukungan moral lebih kuat di mata publik. Hasilnya, ia bisa menjaga eksistensi karier, bahkan meningkatkan popularitas. Selain itu, ada upaya dari korban perselingkuhan untuk menekan pasangannya agar bertanggung jawab atas masalah tersebut.

Mukhijab menambahkan, jika pasangan korban perselingkuhan memiliki pandangan yang benar tentang perselingkuhan sebagai masalah pribadi, ia tak akan berani mengunggahnya ke media sosial. Ia akan menganggap isu perselingkuhan sebagai aib yang harus diselesaikan secara domestik. 

"Tapi situasinya kini berbalik. Mereka bangga mempertontonkan aib ke publik," tutur Mukhijab. 

Adapun dosen sosiologi komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan perubahan perilaku masyarakat dalam mengumbar perselingkuhan di media sosial sebagai pergeseran dan perubahan nilai sosial. Emrus mengatakan, sebagai makhluk sosial yang terus berinteraksi, manusia akan selalu mengalami pergeseran nilai dan sosial. 

"Sebagai contoh kehidupan dan nilai sosial kita saat ini, tentu berbeda dengan zaman kakek-nenek dulu. Misalnya hal tabu kini jadi tidak tabu," ujar Emrus. 

Menurut Emrus, manusia membentuk konstruksi sosial yang terus berkesinambungan. Pada tahap pertama, manusia akan melakukan eksternalisasi atau pencurahan pikiran. Dalam hal ini, manusia akan mencoba mencurahkan pandangan dan perilaku mereka di media sosial. Sebagai contoh, ada beberapa orang yang mulai mencurahkan peristiwa perselingkuhan yang ia alami ke media sosial.

Hal ini akan membawa ke tahap kedua, yakni obyektivasi atau penetapan nilai baru. Sebagai contoh, semakin maraknya orang mencurahkan perkara perselingkuhan di media sosial membuat hal tersebut menjadi sebuah kewajaran. Dengan kata lain, perkara yang dahulunya dianggap tabu, kini sudah bersifat umum. 

"Seperti terjadi kesepakatan sosial yang tidak perlu ditulis. Hak yang tabu dianggap biasa dan orang yang masih menganggap tabu dibilang kuno."  

Tahap terakhir, terjadi internalisasi atau penguatan nilai. Walhasil, pandangan tentang mengumbar peristiwa perselingkuhan di media sosial dianggap sebagai hal yang diterima masyarakat saat ini. 

Bijak Tanggapi Perselingkuhan

Sependapat dengan Emrus, dosen psikologi dari Universitas Indonesia, Dian Wisnuwardhani, mengatakan, telah terjadi pergeseran nilai penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia saat ini. Media sosial yang sebelumnya dijadikan sarana berinteraksi, kini dipakai untuk sarana mengungkapkan isi hati. 

Menurut Dian, ada sejumlah kondisi yang menjadi faktor pendorong seseorang berani mengumbar konten perselingkuhan yang ia alami sendiri ke media sosial. Dari sekadar mengungkapkan perasaan karena tak punya teman diskusi, sekadar mengungkapkan rasa sakit hati, hingga niat kuat untuk mempermalukan pasangannya yang berselingkuh. "Ada juga yang ingin memberikan efek jera kepada pasangan," ujar Dian. 

Secara psikologis, Dian melanjutkan, keputusan mengunggah fakta perselingkuhan ke media sosial bisa membuat suasana semakin tak nyaman di antara pasangan kekasih itu. Alih-alih menyelesaikan masalah, keputusan tersebut justru bisa semakin memperburuk hubungan mereka. 

Daripada gelap mata mengumbar aib di media sosial, Dian menyarankan pasangan yang bermasalah tersebut agar menjalin komunikasi yang baik. Bahkan, jika perlu, memberi waktu untuk menenangkan diri. Hal itu lebih baik karena ada upaya untuk meredam emosi lebih dulu. 

"Dalam sebuah relasi romantis, ketika tidak bisa dibicarakan blak-blakan dengan pasangan, itu akan jadi sebuah komunikasi yang bolong."   

Dian pun menyebutkan bahwa keputusan mengumbar berita perselingkuhan pasangan di media sosial juga punya sejumlah efek negatif. Sebagai contoh, jika akhirnya pasangan itu memilih rujuk, warganet sudah lebih dulu tahu fakta perselingkuhan yang terjadi. "Padahal ada baiknya kondisi tersebut hanya diketahui oleh pasangan itu sendiri," ujar Dian. 

Selain itu, bisa saja pengunggah konten perselingkuhan pasangan justru menjadi pihak yang disalahkan oleh warganet. Maklum, bebasnya warganet menuangkan pendapat bisa menjadi pedang bermata dua bagi siapa pun. Alih-alih mendapat dukungan, bisa jadi pengunggah konten perselingkuhan bakal mendapat hujatan. 

Belum lagi cibiran dari warganet itu bisa melebar hingga menyasar orang-orang terdekat. Dengan kata lain, orang yang tak punya urusan dengan kasus perselingkuhan bisa ikut kena getahnya. "Ini membuat kita semakin terpuruk di hadapan orang lain dan tidak sehat secara mental."   

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus