Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kesehatan

Stunting Indonesia Urutan 4 Dunia, Jangan Bangga Bila Kerdil

Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. 9 juta anak Indonesia alami stunting.

3 Juli 2018 | 22.17 WIB

Prevalensi Stunting di Indonesia 2018
Perbesar
Prevalensi Stunting di Indonesia 2018

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih rendah dari standar usianya. Kondisi ini diakibatkan kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama sebagai dampak dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, terutama dalam periode emas seribu hari pertama kehidupan. Seribu hari pertama kehidupan dihitung sejak 9 bulan anak di dalam kandungan ibu hingga 2 tahun kehidupannya.

Baca: Manfaat Daun Kelor untuk Gizi Anak, Setara dengan 25 Ikat Bayam? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Stunting kita nomor empat di dunia. Kalau sepak bola nomor empat sih lumayan, tapi kalau nomor empat stunting di dunia, ini bahaya. Artinya, 9 juta anak Indonesia cenderung bertubuh kerdil”, kata Wakil Presiden, Jusuf Kalla, saat memberikan arahan dalam pembukaan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2018 dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 3 Juli 2018.

Persoalan stunting bukan hanya sekedar berbicara gangguan pertumbuhan tinggi badan anak, namun juga dapat menyebabkan hambatan kecerdasan anak serta menimbulkan kerentanan terhadap penyakit menular bahkan tidak menular, serta penurunan produktivitas pada usia dewasa. Kalla menegaskan, stunting berdampak langsung pada keluarga dan lebih jauh berdampak menyeluruh pada pembangunan bangsa.

Baca: Bappenas: Stunting Bisa Picu Kerugian Ekonomi 2 Persen dari PDB

Wapres meyakini bahwa para orang tua juga pasti tidak mengharapkan bila anaknya sering sakit, memiliki IQ rendah, tidak produktif dan kalah bersaing. Jika kelak saat anak tersebut berada dalam fase usia produktif sulit bersaing, maka kemiskinan orang tua akan diwariskan ke generasi berikutnya. “Stunting ini masalah individu, masalah keluarga, masalah bangsa dan negara, padahal (upaya mencegah) sederhana sebenarnya, intervensi gizi melalui kampanye Isi Piringku”, kata Kalla.

Pada kesempatan tersebut, Kalla menegaskan agar masyarakat terutama para orang tua perlu memahami agar dapat lebih peduli dan mampu melakukan upaya-upaya pencegahan stunting. “Nah, yang hamil, ibu menyusui, dan yang menjaganya juga, inilah yang harus paling memahami. Bapak-bapak juga jangan hanya tahu menghamili istrinya tetapi tidak tahu bagaimana melayani kebutuhan nutrisi istrinya saat hamil. Tentu ini merupakan tanggung jawab bersama, bagaimana perilaku ini harus kita ubah”, kata Kalla.

Terlebih, Kalla juga menekankan agar para pemimpin daerah perlu mengetahui dan memahami bahwa pencegahan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan saat ini. “Jangan sampai ada (lagi) pemimpin yang bangga desanya (daerah) dijadikan pusat untuk stunting. Dia pikir stunting itu hebat”, kata Wapres yang disambut riuh tawa hadirin.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus