Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kanker paru, seperti yang diderita Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB Sutopo Purwo Nugroho, sulit dideteksi. Biasanya penyakit ini baru diketahui saat memasuki stadium lanjut yang artinya sudah sulit diobati. Itu pun umumnya diketahui karena penderita melakukan pemeriksaan kesehatan setelah mengalami keluhan penyakit lainnya.
Baca juga: 6 Penyebab Kanker Paru Selain Merokok
Sutopo, misalnya, mengetahui penyakit itu ketika ia melakukan cek kesehatan karena mengalami nyeri di pinggang kiri pada akhir 2017. Ia khawatir itu merupakan gejala penyakit jantung. Ia juga mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh. Tapi setelah diperiksa, ia didiagnosis menderita kanker paru pada awal 2018.
Seperti Sutopo yang bukan perokok, setiap orang berisiko terkena kanker paru. Sebab, pemicu kanker paru ada di sekitar kita, seperti asap rokok, polusi udara, dan karsinogen dalam makanan. Kasus yang dialami Sutopo ini juga banyak dialami pasien lainnya.
Itu sebabnya, dokter menganjurkan melakukan deteksi dini kanker paru, tanpa menunggu gejalanya muncul. Kapan saat yang tepat?
Dokter spesialis patologi klinik Rumah Sakit St. Carolus Bettia M. Bermawi mengatakan, deteksi dini kanker paru perlu dilakukan di usia 40 tahun. Biasanya, dokter juga akan mempertimbangkan hal lainnya, seperti berapa lama ia terpapar pemicunya.
“Tapi secara statistik kanker paru banyak diderita usia 40 tahun ke atas. Kejadian di bawah 40 tahun ada, tapi jarang,” kata Dr Bettia dalam acara perkenalan sistem Total Laboratory Automation (TLA) Prodia bekerja sama dengan Abbot Laboratories di Jakarta, Selasa, 9 Juli 2019.
Pemeriksaan lebih dini lagi diperlukan jika orang yang berisiko tinggi merasakan gejala. Orang yang berisiko tinggi adalah orang yang merokok atau sering terpapar asap rokok, gas rodon, asbes, dan memiliki genetika kanker. Adapun gejala awal yang sering ditemui adalah batuk lebih dari dua minggu. “Batuk lebih dari dua minggu sebaiknya periksakan ke dokter, jangan hanya beli obat ke warung,” kata dia.
Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan napas dan rontgen. Selain itu juga akan ada pemeriksaan dahak untuk mengetahui apakah batuknya disebabkan oleh alergi atau infeksi, atau ada yang lebih serius seperti kanker.
Jika curiga ada penyakit serius, dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. “Dokter akan melakukan pemeriksaan darah dan hal yang penting adalah melihat apakah ada gejala penurunan berat badan secara singkat,” kata dia.
Baca juga: Perjuangan Sutopo Lawan Kanker Paru, dari Jakarta hingga ke Cina
Kalau kanker paru sudah terbilang parah, kata dr Bettia, biasanya pasien akan akan batuk darah atau banyak cairan di rongga paru-parunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini