Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Telepon berdering dari Jenewa

16 orang diberitakan meninggal karena cacar di lampung. orang who kaget, karena indonesia sudah dinyatakan bebas cacar. menurut depkes bukan cacar, tapi muntah berak. (ksh)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORBAN cacar yang terakhir jatuh di daerah Jawa Barat bulan Januari 1972. Tiga dari 34 penderita ketika itu meninggal dunia. Dua tahun setelah musibah itu tak kedengaran lagi serangan penyakit yang bisa mematikan atau paling tidak membikin muka bopengan. Jangka waktu itu sudah cukup menjadi alasan badan kesehatan dunia (WHO) untuk menerima proklamasi bebas-cacar di Indonesia tahun 1974. Peperangan yang dilancarkan terhadap penyakit itu sengit juga. Bayangkanlah, sampai tahun 1968 masih tercatat 17.280 penderita di seluruh Indonesia, 10% di antaranya meninggal. Tapi dengan kerja keras plus dana Rp 800 juta ditambah bantuan WHO setengah juta dollar untuk 5 tahun, akhirnya virus penyakit tadi kalah juga. Minggu lalu pernyataan bebas-cacar itu hampir saja batal, ketika harian Pelita tanggal 9 Oktober memberitakan meninggalnya 16 orang di Lampung karena serangan wabah cacar. Berita itu tidak bergema di sini. Namun pada sore harinya seorang staf dari kantor pusat WHO di Jenewa kontan menelpon dr Ig. Setiadji, yang mengurus penyakit epidemologi di Departemen Kesehatan. Di rumahnya, Setiadji cukup mujur ketika menerima telepon itu. Sebab pada siangnya sudah ada laporan masuk dari daerah yang diberitakan terkena wabah. "Tidak benar. Yang benar di daerah Telukbetung, Panjang, Lampung Selatan sedang berjangkit penyakit muntah-berak dan mengakibatkan kematian. Di samping itu di sana sedang berjangkit pula penyakit campak yang sering menyerang anak-anak," jawabnya. Nasib belasan anak-anak itu tak tertolong karena sarana lalu-lintas yang parah. Menurut Effendy Sa'at, pembantu TEMPO di Tanjungkarang, sejak kemerdekaan Kampung Sukarame yang terserang campak dan muntah-berak itu belum pernah dijangkau sarana perhubungan darat yang memadai. "Kalau hujan datang jalan menuju ke kampung itu bagai kubangan," tulisnya dalam laporan. Penduduk yang penghasilan utamanya palawija dan pisang membawa hasil cocok tanam itu dengan memikulnya ke Tajungkarang sejauh 5 km atau berkuda. Kampung yang berpenduduk 3600 jiwa itu sekitar tahun 1975 memiliki sebuah pos kesehatan, tapi entah mengapa sekarang petugasnya tak pernah nongol. Penduduk hanya mengharapkan kunjungan petugas Puskesmas dari Panjang yang datang 4 bulan sekali. Amboi lamanya! Penantian Tentang kematian itu sendiri Kepala Suku Blok III Kampung Sukarame, Ratim, 35 tahun, asal Banyumas (dia transmigran dulunya) tegas-tegas mengatakan lingkungan yang kotor sebagai penyebabnya. Rumah penduduk tak ada yang memiliki jamban. Buang hajat seenaknya. Hingga kuman muntah-berak gampang menyebar. Sedangkan bantuan obat-obatan tak kunjung datang. Soal penyakit campak yang menyerang bersamaan, sebagaimana dikatakan Wakil Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, Drs Djohan M. Bakri, tidak berbahaya. "Asal dijaga anak yang terserang jangan kena angin," katanya. Kematian 16 anak di Desa Sukarame, Kecamatan Telukbetung, Panjang, itu untung saja, bukan karena cacar sebagaimana dinyatakan pihak Departemen Kesehatan. Sebab justeru pada bulan inilah dunia sedang menunggu pernyataan bebas-cacar untuk seluruh dunia. Karena kasus penyakit yang terakhir ditemukan 26 Oktober 1977 di Somalia, ketika perang sedang bergelora antara negara itu dengan Ethiopia. Sampai sekarang, sudah dua tahun persis tak ditemukan lagi kasus penyakit cacar di sana. Di negara lain pun tidak. Dengan masa penantian yang 2 tahun itu yang menjadi kriteria WHO, sudah saatnya dunia dinyatakan bebas-cacar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus