Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar baik datang dari para peneliti muda Universitas Gadjah Mada. Kelima mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta itu sedang menggali potensi ekstrak kulit salak pondoh sebagai agen antimigrasi sel kanker, khususnya kanker lidah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelima mahasiswa itu adalah Mutia Fitri Akmalia, Agita Brianisa, dan Adventya Pinkan dari Higiene Gigi 2019; Andini Safa Ramadhanty dari Pendidikan Dokter Gigi 2019; serta Ane Tefvy Setyorini dari Fakultas Biologi 2019. Mereka berharap menemukan titik terang ihwal kemanjuran zat dalam kulit salak sebagai obat kanker lidah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian dimulai dengan membuat ekstrak kulit salak pondoh. Ekstrak yang diperoleh kemudian dikeringkan dan digiling sampai menjadi serbuk. Selanjutnya, serbuk direndam dalam larutan etanol selama 24 jam untuk mendapatkan ekstrak kental.
Kemudian, para peneliti menguji hambatan migrasi kemotaksis sel kanker lidah manusia H357 dengan berbagai konsentrasi dari ekstrak kulit salak pondoh. Hasilnya menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak kulit salak pondoh berpengaruh terhadap penurunan migrasi sel kanker. “Jumlah sel kanker H357 yang bermigrasi menurun pada penggunaan ekstrak kulit salak pondoh yang lebih tinggi,” kata Ane Tefvy.
Penurunan kemampuan migrasi sel H357 tersebut ada kemungkinan diinduksi oleh beberapa senyawa aktif yang terkandung dalam kulit salak pondoh, seperti flavonoid DDMP dan butyrolactone. Meski penelitian sudah menunjukkan hasil positif, Tefvy dan kolega masih harus melakukan penelitian lanjutan hingga tahap klinis. “Penelitian ini masih dalam tahap uji praklinis, tapi diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga nantinya dapat mengangkat derajat kulit salak pondoh,” kata Tefvy.
Tanaman salak pondoh di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, Karangasem, Bali. Dokumentasi TEMPO/Johannes P. Christo
Sementara itu, Mutia Fitri menyebutkan kulit salak pondoh selama ini hanya dianggap limbah. Padahal, menurut data statistik hortikultura oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DIY (2019), produksi salak di Yogyakarta terus meningkat mencapai 90.295,5 ton pada 2019. Walhasil, sangat menarik jika limbah dari puluhan ribu ton salak bisa dimanfaatkan untuk obat kanker lidah. “Sering kali kulit salak dibuang karena dianggap tidak dapat dikonsumsi. Padahal mengandung banyak senyawa aktif bermanfaat,” kata Mutia.
Faktanya, kulit salak pondoh mengandung sejumlah senyawa bermanfaat, seperti flavonoid, tanin, fenol, triterpenoid, saponin, dan alkaloid. Sebelumnya, riset serupa tentang khasiat kulit salak sudah dilakukan beberapa peneliti.
Tanaman yang memiliki nama Latin Salacca zalacca itu diyakini punya manfaat bagus sebagai anti-diabetes, anti-kolesterol, juga penyehat fungsi hati dan jantung. Pengolahannya pun beragam. Ada yang memproduksi kulit salak dalam bentuk permen hingga teh yang dicampur dengan kulit kayu secang.
Dokter spesialis bedah kanker Teguh Aryandono enggan berkomentar tentang riset awal manfaat kulit salak sebagai obat kanker lidah itu. Namun ia menjelaskan, sesuai dengan namanya, kanker lidah merupakan penyakit yang tumbuh dari sel-sel jaringan lidah. Gejalanya dimulai dengan luka pada bagian lidah dan sedikit terasa nyeri di area lidah. “Biasanya seperti ada luka, kemudian sakit dan nyeri. Lalu lama-lama tumbuh dan berdarah di bagian lidahnya,” kata Teguh ketika dihubungi, Jumat lalu.
Kondisi lain gejala awal kanker lidah berupa luka sariawan pada area mulut yang berlangsung lama. Selain itu, muncul rasa sakit pada tenggorokan saat menelan. Adapun kanker lidah biasanya sering ditemukan di pinggir lidah hingga bagian depan dan pangkal lidah.
Teguh mengatakan infeksi kanker lidah berpotensi menyebar hingga kelenjar leher, bahkan sampai ke organ paru-paru. Karena itu, deteksi awal menjadi kunci kesembuhan dan mencegah perluasan kanker lidah.
#Info KTAP Kosmo 5.1.2-Penyebab Kanker Lidah
Adapun upaya pengobatan bisa ditempuh melalui beberapa tahap, dari operasi, kemoterapi, hingga radioterapi. Ketiga tahap tersebut bisa dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang makin baik. “Pengobatan biasanya dengan operasi atau disinar (radioterapi). Kalau sudah mencapai fase lanjut, dapat dilakukan kemoterapi dan ditambah sinar,” tutur Teguh.
Teguh juga menyebutkan tindakan operasi pada kanker lidah bisa dilakukan, bergantung pada besar-kecilnya ukuran sel kanker. Jika bagian dari kanker itu masih kecil, lidah akan dipotong sebagian kecil. Sedangkan jika ukuran sel kanker sudah besar, lidah akan dipotong hingga separuhnya. “Apabila tindakan ini mempengaruhi kegiatan makan dan minum, akan dilakukan rekonstruksi (lidah) untuk mengatasi hal tersebut.”
FEBBYENTI SUCI RAMA TANIA (MAGANG) | INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo