Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia Fashion Week 2024 bisa menjadi inspirasi untuk memilih model dan warna busana Lebaran.
Warna-warna pastel menjadi pilihan busana Lebaran, seperti powder blue, khaki, off white, dan ash grey.
Tak melulu mengikuti tren, saatnya pencinta busana menciptakan mode untuk diri sendiri.
SESLASAR panggung Indonesia Fashion Week (IFW) 2024 menjelma warna-warna cerah penuh corak yang memancarkan gairah. Bagaimana tidak, warna emas, merah bata, kuning, hingga powder blue menyatu dalam parade bertajuk "Langgam Jakarta Teranyam". Pekan mode ini bisa menjadi inspirasi bagi pengunjung untuk memilih model dan warna busana Lebaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pergelaran busana yang berlangsung pada 27-31 Maret ini merepresentasikan warna ikonik khas budaya Betawi yang lekat dengan warna-warna cerah. Corak khas Kota Jakarta, dari Monumen Nasional hingga ondel-ondel yang di-styling dengan patchwork menambah nuansa Betawi yang mencuri hati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang model melenggang penuh gaya dalam balutan long dress warna lime green berbahan satin dengan potongan longgar. Busana itu diwarnai dengan collar atau kerah bordir warna putih sebagai ensambel. Model lain mengenakan long outer dengan warna senada ditambah syal hijau motif batik.
Ketua Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono mengatakan tema "Langgam Jakarta Teranyam" menjadi bentuk apresiasi terhadap kaleidoskop budaya dan wastra Betawi. Lewat tema itu, IFW 2024 mencoba menangkap esensi persatuan dan kebinekaan melalui kacamata mode.
"Esensi persatuan dan kebinekaan itu digambarkan oleh perpaduan tradisi Melayu, Tiongkok, Arab, dan Eropa. Dengan begitu, kami berharap audiens dapat memulai perjalanan visual yang melampaui batas-batas budaya dan merangkul keindahan multikulturalisme," ujar Poppy saat ditemui setelah pembukaan IFW di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024.
Sejumlah model mengenakan busana rancangan Indonesia Global Halal Fashion X KAINHALAL pada hari kedua Indonesia Fashion Week 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 28 Maret 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, dalam IFW 2024, keindahan wastra Nusantara akan menjadi highlight utama dan pada tahun ini bertabur wastra DKI Jakarta. "Akan banyak tekstil tradisional yang motifnya terinspirasi oleh batik Melayu, sulaman sutra khas Tiongkok, desain geometris Arab, dan dinamisnya kota metropolitan. Semua itu menyatu untuk menciptakan perpaduan unik yang membentuk ciri khas budaya DKI Jakarta," Poppy mengungkapkan.
Merujuk pada tema budaya Betawi, pihaknya turut menitip pesan agar warna dan gaya ala Jakarta menjadi inspirasi dalam koleksi ratusan desainer yang memamerkan karyanya dalam acara mode itu. "Antara lain lime green dan powder blue serta warna-warna vibrant lain, khususnya bagi para peserta kompetisi mode. Sebab, karya mereka nanti yang menjadi representasi tema IFW."
***
TREN baju Lebaran berkembang seiring dengan waktu, menawarkan berbagai desain dan gaya sesuai dengan selera masa kini. Dari warna, look, cutting, hingga pattern makin beragam dan sesuai dengan selera pasar. Tak mengherankan pilihan modest fashion makin kaya dan dicari para fashionista.
Berdasarkan pantauan Tempo dalam pameran IFW 2024, pengunjung masih menjadikan warna-warna pastel sebagai pilihan baju Lebaran, seperti powder blue, khaki, off white, dan ash grey. Menurut informasi dari sejumlah jenama modest fashion lokal, scarf segi empat dan pasmina polos warna pastel selalu cepat habis. Begitu pun dengan busana muslim, seperti long outer, kaftan, dan long dress, berwarna sama. Beberapa pengunjung juga tertarik pada busana etnik yang dipadukan dengan nuansa modern.
Koleksi Al.Divo x Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) yang dipamerkan di Indonesia Fashion Week 2024. Dok. IFW
Desainer modest fashion Ria Miranda memperkuat fakta itu. Ia mengatakan warna-warna yang akan tren antara lain merah bata dan powder blue, yang diaplikasikan dengan model busana kaftan modern, tunik, dan dress. Adapun materialnya cenderung mix fabric, lace dengan unsur bunga, dan tenun, yang juga makin diminati. "Bicara soal model, tahun ini kaftan akan dilirik lagi dengan gaya yang lebih chic dan pilihan warna yang makin beragam," ujarnya.
Menurut Ria, tahun ini vibe-nya lebih festive dengan bahan-bahan lebih shinny atau chiffon glittery. Look drapery juga bisa menjadi pilihan. Banyak juga yang menambahkan aksesori untuk memperkaya aksentuasi. Namun sebenarnya yang paling penting adalah jangan lupa memilih bahan yang nyaman, awet, dan bisa dikenakan seharian untuk berlebaran.
Begitu pula dengan hijab, pilih bahan voal yang nyaman dipakai. Apalagi saat ini jenis dan warnanya makin bervariasi. "Hijab instan berbahan poliester bisa dimodifikasi menjadi pasmina agar bisa dipakai untuk bepergian," ucap Ria.
Agar penampilan makin gaya, founder Kami, Istafiana Candarini, mengatakan salah satu barang fashion yang akan tren menjadi detail busana ialah pita. Karena itu, mereka mengeluarkan lukisan pita menjadi signature busana dan scarf yang berkolaborasi dengan Buttonscarves. "Selain itu, tren busana dengan detail pleated masih akan tren," ucap Irin—sapaan Istafiana.
"Tahun lalu banyak warna peach, pink, dan navy blue. Waktu itu banyak yang bilang, warna baju Lebaran kok gelap? Ternyata tahun ini juga tidak sedikit yang begitu. Jadi, bicara soal tren, itu benar-benar mix dengan selera."
Sejumlah model mengenakan busana rancangan Eko Tjandra X Dekranasda Kab Ngawi pada hari kedua Indonesia Fashion Week 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 28 Maret 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Namun, Irin menjelaskan, tren warna tahun ini tidak melulu berpatokan pada panduan tren global. Seperti diketahui, terkadang beberapa desainer suka mengeluarkan busana pada musim tertentu. "Namun secara umum kami biasanya memilih warna yang memang disukai pengguna loyal produk kami," ujar dia.
Creative Director Buttonscarves Linda Anggrea menambahkan, merujuk pada tren warna 2024, nuansanya cenderung peach fuzz, warna oranye seperti hidangan penutup sorbet. Namun, menurut Linda, warna yang terlalu terang seperti itu belum tentu cocok untuk semua kulit perempuan Indonesia. Karena itu, Linda menyarankan warna yang mendekati, seperti peach nuansa pastel atau powder blue.
"Jatuhnya akan lebih ramah di semua kulit. Begitu pula dengan warna hitam yang klasik, tapi selalu menjadi tren setiap tahun," ujarnya.
***
PERIHAL tren, selain mengikuti selera pasar dan prediksi tren mode dunia, desainer punya kesempatan menciptakan tren yang sesuai dengan karakter masing-masing. Salah satunya adalah desainer modest fashion, Dian Pelangi, yang memilih berkolaborasi dengan jenama modest fashion Benang Jarum. Agaknya Dian mencoba menciptakan tren tanpa melulu merujuk pada tren global.
Dian mengatakan paduan dua sentuhan ikonik masing-masing terwujud dalam Benang Pelangi dengan warna-warna yang lebih bold, seperti merah marun, hijau emerald, biru navy, dan burgundi.
"Selama ini Benang Jarum memang lebih dikenal dengan motif digital printing-nya, sementara Dian Pelangi dengan kain-kain tradisional Indonesia-nya," ujarnya. "Jadi kami menggabungkan keduanya." Motifnya tetap bernuansa tradisional Indonesia dari kain songket. Namun motif tersebut diaplikasikan dalam digital printing menjadi baju yang bisa dikenakan.
Sejumlah model mengenakan busana rancangan Pemerintah Kab Garut X Poppy Dharsono pada hari kedua Indonesia Fashion Week 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 28 Maret 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Ia memilih digital printing karena bahan kain songket kaku dan berat. Bahan itu sering dipakai dalam acara-acara formal dan sakral, seperti pernikahan. Dari situlah terpikir bagaimana mengemas kain songket dalam wajah modern.
"Padahal motif songket cantik sekali, mewakili warna Indonesia. Jadi kenapa enggak kalau aku aplikasikan melalui digital printing," ia memaparkan. "Kami pakai bahan ringan dan nyaman, seperti katun silk dan organza. Siluetnya juga mewah, tapi motifnya tetap melestarikan tradisi yang bisa dikenakan untuk Lebaran ataupun keseharian."
Koleksi Dian itu sejalan dengan apa yang dikatakan Poppy Dharsono bahwa desainer tidak harus mengikuti secara penuh tren global. Tantangannya justru bagaimana para desainer bisa menciptakan tren sendiri, tapi tetap dicari pasar.
"Menurut saya, justru kita semestinya berfokus pada warna-warna yang dihasilkan dari alam, seperti teknik ecoprint," kata Poppy. "Jangan sampai hanya berpikir warna, tapi semangat sustainable fashion-nya terlupakan."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo