Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bekerja Sambil Bertualang

Tren bepergian dengan mobil yang dimodifikasi seperti rumah naik sejak pandemi Covid-19 merebak. Bertualang tanpa meninggalkan pekerjaan.

30 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemilik campervan bisa berkeliling daerah tanpa meninggalkan pekerjaannya.

  • Memodifikasi mobil menjadi campervan bisa menelan biaya hingga ratusan juta rupiah.

  • Para pemilik campervan harus siap menyelesaikan masalah kendaraannya saat berada di jalan.

MOBIL putih itu terparkir di tepi sungai di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai perlengkapan rumah ada di dalamnya, seperti kulkas, kompor, wastafel, bantal, dan toilet portabel. Aneka buku dan aksesori juga ada. Mobil seperti rumah ini ngetren disebut campervan atau mobil yang dimodifikasi layaknya tempat tinggal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemiliknya, Annissa Susanto, telah tiga tahun berkeliling Jawa, Sumatera, Bali, hingga Flores dengan mobil kemping itu. Pekerjaannya di bidang travel sekaligus manajer YouTuber membuatnya bisa bekerja sambil bertualang. “Rumah-mobil yang saya bawa ke mana-mana sembari kerja,” kata Annissa, 38 tahun, kepada Shinta Maharani dari Tempo, Sabtu, 23 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jenis campervan Annissa adalah Hyundai H-1. Ia membeli mobil itu pada 2020 seharga Rp 150 juta. Ia lalu mendandaninya. Ia belanja Rp 5 juta untuk membeli sejumlah peralatan rumah tangga, seperti kompor, kasur, dan peralatan dapur. Adapun lemari pendingin ia beli seharga Rp 7 juta.

Campervan milik Umbu Teddy ketika dibawa keliling Indonesia/Dok Pribadi

Rangka tempat tidur terbuat dari multiplek. Lalu ada rak buku, rak dapur, meja, dan lemari kecil. Semua perlengkapan itu ia bikin sendiri dan menghabiskan Rp 5 juta.

Perangkat di campervan yang lumayan mahal ialah panel surya dan baterai. Harganya Rp 8 juta. Annissa memerlukan peranti tersebut untuk menunjang daya listrik mobilnya yang dilengkapi peralatan elektronik seperti kulkas, penanak nasi, dan kompor listrik.

Tak semua perjalanan Annissa dengan campervan menyenangkan. Mobilnya pernah terperosok dan hampir masuk jurang di Majalengka, Jawa Barat, pada 2021. Celakanya, di daerah itu susah sinyal sehingga ia tak bisa mencari pertolongan dari anggota komunitas campervan. Beruntung penduduk setempat melihat kejadian itu dan membantunya.

Annissa terkadang menghadapi situasi buruk lain seperti pecah ban atau mobil selip karena menerjang jalan yang ambles. Apalagi ia menyetir dan berkeliling sendirian. “Sering nangis, frustrasi, dan stres,” tutur warga Jakarta Selatan itu.

Jika sudah begitu, Annissa mengontak anggota komunitas campervan untuk mengatasi kesulitan di jalan. Ia berjejaring dengan anggota komunitas itu di berbagai daerah. Bantuan minimal yang diberikan ialah informasi perihal montir dan bengkel di lokasi terdekat.

Selama berkeliling, Annisa tak selalu mangkal di pinggir danau berlatar gunung atau hutan pinus yang indah. Terkadang ia menginap di halaman pompa bensin dan rumah penduduk. Ia juga tak pernah menetapkan berapa lama waktu menginapnya. “Bergantung situasi dan kecocokan hati,” ujarnya.

Annissa, misalnya, pernah menginap di Pantai Parangkusumo dan Parangtritis di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga dua bulan. Ia betah di sana karena bisa menenangkan batinnya. Soal pengeluaran, kata Annisa, biaya makan kira-kira Rp 200 ribu per bulan plus biaya pulsa dan Internet Rp 300 ribu.

Pengeluaran lain yang justru besar ialah konsumsi camilan selama di perjalanan. Dalam sehari, Annissa bisa menghabiskan Rp 200 ribu. Karena itu, ia berupaya mengenal suatu daerah dengan baik untuk tahu tempat jajanan murah. “Mentalnya ditekan sebagai pengembara, bukan turis, supaya bisa survive,” kata perempuan yang kerap berpakaian serba hitam ini.

Menurut Annissa, berkeliling sembari bekerja dengan campervan memberikan banyak manfaat karena ia bisa bekerja dari mana saja. Bahkan, saat menemani YouTuber syuting, ia bisa membawa mobilnya dan tak perlu mendirikan tenda. Ia belum menetapkan batas sampai kapan akan hidup nomaden bersama mobilnya.

Bekerja sembari berkeliling daerah juga dilakukan Umbu Teddy sejak 2021. Ia mengajak istri dan dua anaknya berkeliling dengan Toyota HiAce. Mobil tersebut dimodifikasi layaknya sebuah rumah berjalan dengan fasilitas antara lain kursi yang bisa diubah menjadi tempat tidur, meja, kulkas, wastafel, dan kompor.

Mobil tersebut dimodifikasi di perusahaan karoseri khusus interior mobil BAZE di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perlu waktu sekitar dua pekan untuk memodifikasi mobil berwarna perak itu. Mobil yang dimodifikasi dengan menelan anggaran hingga ratusan juta rupiah itu masuk kategori motorhomekendaraan bermotor yang diperlengkapi seperti karavan untuk tinggal—meski tak dilengkapi dengan toilet permanen di dalam kendaraan.

Umbu dan keluarganya berkeliling kota di Jawa, Sumatera, hingga Bali. Pria 40 tahun ini bisa bertualang karena sedang membuat perusahaan rintisan sendiri. Adapun istrinya bekerja di perusahaan Singapura sehingga sejak awal bekerja dari jarak jauh. Adapun buah hatinya masih bersekolah daring.

Umbu berupaya merawat mobilnya agar tidak bermasalah di jalan dengan tidak telat mengganti oli transmisi dan oli rem. Menurut dia, tidak perlu menjadi ahli mesin untuk mulai bertualang dengan motorhome atau campervan. “Tentu kendala (mobil bermasalah saat di jalan) itu ada,” tutur Ketua Indonesia Motorhome Club ini kepada M.A. Murtadho dari Tempo, Senin, 18 April lalu.

Keluarga Aria Anggadwipa bersama dengan campervan di Cipete, Jakarta Selatan, 23 April 2022/Tempo/Muhammad Syauqi Amrullah

Pria yang tinggal di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ini bisa mengetahui tempat-tempat wisata dan bekerja dari sana dengan menggunakan motorhome. Apalagi bekerja kini bisa dilakukan dari mana saja asalkan terhubung dengan Internet. Membawa motorhome juga lebih hemat biaya karena ia tak perlu mengeluarkan uang untuk sewa penginapan.

Ia menjelaskan tren motorhome mulai meningkat sejak 2018. Kala itu banyak pemilik motorhome melakukan perjalanan rekreasi bersama keluarga. Pandemi Covid-19 membuat gaya hidup dan work from everywhere (WFE) ini makin digemari karena orang bisa bekerja dari mana saja. Kini anggota Indonesia Motorhome Club mencapai 50 orang.

Petualangan dengan campervan juga dijalani pasangan Aria Anggadwipa dan Intan Anggita Pratiwie. Bersama buah hatinya, Irama Lautan Teduh, mereka melakukan perjalanan dari Jakarta hingga Flores, Nusa Tenggara Timur, menggunakan mobil Volkswagen Caravelle yang telah dimodifikasi layaknya rumah. Perjalanan selama 2,5 bulan itu dilakukan sejak 1 Januari lalu.

Aria membeli mobil berwarna biru metalik itu seharga Rp 68 juta pada 2018. Namun modifikasi menjadi campervan baru dilakukan pada September 2021. Modifikasi yang dilakukan pada mobil produksi 1998 itu antara lain penyematan kabinet, exhaust fan, kulkas, awning, kursi yang bisa diubah menjadi tempat tidur, kompor, wastafel, dan toilet portabel. Modifikasi di BAZE tersebut memerlukan waktu tiga bulan dan menelan biaya hingga Rp 150 juta.

Mobil itu juga dilengkapi dengan roof box yang berfungsi menyimpan berbagai barang, seperti pakaian dan aneka mainan Teduh. Aria biasanya hanya membawa turun baju yang akan digunakan selama tiga hari ke depan. “Kalau baju sudah banyak yang kotor, kami laundry,” tuturnya kepada Gangsar Parikesit dari Tempo, Sabtu, 23 April lalu.

Tak selamanya perjalanan mereka mulus. Pompa bahan bakar (fuel pump) mobil itu sempat bermasalah saat berada di Flores. Aria pun baru mendapatkan onderdil serupa dari situs belanja online dan tiba lima hari kemudian dari waktu pemesanan. Beruntung bengkel setempat bisa memperbaiki mobil itu.

Selama mobil di bengkel, Aria, Intan, dan Teduh memutuskan mengunjungi Sumba, Nusa Tenggara Timur. Mereka naik pesawat dari Bandara Ruteng, Kabupaten Manggarai Barat. Waktu perjalanan menuju Sumba dari Bandara Ruteng sekitar 20 menit.

Menurut Aria, campervan menjadi solusi bagi ia dan istrinya yang suka bertualang dengan mengajak buah hatinya. Misalnya, saat mereka berada di kaki Gunung Merapi dan hujan lebat turun, keluarga yang populer dengan nama Subo Family ini langsung masuk dan memasak di dalam mobil sehingga tak kedinginan. “Campervan itu adventure banget, tapi aman dan nyaman,” kata Aria, 38 tahun.

Intan mengatakan Subo adalah kependekan dari Summum Bonum—berarti the highest good (kebaikan tertinggi)yang merupakan judul lagu band asal Taiwan, Sunset Rollercoaster. “Ditambah family karena semua yang datang ke rumah kami bisa menjadi keluarga baru kami,” tuturnya.

Aria dan Intan tak sekadar berkeliling dengan campervan. Aria punya misi mengenalkan lagu-lagu lawas melalui piringan hitam kepada generasi muda. Walhasil, ia membawa 80 piringan hitam—sebagian berisi lagu-lagu lawas—dan perlengkapannya. Alunan musik dari piringan hitam tersebut siap menghibur warga di beberapa tempat yang disinggahi oleh keluarga ini.

Kondisi dalam campervan milik Aria Anggadwipa dan Intan Anggita Pratiwie di Cipete, Jakarta Selatan, 23 April 2022/Tempo/Muhammad Syauqi Amrullah

Adapun Intan memiliki program riset bernama Jeda Wastra. Subo Family mengunjungi seniman wastra seperti pembatik dan penenun di sepanjang rute Jakarta-Sumba. Tujuannya adalah mengetahui bahan baku busana ramah lingkungan, seperti pewarna alami, kain daur ulang atau terbarukan, dan kain tradisional.

Intan sempat singgah di beberapa daerah yang menjadi sentra kain tradisional, di antaranya Cirebon, Jawa Barat; serta Pekalongan, Solo, dan Lasem, Jawa Tengah. Saat tiba di Surabaya, keluarga ini juga sempat mengunjungi produsen kain terbarukan, Pable Indonesia.

Ia juga memberikan pelatihan mendaur ulang pakaian bekas di Yogyakarta dan Surabaya yang dihadiri belasan orang. “Workshop-nya sekitar tiga jam,” ucap perempuan yang bekerja sama dengan penyanyi Andien Aisyah dalam yayasan Setali Indonesia ini.

Subo Family berencana melanjutkan perjalanan Jeda Wastra dengan campervan pada Juli mendatang. Mereka akan menempuh rute Jakarta-Sumatera-Jakarta. Adapun rute terakhir ialah Jakarta-Sulawesi-Jakarta. Hasil dari semua perjalanan itu akan dituangkan ke dalam buku dan pameran foto.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus