Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sulawesi Selatan (Sulsel) mengalami peningkatan signifikan hingga April 2024. Tercatat 1.620 kasus DBD dengan 9 korban jiwa di 24 kabupaten dan kota. Dibandingkan periode yang sama tahun 2023, jumlah kasus DBD di Sulsel naik drastis, dari 2.859 kasus dengan 10 kematian. Peningkatan ini dipicu oleh perubahan musim dan intensitas hujan tinggi di awal tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pekan ke-13 April 2024 ada 1.620 kasus DBD terlaporkan dari 24 kabupaten dan kota dengan jumlah kematian sebanyak sembilan orang," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) Muh Ishaq Iskandar di Makassar, Jumat, 19 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus DBD di Sulsel tersebar di berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Usia 0-14 tahun mendominasi dengan persentase 49,94 persen, diikuti usia 15-44 tahun (42,90 persen) dan usia di atas 44 tahun (7,16 persen). Penyebaran virus DBD biasanya terjadi di pagi dan sore hari, terutama di daerah yang minim pencahayaan dan memiliki banyak tempat penampungan air.
"Kasus DBD di Sulsel tersebut patut diwaspadai mengingat musim hujan sejauh ini masih berlangsung pada sejumlah daerah dengan tidak merata sehingga membuat bibit nyamuk aedes aegypti, penyebar DBD mudah berkembang," katanya.
Untuk menekan lonjakan kasus DBD, Dinas Kesehatan Sulsel telah mengeluarkan berbagai langkah, antara lain:
- Meningkatkan kewaspadaan di seluruh kabupaten dan kota melalui surat edaran.
- Melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota melalui pertemuan virtual.
- Mendistribusikan sarana diagnostik (RDT), bahan pengasapan (fogging), dan larvasida (abate) ke Dinas Kesehatan kabupaten dan kota.
- Menggalakkan sosialisasi gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup, Memanfaatkan kembali, Mendaur ulang, Plus) dan pembersihan lingkungan.
Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah-langkah pencegahan DBD di lingkungan tempat tinggal, seperti:
- Menguras tempat penampungan air.
- Menutup rapat wadah penampungan air.
- Mendaur ulang atau membuang barang bekas yang dapat menampung air.
- Membersihkan selokan dan genangan air.
- Melakukan fogging secara berkala.
Dilansir dari laman P2P Kementerian Kesehatan, pada awal Maret 2024, hampir 16.000 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dilaporkan di 213 Kabupaten/Kota di Indonesia, menyebabkan 124 kematian.
Tingkat kasus DBD paling tinggi terjadi di Tangerang, Bandung Barat, Kota Kendari, Subang, dan Lebak. Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut hingga bulan April seiring dengan musim hujan setelah El Niño. Meskipun DBD dapat diobati, penting bagi masyarakat untuk waspada terhadap kemungkinan komplikasi berat seperti Syok pada DBD, yang dapat berujung pada kematian.
Syok dapat terjadi karena penanganan yang terlambat terhadap DBD, termasuk kurangnya perhatian terhadap tanda-tanda awal syok. Beberapa tanda-tanda Dengue Shock Syndrome (DSS) meliputi muntah berkelanjutan, nyeri perut yang parah, kulit kaki dan tangan yang pucat, dingin, dan lembab, nadi yang melemah, kelelahan, gelisah, perdarahan, serta penurunan produksi urin.
Jika seseorang mengalami demam selama lebih dari 3 hari, disertai dengan gejala seperti mual, muntah, nyeri otot, nyeri di belakang telinga, dan sakit kepala, penting untuk segera mendapatkan perawatan medis. Pemeriksaan darah dianjurkan untuk memastikan diagnosis DBD.
DBD dapat disembuhkan dengan penanganan yang cepat dan tepat. Namun, pencegahan tetap merupakan langkah terbaik untuk melindungi diri dari DBD. Upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan metode PSN 3M PLUS merupakan salah satu cara efektif untuk mencegah penyebaran DBD.