Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Virus corona diketahui menyebar melalui tetesan pernapasan dan prosedur gigi diketahui menghasilkan banyak aerosol sehingga menyebabkan kekhawatiran air liur yang keluar selama pembersihan atau prosedur restoratif dapat membuat ruang praktik dokter gigi menjadi lokasi transmisi tinggi COVID-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Peneliti dari Universitas Negeri Ohio melalui studi yang dipublikasikan dalam Journal of Dental Research pada 12 Mei 2021 menemukan bukan air liur tetapi larutan encer alat irigasi yang menjadi sumber utama bakteri atau virus dalam percikan dan semburan dari mulut pasien. Bahkan, ketika tingkat rendah virus corona terdeteksi dalam air liur pasien tanpa gejala, aerosol yang dihasilkan selama prosedur tindakan pada gigi tidak menunjukkan tanda-tanda virus corona.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Membersihkan gigi tidak meningkatkan risiko infeksi COVID-19," kata peneliti sekaligus profesor periodontologi di Ohio, Purnima Kumar, seperti dikutip dari Science Daily.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan, aerosol dari prosedur gigi cenderung mendarat di wajah dokter dan dada pasien dengan jarak jangkau bisa sampai sejauh 3,3 meter. Air liur sempat dikatakan berpotensi mematikan pada awal pandemi COVID-19. Untuk itu, Kumar dan tim memutuskan melakukan studi melibatkan 28 pasien yang menerima implan gigi dan restorasi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Ohio pada 4 Mei dan 10 Juli 2020.
Para peneliti mengumpulkan sampel air liur dan larutan pembersih yang digunakan untuk membilas mulut sebelum dan 30 menit setelah prosedur. Mereka menemukan mikroba dalam larutan pembersih gigi (irigasi) berkontribusi sekitar 78 persen di dalam aerosol sementara air liur, bila ada, menyumbang 0,1- 1,2 persen dari mikroba yang didistribusikan di sekitar ruangan.
"Larutan irigasi mengencerkan air liur dengan perkiraan 20-200 kali lipat dan penelitian ini divalidasi oleh studi tahun 2020 yang melaporkan kurang dari 1 persen tingkat positif COVID-19 di kalangan dokter gigi," kata Kumar.
Dokter gigi berada di garis depan praktik pengendalian infeksi dalam perawatan kesehatan. Selama pandemi, protokol baru diterapkan para dokter di ruang praktik, termasuk sistem ventilasi ruangan yang diperkuat, peralatan penyedot aerosol ekstra, masker N95, pelindung wajah, dan perpanjangan waktu henti antarpasien. Mereka tentu tidak merasa aman karena dikelilingi aerosol. Temuan studi ini bisa menenangkan mereka saat melakukan prosedur.
"Namun, kita tidak boleh melupakan fakta virus ini menyebar melalui aerosol dan berbicara, batuk, atau bersin di klinik gigi masih dapat membawa risiko penularan penyakit yang tinggi," pesan Kumar.
Baca juga: Prosedur Periksa Gigi kala PPKM Darurat