Para wisatawan yang kebetulan sejak pagi sudah menyambangi jantung wisata Kota Gudeg itu pun menjadi saksi acara unik nan khidmat, yang diikuti perwakilan 22 paguyuban pedagang yang berjualan di Malioboro.
Para pedagang itu mengenakan berbagai pakaian adat, baju surjan, batik, dan kebaya secara khidmad menggelar upacara itu di depan pintu masuk Kantor Gubernur DIY Kepatihan sisi barat yang berbatasan langsung dengan jalan Malioboro.
Rangkaian upacara yang juga disertai pengibaran bendera merah putih itu, diakhiri dengan penandatangan bersama dukungan untuk menetapkan Raja Pura Pakualaman, yang juga Gubernur DIY ke 2 Sri Paduka Paku Alam VIII sebagai pahlawan nasional.
"Upacara ini jadi pertama yang kami gelar melibatkan seluruh perwakilan pedagang, sebagai rasa syukur atas kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan bangsa," ujar Wawan Suhendra, Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Yogyakarta (PPKLY) Malioboro.
Wawan menuturkan peringatan kali ini juga disertai pembacaan sikap bersama yang mendesak Presiden Joko Widodo, untuk segera mempercepat penetapan Paku Alam VIII sebagai pahlawan nasional, mengingat jasa-jasanya semasa kemerdekaan.
Paku Alam, pada 19 Agustus 1945 bersama Raja Keraton Yogya Sultan Hamengkubuwono IX, menyatakan pengakuan kepada Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden RI. Kemudian pada 5 September 1945 mengeluarkan amanat yang menyatakan kerajaan Kadipaten Pakualaman adalah bagian Negara Republik Indonesia.
"Paku Alam VIII juga pahlawan bagi kami, kalangan PKL, karena beliau tokoh yang pertama kali mengijinkan PKL boleh berjualan di Jalan Malioboro hingga kini jumlahnya berkembang menjadi 2.000-an pedagang yang bernaung di bawah 22 paguyuban," ujar Wawan.
Paku Alam VIII yang menjadi wakil gubernur DIY mulai 1945-1998, ujar Wawan, secara tak langsung menjadi sosok yang membuat Malioboro menjadi kawasan wisata yang lebih hidup dengan kebijakan itu.
"Wisatawan jadi beranggapan belum ke Yogya kalau belum ke Malioboro, dan Malioboro tak bisa dipisahkan dari PKL," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Paguyuban Koperasi Tridharma Malioboro Paul Zulkarnaen menuturkan, lewat upacara kemerdekaan dan penandatangan bersama dukungan Paku Alam VIII sebagai pahlawan nasional, pedagang di Malioboro secara tersirat ingin menyerukan pula kegundahan yang dirasakan beberapa waktu terakhir.
Khususnya terkait penataan PKL yang sedang disiapkan Pemerintah DIY dan Kota Yogya untuk Malioboro seiring rampungnya proyek pedestrian, "Kami khawatir PKL Malioboro dari penataan itu akan tersisih, terutama setelah ada pembangunan pusat PKL di lahan bekas bioskop Indra," ujarnya.
Paul menuturkan jika benar para PKL Malioboro akan dipusatkan di lahan khusus maka hal itu akan merugikan dan menurunkan pendapatan pedagang. Lahan bekas bioskop Indra sendiri lokasinya tak menghadap langsung ke jalan Malioboro meski masih dalam satu kawasan.
Para PKL membuat petisi atau menandatangani dukungan agar Paku Alam VIII menjadi pahlawan nasional. Paku Alam VIII merupakan gubernur yang mengizinkan PKL berjualan di Malioboro. Tempo/Pribadi Wicaksono
Usai menggelar upacara, para pedagang di Malioboro kembali melanjutkan aktivitasnya seperti biasa dan tidak libur. Para PKL Malioboro memulai rangkaian perayaan HUT Kemerdekaan tahun ini dengan lebih dulu berziarah ke makam Sultan Hamengkubuwana IX di Imogiri pada Rabu 14 Agustus 2019 lalu.
Ziarah dilakukan, sebagai wujud ungkapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada HB IX yang juga dianggap sebagai pahlawan wong cilik, khususnya bagi PKL Malioboro.
PRIBADI WICAKSONO