Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Ekspansi ketawa ke solo

Pimpinan srimulat, teguh, akan membangun kembali grup srimulat di taman hiburan bale kambang, sala, jawa tengah. (hb)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG ketoprak di Taman Hiburan Bale Kambang, Sala, dilupakan orang. Tidak ada pertunjukan. Taman milik Mangkunegoro ke-VII yang dibangun sekitar tahun 1921 itu menjadi sebagian dari kesedihan budaya di kota yang sebenarnya romantis ini. Tapi sementara gedungnya bangkrut, para pemain ketoprak masih tetap hidup. Mereka menyusun satuan-satuan gerilya, menyerang beberapa desa dengan pertunjukan. Sampai terjadi ledakan -- lantaran Teguh, pimpinan Srimulat Surabaya, turun sandal untuk menyulut lagi api ketoprak yang setengah mampus itu. Teguh memoles wajah Taman Bale Kambang dengan beberapa bangunan baru yang semuanya bernilai Rp 50 juta. Kejutan ini bukan sepak terjang yang gila. Ini semacam investasi budaya dicampur pelampiasan rasa cinta Teguh pada mendiang R. Ayu Srimulat, yang lahir tahun 1905 di Bekonang, Surakarta. Dialah primadona Srimulat dan sekaligus isterinya. Sementara Teguh sendiri juga sebenarnya kelahiran Kampung Pringgading, Solo, 8 Agustus 1926. Itulah yang bersembunyi di balik angka yang cukup berat itu. Pelacur Pemerintah Daerah Tingkat II Surakarta sendiri rupanya sudah lama sepet mata. Karena fungsi taman hiburan itu belakangan sudah berubah menjadi sarang pelacur ketengan, bahkan di situ tempat sembunyi beberapa buah kepala maling. Di dalam cakupan Master Plan Solo 1973 s/d 1993 (berdasar SK Wali kota No. 1299/kep/5/kp-74, disahkan oleh Mendagri 17 Desember 1977), tercantum "Mempertahankan dan mengembangkan Kota Solo sebagai kota budaya sekaligus sebagai pusat seni budaya Jawa Tcngah. "Maka Pemda tak keberatan kalau ada pengusaha mau mengelola taman-taman hiburan," kata Humas Pemda tentu. Taman Bale Kambang terletak di sebelah utara lapangan Manahan. Luasnya 42.220 mÿFD. Yayasan Srimulat teken kontrak untuk memakainya selama 15 tahun. Setiap tahun, untuk setiap mÿFD, Srimulat membayar sewa sebesar Rp 7 (tujuh rupiah). Ini di luar biaya Rp 50 Juta tadi. Gedung yang dibangun Teguh diperuntukkan buat ketoprak, kios-kios dan pertunjukan Aneka Ria Srimulat sendiri. Jadinya nanti mungkin tidak akan kurang dari THR Surabaya sekarang. Di atas kerepotan taman itulah Pemda kembali boleh menjalankan operasinya memungut pajak tontonan dan Ipeda, sebagaimana memang kebiasaannya. Teguh merasa tindakannya cukup pintar. "Kalau sampai rugi, itu salahku, kebodohanku," ujarnya kepada Kastoyo Ramelan dari TEMPO. Ketika ditanya apa yang dapat dijadikan jaminan keberhasilan investasi, Teguh dengan yakin berkata "Cara yang dipakai, dijangkau oleh kemampuan rakyat." Dengan kata lain, harga karcis akan ditekan rendah. Dengan karcis masuk Rp 50 setiap orang Sala sudah dapat menyaksikan segala macam pertunjukan - dengan berdiri. Baru kalau ia mau jadi tuan kecil, bangku pertunjukan dijual dengan harga Rp 250 dan Rp 100. Tapi Pemda tampaknya baru mempertimbangkan apakah taktik batas jangkauan rakyat itu akan dikabulkan. Pemda cenderung "menyeragamkan" harga karcis di Taman Hiburan Sriwedari dan Sri Mulat Bale Kambang. Sudah tentu maksudnya "demi keadilan dan persaingan yang sehat." Harga karcis masuk Sriwedari sekarang Rp 65. Lebih mahal sedikit. Tapi Teguh mengatakan itu wajar, karena letaknya di jantung kota, sedang Bale Kambang terhitung pinggiran. Ia nampaknya akan mempertahankan untuk menjual karcis lebih murah lima belas perak. Maka 12 Agustus yang lalu, Srimulat kampanye dengan pawai pakai sepeda, motor dan mobil. Teguh sendiri dari balik kacamatanya tak lupa menjelaskan bahwa sebagian besar karyawan diciduk dari seniman Sala sendiri. "Jadi membentuk dan membuat Srimulat baru lagi," katanya dengan bersemangat. Malamnya, pertunjukan pertama dibuka. Penjualan karcis mencapai Rp 250 ribu malam itu. Pengunjung tercatat tidak hailya orang Sala, melainkan banyak datang dari Sragen, Klaten, Wonogiri dan Sukoharjo. Seorang penggemar ketoprak dari Desa Pajang amat terkesan oleh pertunjukan yang bernama Ketoprak Cokrojiyo (nama ini diambil dari dedengkot ketoprak di Yogya yang sudah almarhum) terutama pada dekor dan lampunya. Lawakannya pun mendapat pujian. Sementara pegawai Pemda terkesan oleh penyanyi lagu Widuri yang bergaya dengan sendunya. Nah. Ekspansi Teguh menimbulkan akibat buruk pada ketoprak lokal bernama Irama, pimpinan Susanti, yang manggung di Purwosari. Di Sala bagian barat, ketoprak ini sebetulnya punya cukup pamor. Tetapi dibetot oleh ketoprak Cokrojiyo penggemarnya lantas susut. Sering tak main karena penonton terlalu sedikit. Kasihan memang. Untuk menghindari kebangkrutan, kabarnya ketoprak ini akan lari ke luar kota. Sementara itu grup-grup ketoprak lain, di samping kena senggol, banyak pemainnya yang malah menyeberang cari nafkah di bawah sayap Teguh. "Kejutan 15 tahun!" -- terdengar koar-koar di radio amatir, menjual kehadiran Srimulat Sala. Akankah usaha hiburan ini berkembang sebaik yang ada di Surabaya, tak bisa dipastikan dari hasil sementara ini. Menurut orang Sala sendiri, kota yang dipenuhi priyayi dan orang-orang sok priyayi itu memang tidak pernah punya grup lawak yang tangguh. Kalau ada apa-apa mereka lari ke Yogya, pesan pelawak. Kasihan. Maka kalau pintu pelumg dikerjakan dengan baik oleh Srhtlulat, paling tidak Sala tidak usah lagi gentayangan mencari obat ketawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus