Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satu keluarga asal Inggris melakukan perjalanan dari Inggris ke Asia lewat jalur darat. Tujuan utama mereka adaah ke Austraia untuk menghadiri pernikahan salah satu keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shannon Coggins, pasangannya Theo Simon, dan putri mereka Rosa, 19, sudah tak menggunakan pesawat sejak 2002 untuk mengurangi jejak karbon mereka. Penerbangan dari Inggris ke Australia menghasilkan sekitar 3,5 ton CO2 per penumpang kelas ekonomi, yang berarti penerbangan pulang pergi menyumbang 60% dari rata-rata jejak karbon tahunan di Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima tahun kemudian, adik perempuannya, Ellie, pindah ke Australia. Shannon belum pernah mengunjungi rumah baru Ellie atau bahkan bertemu dengan pasangannya sebelum pernikahan.
“Meskipun kami tinggal berjauhan, kami sangat dekat karena ibu kami meninggal ketika kami masih muda, tetapi saya belum pernah ke rumahnya, atau mengantar putranya ke sekolah, atau bahkan bertemu dengan pria yang akan dinikahinya,” kata Shannon.
“Saya ingin kami semua hadir di hari pernikahannya, tapi saya juga berusaha melakukan yang terbaik untuk mengurangi jejak karbon saya dengan mencoba untuk tidak terbang," ujar dia.
Theo menambahkan, mereka bertiga telah melakukan kampanye dengan cara yang berbeda untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim. "Jadi kami memutuskan bahwa perjalanan kami ke Australia harus serendah mungkin," kata dia.
Pilih transportasi umum
Mereka melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum dibandingkan perjalanan udara yang memiliki emisi rumah kaca jauh lebih tinggi dibandingkan kereta api, bus, dan feri.
Keluarga tersebut, yang telah menulis blog tentang perjalanan mereka, berhenti bekerja dan berangkat dari stasiun kereta Castle Cary pada 16 Agustus. Targetnya, mereka tiba di Sydney pada hari Natal, tepat pada saat pernikahan Ellie.
Mereka melakukan perjalanan melalui Eropa, Kazakhstan, Cina, Laos, Thailand dan Indonesia, dan mencapai Dili, Timor Leste tanpa terbang. Mereka tidak hanya lewat, tetapi juga mengunjungi destinasi wisata di sana. Di Indonesia, mereka mengunjungi Benoa, Pulau Komodo dan Danau Kelimutu di Flores, dan beberapa tempat di Jawa.
Namun, mereka harus menempuh penerbangan sejauh 300 mil dari Dili ke Darwin, Australia, karena tidak ada kapal yang dapat ditumpangi untuk menyeberang.
“Kami berharap bisa menumpang atau menyewa tumpangan ke Darwin dengan kapal kargo atau kapal pesiar, tapi kami tiba di musim yang sangat terlambat untuk itu,” kata Shannon. "Jadi, sayangnya kami harus mengambil penerbangan Quantas dari Dili ke Darwin. Tetapi dari sana kami dapat naik bus Greyhound melalui Alice ke Adelaide dan Melbourne, dan mobil sewaan relokasi ke Sydney, New South Wales."
Dia sangat menyayangkan harus terbang setelah lebih dari 20 tahun tidak melakukannya. "Tapi saya sangat bangga dengan apa yang telah kami capai," Shannon berkata.
Lebih realistis
Theo mengatakan meski ingin jauh-jauh ke Australia tanpa terbang, mereka sudah realistis sejak awal. “Kami selalu menerima bahwa suatu saat kami mungkin harus terbang,” kata Theo.
“Tetapi ini merupakan tantangan yang luar biasa, dan penerbangan singkat yang kami lakukan hanyalah sebagian kecil dari jejak karbon yang seharusnya kami dapatkan.”
Dia juga mengatakan keluarga tersebut menabung selama bertahun-tahun untuk mendanai perjalanan ini. Mereka tahu bahwa komitmen seperti ini tidak mungkin dilakukan semua orang.
“Kami tahu bahwa masyarakat belum tentu punya waktu untuk melakukan hal ini, dan sayangnya saat ini dunia belum siap untuk menjadikan perjalanan rendah karbon lebih mudah daripada penerbangan,” katanya.
Jumlah karbon yang dihasilkan
Sejauh ini, termasuk penerbangan, keluarga tersebut menghitung bahwa perjalanan mereka hanya mengeluarkan 0,9 ton CO2 per orang.
Untuk pulang, Shannon, Theo, dan Rosa berencana melakukan perjalanan yang sama secara terbalik, yang berarti mereka menempuh jarak total sekitar 21.000 mil atau sekitar 33.796 kilometer. Shannon berharap mereka tidak perlu terbang sama sekali dalam perjalanan pulang.
“Ini tidak mudah, dan setelah beberapa bulan di Australia kami akan mencoba perjalanan yang sama kembali ke Inggris,” katanya.
Shannon berharap semakin banyak orang sadar akan emisi karbon yang dihasilkan sehingga permintaan akan perjalanan rendah karbon akan semakin meningkat.
“Akan sangat membantu di masa depan jika ada pengusaha cerdas yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menyiapkan rute penumpang reguler melintasi Laut Timor, sebaiknya sebelum kita melakukan perjalanan pulang pada bulan April.”
METRO.CO.UK | INSTAGRAM
Pilihan Editor: 9 Jalan Darat yang Menakjubkan Dunia